Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Januari 2019
Baca: Markus 10:13-16
"Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan
menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang
empunya Kerajaan Allah." Markus 10:14
Salah satu kalimat dalam Doa Bapa kami yang Kristus ajarkan adalah: "datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga." (Matius 6:10). Apa maksudnya? Kristus menghendaki agar setiap orang percaya mengalami Kerajaan Sorga bukan hanya pada saat bertemu Kristus di sorga kelak, tetapi kita juga dapat mengalami Kerajaan Sorga saat kita masih hidup di bumi ini. Ada pun yang menjadi ukuran seseorang dapat dikatakan mengalami Kerajaan Sorga di bumi ini tidak dilihat dari apa yang kasat mata, seperti berlimpahnya materi/kekayaan, rumahnya yang tampak megah, mobilnya yang lebih dari satu, berpangkat atau tingginya status sosial di masyarakat, tetapi kehidupan yang penuh sukacita dan damai sejahtera di segala keadaan, sebab ada tertulis: "...Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus." (Roma 14:17).
Bagaimana caranya agar kita bisa mengalami Kerajaan Sorga di bumi? Tuhan mengajarkan kita untuk menjadi seperti seorang anak kecil. Apa maksudnya? Apakah kita harus berperilaku seperti anak kecil? Bukan itu maksudnya. Menjadi seperti anak kecil bukan berarti menjadi kekanak-kanakan: "Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak." (1 Korintus 13:11a), tetapi kita belajar akan sikap positif yang mereka miliki.
Ada banyak hal yang dapat kita pelajari dari kehidupan seorang anak kecil, di antaranya adalah: 1. Kesederhanaan. Anak kecil itu sederhana, polos, belum tercemar oleh pikiran-pikiran negatif, apa adanya, tidak ada yang dibuat-buat alias tidak munafik. Lawan dari kesederhanaan adalah banyak akal, atau berlaku licik. Tuhan menginginkan kepolosan kita, tidak ada hal yang perlu ditutup-tutupi. Karena itu rasul Paulus menasihati: "Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak dalam pemikiranmu.
Jadilah anak-anak dalam kejahatan, tetapi orang dewasa dalam
pemikiranmu!" (1 Korintus 14:20). Menjadi anak-anak dalam kejahatan berarti tidak turut ambil bagian, mampu menjaga diri atau menjauhkan diri dari segala bentuk kejahatan.
Sunday, January 13, 2019
Saturday, January 12, 2019
TANPA PERTOBATAN TAK BERJUMPA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Januari 2019
Baca: Matius 3:7-12
"Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." Matius 3:8
Pertobatan adalah bagian terpenting dalam kehidupan kekristenan. Kekristenan tanpa disertai dengan pertobatan hidup adalah sia-sia, tak ada arti apa-apa di pemandangan mata Tuhan. Karena itu Yohanes Pembaptis menegur keras orang-orang Farisi dan Saduki yang datang kepadanya untuk dibaptis. Mengapa? Karena ibadah dan pelayanan yang mereka jalankan itu tak lebih dari sekedar kegiatan agamawi semata. Sekalipun mereka tampak mahir dan fasih tentang Hukum Taurat, tapi mereka sendiri tidak melakukan Taurat tersebut; dan kalau pun mereka tampak giat beribadah dan melayani, itu dilakukan dengan suatu tendensi atau motivasi yang terselubung, yaitu supaya dilihat orang dan beroleh pujian dan penghormatan dari manusia (Matius 23:5-7).
Tuhan menyebut orang-orang seperti itu sebagai orang-orang yang munafik. Menurut kamus bahasa Indonesia kata munafik memiliki makna: bermuka dua; perkataan berbeda dengan isi hati; berpura-pura percaya atau setia kepada agama, tetapi sebenarnya di hatinya tidak; suka (selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya. Tuhan pun mengibaratkan keberadaan mereka "...seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran." (Matius 23:27). Ini menjadi peringatan keras bagi semua orang percaya! Apakah selama ini ibadah dan pelayanan yang kita lakukan tak lebih dari sekedar rutinitas mingguan saja? Jika ibadah dan pelayanan kita seperti itu, mustahil kita mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan.
Tanda bahwa seseorang mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan adalah perubahan hidup (pertobatan) yaitu dihasilkannya buah Roh: "...kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu." (Galatia 5:22-23), sebab dari buahnya saja setiap kita dapat dikenali (Matius 12:33). Sehebat apa pun pelayanan seseorang di atas mimbar, atau serajin apa pun ia beribadah di gereja, jika tidak ada buah pertobatan dalam kehidupan sehari-hari, semua akan terlihat palsu di hadapan Tuhan.
Yang Tuhan kehendaki adalah kita menjadi pelaku firman! Jika tidak, pada saatnya nanti Tuhan akan menolak kita: "Aku tidak pernah mengenal kamu!" Matius 7:23
Baca: Matius 3:7-12
"Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." Matius 3:8
Pertobatan adalah bagian terpenting dalam kehidupan kekristenan. Kekristenan tanpa disertai dengan pertobatan hidup adalah sia-sia, tak ada arti apa-apa di pemandangan mata Tuhan. Karena itu Yohanes Pembaptis menegur keras orang-orang Farisi dan Saduki yang datang kepadanya untuk dibaptis. Mengapa? Karena ibadah dan pelayanan yang mereka jalankan itu tak lebih dari sekedar kegiatan agamawi semata. Sekalipun mereka tampak mahir dan fasih tentang Hukum Taurat, tapi mereka sendiri tidak melakukan Taurat tersebut; dan kalau pun mereka tampak giat beribadah dan melayani, itu dilakukan dengan suatu tendensi atau motivasi yang terselubung, yaitu supaya dilihat orang dan beroleh pujian dan penghormatan dari manusia (Matius 23:5-7).
Tuhan menyebut orang-orang seperti itu sebagai orang-orang yang munafik. Menurut kamus bahasa Indonesia kata munafik memiliki makna: bermuka dua; perkataan berbeda dengan isi hati; berpura-pura percaya atau setia kepada agama, tetapi sebenarnya di hatinya tidak; suka (selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya. Tuhan pun mengibaratkan keberadaan mereka "...seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran." (Matius 23:27). Ini menjadi peringatan keras bagi semua orang percaya! Apakah selama ini ibadah dan pelayanan yang kita lakukan tak lebih dari sekedar rutinitas mingguan saja? Jika ibadah dan pelayanan kita seperti itu, mustahil kita mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan.
Tanda bahwa seseorang mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan adalah perubahan hidup (pertobatan) yaitu dihasilkannya buah Roh: "...kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu." (Galatia 5:22-23), sebab dari buahnya saja setiap kita dapat dikenali (Matius 12:33). Sehebat apa pun pelayanan seseorang di atas mimbar, atau serajin apa pun ia beribadah di gereja, jika tidak ada buah pertobatan dalam kehidupan sehari-hari, semua akan terlihat palsu di hadapan Tuhan.
Yang Tuhan kehendaki adalah kita menjadi pelaku firman! Jika tidak, pada saatnya nanti Tuhan akan menolak kita: "Aku tidak pernah mengenal kamu!" Matius 7:23
Subscribe to:
Posts (Atom)