Saturday, September 29, 2018

SAHABAT TUHAN: Mengasihi Saudara dan Musuh

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 September 2018

Baca:  Yohanes 15:9-17

"...Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku."  Yohanes 15:15

Tuhan berkata,  "Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu."  (Yohanes 15:14).  Apa perintah-Nya?  "Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain."  (Yohanes 15:17).

     Daud tak bersukacita atas kematian Saul, terbukti ketika Saul dan Yonatan gugur di medan pertempuran ia sangat terpukul dan sedih hati:  "Lalu Daud memegang pakaiannya dan mengoyakkannya; dan semua orang yang bersama-sama dengan dia berbuat demikian juga. Dan mereka meratap, menangis dan berpuasa sampai matahari terbenam karena Saul, karena Yonatan, anaknya, karena umat TUHAN dan karena kaum Israel, sebab mereka telah gugur oleh pedang."  (2 Samuel 1:11-12).  Meski Yonatan sudah mati Daud tetap menunjukkan kesetiaan dan tetap memegang teguh perjanjian yang pernah diucapkan kepada sahabatnya itu  (1 Samuel 20:14-17).  Tak mudah menemukan orang yang setia.  "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;"  (Amsal 19:22).  Daud berjanji untuk memelihara keluarga sahabatnya dan janji itu ditepatinya.  Daud bertanya kepada hamba keluarga Saul yaitu Ziba:  "'Tidak adakah lagi orang yang tinggal dari keluarga Saul? Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang dari Allah.' Lalu berkatalah Ziba kepada raja: 'Masih ada seorang anak laki-laki Yonatan, yang cacat kakinya.'"  (2 Samuel 9:3).  Anak Yonatan  (cucu Saul) yang bernama Mefiboset itu pun menghadap raja Daud.  Berkatalah Daud kepadanya,  "'Janganlah takut, sebab aku pasti akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan, ayahmu; aku akan mengembalikan kepadamu segala ladang Saul, nenekmu, dan engkau akan tetap makan sehidangan dengan aku.' Lalu sujudlah Mefiboset dan berkata: 'Apakah hambamu ini, sehingga engkau menghiraukan anjing mati seperti aku?'"  (2 Samuel 9:7-8).

     Ini gambaran tentang kasih Bapa!  Kita dilayakkan masuk dalam kerajaan-Nya semata-mata karena Kristus.  Dapat makan sehidangan di meja Raja, padahal kita timpang dan hina, bagaikan anjing mati, tapi sudah diangkat menjadi anak-anak kerajaan-Nya!

"Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah,"  1 Yohanes 3:1a

Friday, September 28, 2018

KEKUATIRAN YANG TAK BERALASAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 September 2018

Baca:  1 Samuel 27:1-2

"Bagaimanapun juga pada suatu hari aku akan binasa oleh tangan Saul. Jadi tidak ada yang lebih baik bagiku selain meluputkan diri dengan segera ke negeri orang Filistin;"  1 Samuel 27:1

Alkitab mencatat bahwa sejak Daud mampu mengalahkan Goliat timbullah kebencian dan iri hati dalam diri Saul terhadapnya.  Berbagai upaya dilakukan Saul untuk dapat menghabisi nyawa Daud, tapi selalu berujung pada kegagalan.  Sebaliknya Daud punya kesempatan sebanyak 2 kali untuk membunuh Saul, tapi tak dilakukannya.  Berkatalah Saul kepada Daud,  "'Diberkatilah kiranya engkau, anakku Daud. Apa juapun yang kauperbuat, pastilah engkau sanggup melakukannya.' Lalu pergilah Daud meneruskan perjalanannya dan pulanglah Saul ke tempatnya."  (1 Samuel 26:25).

     Daud sangat percaya bahwa Tuhan tak pernah melepaskan tangan-Nya untuk selalu menopang hidupnya, dan Ia berkuasa untuk melepaskannya dari tangan Saul.  Namun ayat nas di atas mengindikasikan bahwa Daud sedang mengalami keruntuhan iman sehingga kekuatiran membayangi langkahnya.  Ia pun memutuskan untuk lari ke negeri orang Filistin.  Mengapa?  Karena ia terus membayangkan hal-hal yang buruk itu terjadi.  Daud lupa akan kedahsyatan kuasa Tuhan yang berulangkali sanggup melepaskannya dari rancangan-rancangan jahat manusia dan juga melepaskannya dari binatang buas, saat ia masih menggembalakan kambing domba.  Demikian pula dalam hidup ini, seringkali kita menguatirkan sesuatu yang buruk terjadi.  Kita membiarkan hati dan pikiran kita dibelenggu oleh kekuatiran yang sedemikian menyiksa.

     Ahli kejiwaan meneliti dan mendeskripsikan tetang kekuatiran:  40% kekuatiran manusia adalah mengenai hal-hal yang tidak terjadi, 30% mengenai hal yang sudah terjadi, 12% mengenai kesehatan, dan 10% mengenai keresehan sehari-hari.  Jadi 92% kekuatiran kita sesungguhnya tidak berdasar pada alasan yang kuat.  Kekuatiran itu ibarat kursi goyang yang tidak akan membawa kita ke mana-mana dan tidak akan mengubah keadaan kita.  Belenggu kekuatiran inilah yang membawa Daud kehilangan akal sehatnya dengan mencari pertolongan ke negeri orang Filistin.

"Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah."  Mazmur 55:23