Monday, January 28, 2019

KESEIMBANGAN ANTARA DOA DAN KERJA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Januari 2019

Baca:  Markus 1:35-39

"Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana."  Markus 1:35

Ada ungkapan bahasa Latin:  Ora Et Labora  (berdoa dan bekerja).  Ungkapan ini sebagai penegasan bahwa berdoa dan bekerja adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan, saling melengkapi dan ada keseimbangan.  Kita tidak boleh hanya berdoa saja tanpa melakukan sesuatu.  Jadi harus disertai dengan tindakan, usaha atau bekerja.  Sebaliknya kita juga tidak boleh bekerja saja tanpa disertai berdoa, sebab itu artinya kita hidup mengandalkan kekuatan sendiri dan mengesampingkan Tuhan sebagai Sang Pemberi berkat.

     Kristus adalah teladan utama dalam hal berdoa dan bekerja ini:  "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga."  (Yohanes 5:17).  Semasa berada di bumi Kristus begitu giat mengerjakan tugas dari Bapa yaitu melayani jiwa-jiwa:  berkhotbah, memberitakan Injil dari desa ke desa, mengajar, dan menyembuhkan berbagai penyakit dan kelemahan.  Meski disibukkan dengan jadwal pelayanan-Nya yang padat Kristus tak mengabaikan jam-jam doa.  Ia selalu menyediakan waktu secara pribadi untuk berdoa dan bersekutu dengan Bapa.  Jadi ada keseimbangan antara bekerja  (pelayanan)  dan berdoa.  Ayat nas menyatakan bahwa pagi-pagi benar ketika hari masih gelap Kristus pergi ke tempat yang sunyi untuk berdoa.  Ini menunjukkan bahwa Kristus menempatkan hubungan dengan Bapa  (doa)  sebagai hal yang terutama sebelum Ia melakukan segala sesuatu di hari yang baru.  Setelah berdoa barulah Kristus mengajak murid-murid-Nya untuk bekerja memberitakan Injil di seluruh Galilea.

     Bagaimana dengan Saudara?  Di zaman sekarang ini semua orang disibukkan dengan aktivitasnya yang padat:  sibuk dengan pekerjaan di kantor, sibuk dengan pelayanan dan sebagainya.  Sesibuk apa pun jangan sekali-kali Saudara meninggalkan jam-jam doa.  Kita semua diberi waktu yang sama yaitu 24 jam sehari,  "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?"  (Matius 26:40b).  Namun mungkin ada di antara kita yang justru menganggap bahwa doa saja sudah cukup dan tak perlu kita bekerja.  Itu pun salah besar!  "...jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan."  (2 Tesalonika 3:10).

Dengan berdoa, Tuhan memberkati apa pun yang kita kerjakan!

Sunday, January 27, 2019

PEMUDA EUTHIKUS: Bangkit Kembali

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Januari 2019

Baca:  Kisah Para Rasul 20:7-12

"Karena Paulus amat lama berbicara, orang muda itu tidak dapat menahan kantuknya. Akhirnya ia tertidur lelap dan jatuh dari tingkat ketiga ke bawah. Ketika ia diangkat orang, ia sudah mati."  Kisah 20:9b

Pernahkah Saudara mengantuk saat ibadah berlangsung?  Jujur jawabnya:  pernah!  Atau mungkin bukan hanya sekali atau dua kali kita mengantuk, tapi hampir di setiap ibadah kita diserang oleh rasa kantuk yang demikian hebatnya.  Apalagi kalau jam ibadahnya berlangsung pada siang hari dan udara terasa panas, plus cara si hamba Tuhan dalam menyampaikan khotbahnya begitu membosankan dan lama.

     Kantuk  (drowsiness)  adalah keadaan ketika seseorang ingin tidur.  Ada beberapa penyebab kantuk, di antaranya adalah karena kurang istirahat.  Orang dewasa memerlukan waktu tidur sekitar 7-9 jam per hari, dan apabila seorang tidak mendapatkan waktu yang cukup untuk tidur, maka dirinya akan merasa mengantuk pada siang hari.  Penyebab lain adalah pola tidur yang berubah.  Orang dengan profesi yang mengharuskan dirinya bekerja dalam jadwal/shift kerja yang berganti-ganti akan memiliki pola tidur yang tidak tetap pula, sehingga hal itu menyebabkan gangguan irama tubuh atau ritme sirkadian.  Gangguan tersebut bisa menimbulkan perasaan kantuk.  Alkitab juga mencatat ada seorang pemuda yang mengantuk saat mendengarkan khotbah.  Pemuda itu bernama Euthikus, yang  "...duduk di jendela."  (Kisah 20:9a), saat mendengarkan Paulus berkhotbah.  Karena mengantuk, Euthikus sampai terjatuh dari tingkat tiga ke bawah.  "Ketika ia diangkat orang, ia sudah mati."  (ayat nas).  Rasul Paulus merasa bertanggung jawab atas musibah ini, maka ia pun  "...turun ke bawah. Ia merebahkan diri ke atas orang muda itu, mendekapnya, dan berkata: 'Jangan ribut, sebab ia masih hidup.'"  (Kisah 20:10).

     Mengapa Paulus begitu yakin bahwa Euthikus masih hidup?  Dalam hal ini Paulus tidak asal bicara atau berhalusinasi.  Imanlah yang membuat Paulus merasa yakin bahwa pemuda itu hidup dan dapat dibangkitkan lagi.  "...ia masih hidup."  adalah ungkapan iman Paulus.  Iman sanggup menentang alam logika manusia.  Dengan iman Paulus percaya meski segala sesuatunya belum terlihat secara kasat mata.  Terbukti:  Euthikus bangkit kembali.  Itu bukan karena kehebatan Paulus, tapi karena iman yang bekerja di dalamnya.

Iman kepada Kristus sanggup mengalahkan kemustahilan manusia!