Wednesday, November 21, 2018

PIALA MILIK SANG PEMENANG

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 November 2018

Baca:  Mazmur 116:1-19

"Aku akan mengangkat piala keselamatan, dan akan menyerukan nama TUHAN,"  Mazmur 116:13

Berbicara tentang  'piala'  pikiran kita pasti tertuju pada seseorang yang sedang berada di atas podium juara, seseorang yang telah memenangkan sebuah pertandingan.  'Piala'  adalah cawan berkaki dibuat dari emas, perak dan sebagainya, dipakai sebagai tempat minum raja-raja dan orang-orang besar;  atau cawan berkaki dan kadang bertelinga, biasanya diberi tulisan sebagai tanda peringatan, terbuat dari emas, perak dan sebagainya, dipakai sebagai hadiah bagi para pemenang perlombaan.  Dua jenis piala:  1.  Piala bergilir, diperebutkan dalam pertandingan yang diadakan setahun sekali atau lebih, dan diberikan secara bergilir kepada pemenang selama masa pertandingan yang satu ke pertandingan berikutnya  (jika pada pertandingan berikutnya pemenang terdahulu kalah, ia harus melepaskan piala itu).  2.  Piala tetap, menjadi milik pemenang selamanya.

     Memperoleh piala adalah impian semua olahragawan yang berlaga di sebuah pertandingan.  Itulah yang menjadi motivasi, penggerak, pendorong dan penyemangat baginya untuk berjuang all out di lapangan.  Kehidupan kekristenan pun adalah sebuah arena pertandingan iman.  Oleh karena itu  "...marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita."  (Ibrani 12:1).  Yang tak boleh dilupakan adalah, setiap pertandingan membutuhkan perjuangan dan pengorbanan.  Jadi ada harga yang harus dibayar jika kita ingin mendapatkan piala, karena piala tidak pernah diberikan secara gratis atau cuma-cuma, tapi harus diupayakan, butuh kerja keras, semangat dan pantang menyerah.  Tidak ada istilah santai atau leha-leha!  Dalam pertandingan ada aturan-aturan yang harus ditaati oleh para peserta lomba.  Jika kita melanggar aturan tersebut kita akan terkena diskualifikasi.

     Dalam pertandingan iman kita pun harus taat kepada aturan Tuhan yaitu firman Tuhan.  "...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak."  (1 Korintus 9:27).

Piala tersedia bagi orang yang mampu menyelesaikan pertandingan sampai garis akhir dan hidup sesuai aturan Tuhan!

Tuesday, November 20, 2018

SEPERTI BURUNG MERPATI (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 November 2018

Baca:  Mazmur 68:1-36

"Maukah kamu berbaring di antara kandang-kandang? Sayap-sayap merpati bersalut dengan perak, bulu kepaknya dengan emas berkilau-kilauan."  Mazmur 68:14

Burung merpati adalah burung yang sangat jinak, mengenali dengan baik siapa yang memeliharanya, dan tak mau tinggal jauh dari rumahnya.  Jinak berarti tidak liar dan tidak gampang memberontak.  Ini berbicara tentang penundukan diri!  Menundukkan diri kepada Tuhan berarti tidak mudah memberontak, mau dibentuk oleh firman-Nya dan mau dipimpin oleh Roh Kudus.  Sebagaimana merpati dapat mengenali dengan baik siapa yang memeliharanya, kita pun harus semakin mengenal pribadi Tuhan yang benar.  Kata  'mengenal'  disini memiliki makna:  memiliki hubungan yang intim atau persekutuan yang karib dengan Tuhan.  Sejauh apa pun burung itu dibawa pergi, matanya akan tetap tertuju pada tempat atau rumah di mana ia dipelihara oleh pemiliknya.

     Sebagai merpatinya Tuhan, adakah kita memiliki kerinduan yang besar untuk selalu tinggal dekat Tuhan dan berada di rumah Bapa?  "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah."  (Mazmur 42:2),  "Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik."  (Mazmur 84:11).  Satu hal istimewa dari seekor merpati ia tidak memiliki kantong empedu, yang berarti tak pernah menyimpan kepahitan, sakit hati atau pun dendam.  Itulah sebabnya burung merpati dikenal sebagai burung yang memiliki ketulusan dan kemurnian.  Betapa banyak orang Kristen yang sekalipun sudah aktif melayani Tuhan, hatinya masih dipenuh dengan kotoran:  sakit hati, kepahitan, dendam, benci, tak bisa mengampuni dan masih banyak lagi.  Rasul Paulus memperingatkan:  "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan."  (Efesus 4:31).

     Burung merpati selalu mencari tempat yang tenang.  Dunia ini penuh dengan hiruk-pikuk dan gelora, tak ada ketenangan disana.  Hanya dekat Tuhan saja kita akan merasa tenang  (Mazmur 62:2).  Ingat!  "Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa."  (1 Petrus 4:7).

Miliki kerinduan untuk selalu dekat dengan rumah Bapa, seperti burung merpati!