Friday, November 30, 2018

LATIHAN KERAS: Kunci Keberhasilan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 November 2018

Baca:  1 Timotius 4:1-10

"Latihlah dirimu beribadah.  Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang."  1 Timotius 4:7b, 8

Lalu Muhammad Zohri, pria kelahiran 1 Juli 2000 di Lombok (NTB), beberapa waktu yang lalu telah menjadi perbincangan di negeri ini dan dunia karena torehan prestasinya, yaitu meraih medali emas lari nomor 100 meter putera pada Kejuaraan Dunia atletik U-20 di Finlandia  (11/7/2018).  Berdasarkan catatan resmi Asosiasi Internasional Federasi Atletik  (IAAF), dalam 32 tahun penyelenggaraan, ini merupan sejarah baru bagi Indonesia.  Sebulan sebelumnya Zohri juga berhasil meraih medali emas di nomor yang sama pada kejuaraan atletik Asia Yunior di Gifu  (Jepang).  Luar biasa!

     Seseorang tidak akan bisa menjadi atlet yang hebat dan berprestasi tanpa berlatih dengan keras!  Demikian juga dalam kehidupan rohani dan pelayanan diperlukan latihan yang keras.  Rasul Paulus mengibaratkan dirinya sebagai seorang pelari dan petinju yang berlatih sedemikian rupa dengan tujuan agar hidup dan pelayanannya berkenan kepada Tuhan.  "Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak."  (1 Korintus 9:26-27).  Latihan keras ini berbicara tentang penyangkalan diri terhadap segala keinginan daging atau kesenangan lahiriah yang dapat menghambat kemajuan rohaninya dan juga pelayanannya.  "...kami menanggung segala sesuatu, supaya jangan kami mengadakan rintangan bagi pemberitaan Injil Kristus."  (1 Korintus 9:12b).

     Rasul Paulus berharap agar Timotius mengikuti jejak hidupnya, karena itu ia menasihati Timotius untuk melatih diri dalam hal ibadah.  Ibadah yang bukan hanya sebatas rutinitas atau kegiatan agamawi, tapi ibadah yang disertai dengan hati yang takut akan Tuhan, dengan mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Tuhan  (Roma 12:1).

Ibadah yang disertai penyangkalan diri terhadap segala kedagingan perlu latihan keras.  Ada harga yang harus dibayar agar ibadah kita dikenan Tuhan!

Thursday, November 29, 2018

MENGASIHI TUHAN LEBIH DARI SEGALA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 November 2018

Baca:  Kejadian 22:1-19

"Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu."  Kejadian 22:2

Abraham dikenal sebagai bapa orang beriman.  Sebutan ini tidak serta merta disematkan pada Abraham tanpa melalui proses.  Kualitas iman percaya Abraham kepada Tuhan harus melewati ujian demi ujian.  Salah satu ujian terberat adalah ketika Tuhan memintanya mempersembahkan Ishak sebagai korban bakaran.  Ishak adalah anak yang sangat dinanti-nantikan Abraham dan Sara dalam kurun waktu yang cukup lama.  Saat itulah Abraham dihadapkan pada pilihan yang tak mudah:  taat kepada Tuhan dengan mempersembahkan anak semata wayangnya, atau mempertahankan anak demi egonya sendiri.

     Abraham lulus dari ujian terhadap imannya tersebut, di mana ia memilih untuk taat kepada kehendak Tuhan dengan mempersembahkan Ishak, bukti bahwa ia mengasihi Tuhan lebih dari segala-galanya, bukti bahwa ia menempatkan Tuhan sebagai yang terutama dalam hidupnya.  Berkatalah malaikat Tuhan kepada Abraham,  "...sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku."  (Kejadian 22:12).

     Hidup kekristenan adalah hidup yang tak luput dari proses ujian.  Tak selamanya perahu hidup kita berlayar di lautan yang tenang, tapi adakalanya perahu itu harus melewati ganasnya ombak, gelombang, juga terpaan angin ribut yang dapat menenggelamkan perahu kita.  Juga terkadang kita harus melewati hari-hari serasa di padang gurun.  Saat itulah iman kita sedang diuji.  Bersungut-sungut, mengeluh, mengomelkah kita seperti yang biasa dilakukan bangsa Israel, ataukah kita tetap memantapkan iman dan memilih tetap mengasihi Tuhan lebih dari apa pun?  Proses ujian yang dialami bangsa Israel di padang gurun membawanya kepada pengalaman hidup yang luar biasa, sebab di sanalah mujizat dan pekerjaan-pekerjaan Tuhan yang dahsyat dinyatakan.  Tanpa ujian, iman seseorang takkan mengalami pertumbuhan.  Ujian terhadap iman akan membuktikan diri kita yang sebenarnya di hadapan Tuhan.

Tuhan memakai setiap proses demi proses untuk mengetahui kadar kasih kita kepada-Nya.