Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Januari 2019
Baca: Amos 2:6-16
"Padahal Akulah yang menuntun kamu keluar dari tanah Mesir dan memimpin
kamu empat puluh tahun lamanya di padang gurun, supaya kamu menduduki
negeri orang Amori;" Amos 2:10
Orang Amori (suku Amori) adalah salah satu suku asli di Kanaan. Mereka dikenal memiliki kelebihan dalam hal postur tubuh yaitu tinggi dan kuat seperti raksasa: "...orang Amori, yang tingginya seperti tinggi pohon aras dan yang kuat
seperti pohon tarbantin; Aku telah memunahkan buahnya dari atas dan
akarnya dari bawah." (Amos 2:9). Hal ini juga pernah diungkapkan oleh orang-orang yang diutus Musa untuk mengintai tanah Kanaan. Mereka berkata, "Negeri yang telah kami lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang
memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah
orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya. Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal
dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan
demikian juga mereka terhadap kami." (Bilangan 13:32-33). Sepuluh dari kedua belas pengintai yang diutus Musa itu pun menjadi takut dan gemetar ketika melihat orang-orang raksasa, kecuali Kaleb dan Yosua.
Namun ketika Israel dipimpin Yosua justru mereka mampu mengalahkan raja-raja Amori (Yosua 12:1-6). Luar biasa! Mereka menang bukan karena kekuatan dan kemampuan sendiri, tapi karena Tuhan menyertai mereka dan turut bekerja. Jika Tuhan ada di pihak mereka, bangsa manakah yang sanggup menghadangnya? Sekalipun permasalahan yang Saudara hadapi saat ini begitu besar seperti orang-orang Amori yang tinggi perawakannya seperti raksasa, kita tak perlu takut menghadapinya, karena kita punya Tuhan, yang adalah Jehovah Nissi: dia adalah panji-panji kita, Tuhan berperang ganti kita; dan bersama Tuhan kemenangan pasti dapat kita raih.
Jangan bersikap pesimis dan takut seperti 10 orang pengintai itu, jadilah seperti Kaleb dan Yosua, penuh iman percaya bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang Mahakuasa dan Mahasanggup. Daud pun secara fisik tidak mampu mengalahkan Goliat, raksasa Filistin, tetapi karena Tuhan ada di pihaknya, ia pun tampil sebagai pemenang.
"Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." Roma 8:37
Thursday, January 24, 2019
Wednesday, January 23, 2019
ADA HIKMAH DI BALIK PENDERITAAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Januari 2019
Baca: Ulangan 32:1-14
"Didapati-Nya dia di suatu negeri, di padang gurun, di tengah-tengah ketandusan dan auman padang belantara. Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya." Ulangan 32:10
Alkitab mencatat bahwa Musa adalah seorang pemimpin yang memiliki kelembutan hati, seperti tertulis: "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3). Kelembutan hati Musa benar-benar diuji saat ia memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir.
Sepanjang perjalanan selama 40 tahun di padang gurun Musa harus menghadapi penderitaan yang datang silih berganti, termasuk berhadapan dengan umat Israel yang tegar tengkuk, yang tak henti-hentinya protes, mengomel dan bersungut-sungut seperti berikut ini: "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3). Namun demikian Musa tetap mampu menjaga sikap hatinya untuk tidak mengeluh kepada Tuhan, justru ia bisa bersyukur kepada Tuhan. Bagaimana bisa? Karena Musa mampu melihat sisi positif di balik masalah yang ada.
Musa sadar bahwa penderitaan merupakan cara yang dipakai Tuhan untuk mendidik umat-Nya. "Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya," (Ulangan 32:11). Di atas bukit yang tinggi induk rajawali membuat sarangnya yang terbuat dari ranting kecil berduri yang dilapisi dengan bulu halus dan sejenis tumbuhan kecil yang lembut untuk melindungi telur dan anak-anaknya. Tapi terkadang induk rajawali harus bertindak tegas dengan menggoyangbangkitkan sarang itu sampai tinggal ranting-ranting duri yang tersisa, sehingga si anak harus beranjak dari sarang agar tidak tertusuk duri sambil mengepak-ngepakkan sayapnya di pinggir sarang itu. Karena letih mereka pun terjatuh dari ketinggian, namun secepat kilat induk rajawali itu menopang dengan kepak sayapnya.
Penderitaan yang diijinkan Tuhan pasti mendatangkan kebaikan! Tak perlu takut karena tangan-Nya yang kuat siap menopang!
Baca: Ulangan 32:1-14
"Didapati-Nya dia di suatu negeri, di padang gurun, di tengah-tengah ketandusan dan auman padang belantara. Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya." Ulangan 32:10
Alkitab mencatat bahwa Musa adalah seorang pemimpin yang memiliki kelembutan hati, seperti tertulis: "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3). Kelembutan hati Musa benar-benar diuji saat ia memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir.
Sepanjang perjalanan selama 40 tahun di padang gurun Musa harus menghadapi penderitaan yang datang silih berganti, termasuk berhadapan dengan umat Israel yang tegar tengkuk, yang tak henti-hentinya protes, mengomel dan bersungut-sungut seperti berikut ini: "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3). Namun demikian Musa tetap mampu menjaga sikap hatinya untuk tidak mengeluh kepada Tuhan, justru ia bisa bersyukur kepada Tuhan. Bagaimana bisa? Karena Musa mampu melihat sisi positif di balik masalah yang ada.
Musa sadar bahwa penderitaan merupakan cara yang dipakai Tuhan untuk mendidik umat-Nya. "Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya," (Ulangan 32:11). Di atas bukit yang tinggi induk rajawali membuat sarangnya yang terbuat dari ranting kecil berduri yang dilapisi dengan bulu halus dan sejenis tumbuhan kecil yang lembut untuk melindungi telur dan anak-anaknya. Tapi terkadang induk rajawali harus bertindak tegas dengan menggoyangbangkitkan sarang itu sampai tinggal ranting-ranting duri yang tersisa, sehingga si anak harus beranjak dari sarang agar tidak tertusuk duri sambil mengepak-ngepakkan sayapnya di pinggir sarang itu. Karena letih mereka pun terjatuh dari ketinggian, namun secepat kilat induk rajawali itu menopang dengan kepak sayapnya.
Penderitaan yang diijinkan Tuhan pasti mendatangkan kebaikan! Tak perlu takut karena tangan-Nya yang kuat siap menopang!
Subscribe to:
Posts (Atom)