Thursday, March 7, 2019

MELEWATI LEMBAH, TAKKAN KU TAKUT

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Maret 2019

Baca:  Mazmur 23:1-6

"Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku."  Mazmur 23:4

Menjalani kehidupan ini kita pasti pernah mengalami dan merasakan masa-masa sulit, serasa berada dalam lembah kekelaman.  Lembah kekelaman berupa masalah berat dalam rumah tangga, masalah keuangan yang sedang seret, tekanan, penderitaan dan pergumulan berat lainnya.  Sebagai orang percaya kita tak perlu takut atau kuatir, sebab Tuhan adalah Gembala kita, Dia tidak pernah meninggalkan kita,  "...Engkau besertaku;"  (ayat nas).

     Dalam mazmurnya ini Daud menyebutkan bahwa ada dua benda yang selalu dibawa oleh gembala yaitu gada dan tongkat.  Tongkat berfungsi untuk menepuk-nepuk tubuh domba ketika domba mulai berjalan melenceng arah atau menjauhi kawanannya.  Tongkat ini berbentuk melengkung di bagian pangkalnya seperti gagang payung, agar dapat mengait badan atau leher domba yang jatuh terperosok di lubang atau di jurang.  Sedangkan gada terbuat dari akar pohon dengan panjang tidak lebih dari 40-50 cm.  Ini adalah senjata ampuh untuk melawan hewan-hewan buas yang hendak memangsa domba-dombanya.  Gada ini adalah gambaran tentang jaminan perlindungan dan pembelaan Tuhan dari para musuh.  Kehadiran sang gembala dengan gada dan tongkat di tangan ini menjadi jaminan perlindungan bagi domba-domba.  Terkadang Tuhan harus menggunakan tongkat untuk menegur dan mendidik kita, dengan mengijinkan kita melewati lembah-lembah kekelaman atau bahkan bayang-bayang maut.  Memang sakit dan membuat kita harus mencucurkan air mata, namun memiliki tujuan yang indah, yaitu Tuhan mau kita tetap konsisten berada di jalan-jalan-Nya, tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri.

     Tetaplah tekun dan setia kepada Tuhan, karena pada saatnya kita akan melihat bahwa apa yang Tuhan perbuat itu mendatangkan kebaikan bagi kita;  kuasa dan mujizat Tuhan pasti akan dinyatakan:  "Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku...Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku;"  (Mazmur 23:5-6)  dan  "Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai."  (Mazmur 126:5).

Bertahanlah saat melewati  'lembah'  kehidupan, sebab semua akan berujung kepada kemenangan!

Wednesday, March 6, 2019

SANG PENJUNAN: Merenda Hidup Kita

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Maret 2019

Baca:  Yesaya 64:1-12

"...ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu."  Yesaya 64:8

Tak ada yang pantas untuk dibanggakan dan disombongkan dari diri manusia, karena manusia tak lebih dari tanah liat.  "Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami,"  (ayat nas).  Manusia adalah tanah liat, dan Tuhan adalah Sang Penjunan.  Sebagai Penjunan Tuhan berkuasa penuh atas kehidupan manusia.  Ia membentuk tanah liat itu dan merendanya sedemikian rupa hingga menjadi sebuah bejana yang sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya.  Jadi, hidup manusia sepenuhnya bergantung kepada Tuhan!  Sebagai tanah liat, kita tidak dapat memaksa Tuhan Sang Penjunan agar membentuk kita sesuai dengan apa yang kita mau dan inginkan.  Sebaliknya, kita harus berserah penuh kepada kehendak Tuhan, tanpa protes, kecewa, keluh kesah atau peersungutan.

     Ada tertulis:  "Celakalah orang yang berbantah dengan Pembentuknya; dia tidak lain dari beling periuk saja! Adakah tanah liat berkata kepada pembentuknya: 'Apakah yang kaubuat?' atau yang telah dibuatnya: 'Engkau tidak punya tangan!'"  (Yesaya 45:9).  Kita harus percaya bahwa segala sesuatu yang Tuhan kerjakan dan rancangkan atas hidup kita adalah yang terbaik.  Jika kita merasa bahwa hari-hari yang kita jalani terasa berat, masalah datang silih berganti tiada henti, jangan cepat putus asa.  Milikilah keyakinan bahwa ini adalah bagian dari proses pembentukan yang Tuhan ijinkan untuk kita alami.  Karena itu kuatkan hati dan bertahanlah!  Sebab Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktunya  (Pengkhotbah 3:11).  Sebelum memiliki nilai  (berharga), sebuah bejana harus terlebih dahulu melewati proses demi proses, bahkan harus masuk ke dalam dapur api dengan tujuan agar bejana menjadi kuat dan kokoh.  Begitu pula kehidupan kita, terkadang kita harus melewati  'api'  sebagai bagian dari proses pemurnian iman.  "Sesungguhnya, Aku telah memurnikan engkau, namun bukan seperti perak, tetapi Aku telah menguji engkau dalam dapur kesengsaraan."  (Yesaya 48:10).

     Bila kita mampu bertahan kita akan menjadi bejana indah di pemandangan Tuhan.  Pencobaan atau masalah tidak akan pernah melebihi kekuatan kita  (1 Korintus 10:13).

Tak perlu takut diproses, karena itu artinya Tuhan sedang merenda hidup kita untuk tujuan yang baik.