Sunday, February 3, 2019

MASA LALU... BIARKANLAH BERLALU (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Februari 2019

Baca:  Keluaran 16:1-36

"Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan."  Keluaran 16:3

Sekalipun sudah dibawa keluar dari Mesir, umat Israel tetap saja menoleh ke belakang dan tak berhenti membanding-bandingkan keadaan sewaktu berada di Mesir.  Padahal Tuhan sudah menyediakan suatu kehidupan yang berpengharapan di Kanaan,  "...suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya,"  (Keluaran 3:8).  Meski demikian bayang-bayang kehidupan masa lalu di Mesir terus menghantui pikiran mereka dan mental sebagai budak tetap saja melekat, padahal mereka sudah dipilih Tuhan sebagai umat pilihan dan kesayangan-Nya.  Hal itu terlihat di sepanjang perjalanan di padang gurun, mereka tak pernah berhenti mengeluh, bersungut-sungut dan terus-menerus membanding-bandingkan saat hidup di Mesir  (ayat nas).

     Karena terus memberontak dan terbelenggu oleh masa lalunya di Mesir, sebagian besar umat Israel akhirnya gagal mencapai Tanah Perjanjian  (Kanaan), kecuali Yosua dan Kaleb.  Kegagalan mereka mencapai Tanah yang dijanjikan Tuhan itu berkenaan dengan masalah mental atau pola pikir yang belum diperbaharui.  Jangan pernah menganggap remeh apa yang kita pikirkan karena hal itu akan berdampak pada setiap tindakan kita.  Alam pikiran kita acapkali membawa kita pada kenyataan seperti yang kita pikirkan:  baik atau tidak baik keadaannya, berkat atau kutuk.  "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia."  (Amsal 23:7a).

     Tuhan tidak pernah merancangkan kegagalan atau hal-hal yang buruk bagi kehidupan anak-anak-nya, rancangan-Nya selalu baik adanya  (Yeremia 29:11).  Tidak ada rencana dan rancangan Tuhan yang gagal  (Ayub 42:2), namun sikap hati, pola pikir kita sendiri, dan pilihan hidup yang kita pilih yang seringkali menggagalkan rencana Tuhan digenapi di dalam hidup ini.  Mulai dari sekarang lepaskan semua belenggu-belenggu masa lalu!

Di dalam Kristus kita adalah ciptaan baru,  "...yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."  2 Korintus 5:17

Saturday, February 2, 2019

MASA LALU... BIARKANLAH BERLALU (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Februari 2019

Baca:  Lukas 9:57-62

"Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah."  Lukas 9:62

Di bawah kepemimpinan Musa bangsa Israel dituntun keluar dari perbudakannya di Mesir.  Salah satu mujizat terbesar yang bangsa Israel alami selama menempuh perjalanan di padang gurun adalah ketika Tuhan membawa mereka melewati laut Teberau.  Alkitab menyatakan bahwa Tuhan membelah laut itu menjadi tanah kering sehingga umat Israel dapat  "...berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka."  (Keluaran 14:22).  Setelah mereka berhasil sampai ke seberang, laut itu pun menutup kembali.  "Demikianlah pada hari itu TUHAN menyelamatkan orang Israel dari tangan orang Mesir. Dan orang Israel melihat orang Mesir mati terhantar di pantai laut."  (Keluaran 14:30).  Dengan demikian bangsa Israel tidak pernah memiliki jalan untuk kembali lagi ke Mesir.

     Makna rohani di balik peristiwa ini adalah Tuhan ingin umat Israel melupakan Mesir dan fokus menatap ke depan.  Tapi sayang, mereka tak sepenuhnya menutup lembaran masa lalunya, sehingga bayang-bayang kehidupan Mesir tetap saja melekat di hati dan pikiran mereka.  Sekalipun secara fisik mereka sudah tidak lagi berada di Mesir, namun hati dan pikiran mereka masih berada di sana.  Sekalipun Tuhan telah membebaskan mereka dari perbudakannya di Mesir dan menutup jalan untuk kembali ke Mesir, mereka tetap saja bermental budak.  Akibatnya hampir semua orang yang keluar dari Mesir mati di padang gurun sebelum mencapai Tanah Perjanjian.

     Untuk dapat menikmati apa yang Tuhan janjikan kita harus bersedia untuk melepaskan  'jubah budak'  dan mau mengenakan jubah sebagai  'anak', juga mengubah pola pikir dari status sebagai  'budak'  menjadi seorang  'anak', seperti tertulis:  "Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: 'ya Abba, ya Bapa!' Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah."  (Galatia 4:6-7).  Karena itu Tuhan memperingatkan kita untuk tidak lagi menoleh ke belakang  (ayat nas), kembali kepada kehidupan lama.  Selama kita masih dibelenggu oleh masa lalu hidup kita, sulit rasanya untuk kita mencapai Tanah Perjanjian!