Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Januari 2019
Baca: Ulangan 32:1-14
"Didapati-Nya dia di suatu negeri, di padang gurun, di tengah-tengah
ketandusan dan auman padang belantara. Dikelilingi-Nya dia dan
diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya." Ulangan 32:10
Alkitab mencatat bahwa Musa adalah seorang pemimpin yang memiliki kelembutan hati, seperti tertulis: "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3). Kelembutan hati Musa benar-benar diuji saat ia memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir.
Sepanjang perjalanan selama 40 tahun di padang gurun Musa harus menghadapi penderitaan yang datang silih berganti, termasuk berhadapan dengan umat Israel yang tegar tengkuk, yang tak henti-hentinya protes, mengomel dan bersungut-sungut seperti berikut ini: "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika
kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang!
Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh
seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3). Namun demikian Musa tetap mampu menjaga sikap hatinya untuk tidak mengeluh kepada Tuhan, justru ia bisa bersyukur kepada Tuhan. Bagaimana bisa? Karena Musa mampu melihat sisi positif di balik masalah yang ada.
Musa sadar bahwa penderitaan merupakan cara yang dipakai Tuhan untuk mendidik umat-Nya. "Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di
atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan
mendukungnya di atas kepaknya," (Ulangan 32:11). Di atas bukit yang tinggi induk rajawali membuat sarangnya yang terbuat dari ranting kecil berduri yang dilapisi dengan bulu halus dan sejenis tumbuhan kecil yang lembut untuk melindungi telur dan anak-anaknya. Tapi terkadang induk rajawali harus bertindak tegas dengan menggoyangbangkitkan sarang itu sampai tinggal ranting-ranting duri yang tersisa, sehingga si anak harus beranjak dari sarang agar tidak tertusuk duri sambil mengepak-ngepakkan sayapnya di pinggir sarang itu. Karena letih mereka pun terjatuh dari ketinggian, namun secepat kilat induk rajawali itu menopang dengan kepak sayapnya.
Penderitaan yang diijinkan Tuhan pasti mendatangkan kebaikan! Tak perlu takut karena tangan-Nya yang kuat siap menopang!
Wednesday, January 23, 2019
Tuesday, January 22, 2019
RASA AMAN DAN TENTERAM YANG SEMU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Januari 2019
Baca: Amos 6:1-14
"Celaka atas orang-orang yang merasa aman di Sion, atas orang-orang yang merasa tenteram di gunung Samaria, atas orang-orang terkemuka dari bangsa yang utama, orang-orang yang kepada mereka kaum Israel biasa datang!" Amos 6:1
Melalui nabi Amos Tuhan memberikan peringatan keras kepada bangsa Israel (Samaria dan Yehuda) yang saat itu sedang terlena dengan zona nyaman. Mereka sudah berpuas diri dengan keberadaan mereka saat itu. Mereka berpikir bahwa keberhasilan secara materi adalah bukti bahwa mereka hidup di bawah berkat Tuhan. Itulah sebabnya mereka merasa aman di Sion dan merasa tenteram di gunung Samaria.
Sion adalah kota yang menjadi pusat peribadatan bagi bangsa Yehuda, tempat di mana mereka biasa melakukan ritual keagamaan dan mempersembahkan korban kepada Tuhan. Mereka berpikir semua yang diperbuatnya itu berkenan di hati Tuhan. Sayang sekali Tuhan sama sekali tidak tertarik dengan ibadah dan persembahan mereka, sebab ibadah mereka tidak lebih dari sekedar ritual agama atau kebiasaan saja, sedangkan hati mereka jauh dari Tuhan. Ibadah dan persembahan tanpa disertai pertobatan hidup tidak ada gunanya, apalagi mereka masih suka menyembah kepada berhala. Jangan pernah mengira bahwa dengan rajin ke gereja, terlibat pelayanan dan memberi persembahan dalam jumlah besar untuk gereja, hati Tuhan langsung disenangkan. Ibadah yang sesungguhnya adalah berkenaan dengan ketaatan kita melakukan kehendak Tuhan: "Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran." (1 Yohanes 2:4).
Samaria adalah pusat kekayaan dan kuasa. Bangsa Israel merasa tenteram karena memiliki kekayaan materi yang melimpah. Firman Tuhan memperingatkan agar kita tidak menyandarkan hidup kita kepada kekayaan, sebab kekayaan adalah sesuatu yang tidak pasti dan mudah lenyap seketika. "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26). Nabi Amos mengingatkan, daripada hidup berbahagia dengan segala kemewahan materi, adalah lebih baik bangsa Israel meratapi dosa-dosanya dan segera bertobat sebelum malapetaka datang menimpa mereka.
Hidup benar di hadapan Tuhan itulah yang memberikan rasa aman dan tenteram!
Baca: Amos 6:1-14
"Celaka atas orang-orang yang merasa aman di Sion, atas orang-orang yang merasa tenteram di gunung Samaria, atas orang-orang terkemuka dari bangsa yang utama, orang-orang yang kepada mereka kaum Israel biasa datang!" Amos 6:1
Melalui nabi Amos Tuhan memberikan peringatan keras kepada bangsa Israel (Samaria dan Yehuda) yang saat itu sedang terlena dengan zona nyaman. Mereka sudah berpuas diri dengan keberadaan mereka saat itu. Mereka berpikir bahwa keberhasilan secara materi adalah bukti bahwa mereka hidup di bawah berkat Tuhan. Itulah sebabnya mereka merasa aman di Sion dan merasa tenteram di gunung Samaria.
Sion adalah kota yang menjadi pusat peribadatan bagi bangsa Yehuda, tempat di mana mereka biasa melakukan ritual keagamaan dan mempersembahkan korban kepada Tuhan. Mereka berpikir semua yang diperbuatnya itu berkenan di hati Tuhan. Sayang sekali Tuhan sama sekali tidak tertarik dengan ibadah dan persembahan mereka, sebab ibadah mereka tidak lebih dari sekedar ritual agama atau kebiasaan saja, sedangkan hati mereka jauh dari Tuhan. Ibadah dan persembahan tanpa disertai pertobatan hidup tidak ada gunanya, apalagi mereka masih suka menyembah kepada berhala. Jangan pernah mengira bahwa dengan rajin ke gereja, terlibat pelayanan dan memberi persembahan dalam jumlah besar untuk gereja, hati Tuhan langsung disenangkan. Ibadah yang sesungguhnya adalah berkenaan dengan ketaatan kita melakukan kehendak Tuhan: "Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran." (1 Yohanes 2:4).
Samaria adalah pusat kekayaan dan kuasa. Bangsa Israel merasa tenteram karena memiliki kekayaan materi yang melimpah. Firman Tuhan memperingatkan agar kita tidak menyandarkan hidup kita kepada kekayaan, sebab kekayaan adalah sesuatu yang tidak pasti dan mudah lenyap seketika. "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26). Nabi Amos mengingatkan, daripada hidup berbahagia dengan segala kemewahan materi, adalah lebih baik bangsa Israel meratapi dosa-dosanya dan segera bertobat sebelum malapetaka datang menimpa mereka.
Hidup benar di hadapan Tuhan itulah yang memberikan rasa aman dan tenteram!
Subscribe to:
Posts (Atom)