Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 September 2018
Baca: Keluaran 31:1-11
"Lihat, telah Kutunjuk Bezaleel bin Uri bin Hur, dari suku Yehuda, dan telah Kupenuhi dia dengan Roh Allah, dengan keahlian dan pengertian dan pengetahuan, dalam segala macam pekerjaan," Keluaran 31:2-3
Tuhan menghendaki anak-anak-Nya memiliki kualitas hidup yang berbeda dengan dunia! Karena itu firman-Nya mengajar kita untuk melakukan setiap pekerjaan dengan kualitas yang terbaik, bukan secara asal-asalan, sehingga mencapai hasil yang maksimal. Alkitab mengajar kita untuk melakukan setiap pekerjaan dengan kualitas yang terbaik. Jadi, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan
bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya." (Kolose 3:23-24). Kita diperintahkan untuk bekerja dengan sebaik mungkin tanpa memandang jenis pekerjaannya. Ini firman Tuhan, bukan perkataan manusia!
Ada dua orang yang dipilih Tuhan untuk terlibat dalam proses pembangunan Kemah Suci dan segala kelengkapannya, yaitu Bezaleel dan Aholiab. Bezaleel orang yang ahli dalam hal benda-benda berharga dan perhiasan-perhiasan, termasuk ukiran-ukiran. Aholiab adalah seorang yang ahli dalam hal pembuatan perkakas-perkakas, pakaian dan juga kelengkapan para imam dan orang Lewi. Tuhan berkenan memenuhi mereka dengan Roh-Nya. Pengertian 'dipenuhi dengan Roh Tuhan' artinya: diperlengkapi dan diberi kemampuan rohani untuk pelayanan khusus bagi Tuhan: "...untuk membuat berbagai rancangan supaya dikerjakan dari emas, perak dan tembaga;" (Keluaran 31:4) dan "...untuk mengasah batu permata supaya ditatah; untuk mengukir kayu dan untuk bekerja dalam segala macam pekerjaan." (Keluaran 31:5).
Untuk dapat melakukan pekerjaan dengan kualitas yang terbaik kita harus selalu melibatkan Tuhan dan meminta tuntunan-Nya. Dalam praktek hidup sehari-hari kita sering merasa diri mampu, hebat, pintar dan berpengalaman, sehingga kita merasa tak membutuhkan campur tangan Tuhan. Namun, begitu kita menuai kegagalan atau hasil yang diraih tak seperti yang diharapkan, kita langsung marah dan menyalahkan Tuhan.
"Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." Zakharia 4:6a
Tuesday, September 11, 2018
Monday, September 10, 2018
MENYERAH ATAU TERUS MEMBERONTAK
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 September 2018
Baca: Yeremia 6:1-26
"Ambillah tempatmu di jalan-jalan dan lihatlah, tanyakanlah jalan-jalan yang dahulu kala, di manakah jalan yang baik, tempuhlah itu, dengan demikian jiwamu mendapat ketenangan. Tetapi mereka berkata: Kami tidak mau menempuhnya!" Yeremia 6:16
Sejak dahulu, jalan dan kehendak manusia selalu berlawanan dengan jalan dan kehendak Tuhan. Manusia lebih memilih untuk mengikuti jalan dan kehendaknya sendiri daripada harus tunduk kepada kehendak Tuhan dan mengikuti jalan-Nya.
Tuhan mengutus Yeremia untuk memperingatkan dan menegur bangsa Israel untuk segera bertobat dari pemberontakannya. Respons umat Israel apa? Mereka tetap saja mengeraskan hati dan tak mau menempuh jalan yang Tuhan tunjukkan. "Kami tidak mau menempuhnya!" (Yeremia 6:16b). Itulah manusia! Seharusnya manusia membuka hatinya untuk setiap peringatan dan teguran Tuhan, sebab peringatan dan teguran Tuhan menuntun manusia kepada kehidupan, seperti tertulis: "Orang yang mengarahkan telinga kepada teguran yang membawa kepada kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak. Siapa mengabaikan didikan membuang dirinya sendiri," (Amsal 15:31-32). Tetapi, manusia menolak perdamaian yang diberikan Tuhan dan dengan congkaknya mereka mau berjalan menurut kehendaknya sendiri. Rasul Paulus memaparkan dengan jelas kekerasan hati manusia terhadap Penciptanya. "...jalan damai tidak mereka kenal; rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu." (Roma 3:17-18) dan "...karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas:" (Roma 1:28).
Manusia telah memilih jalan permusuhan dengan Tuhan, dan bahkan mereka membenci Tuhan. "Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua," (Roma 1:30). Dalam pemikiran kita, pastilah Tuhan akan menumpas setiap orang yang terus saja memberontak kepada-Nya. Namun, karena kasih-Nya yang tak terbatas, Tuhan tetap mau menyambut manusia yang mau datang kepada-Nya dengan tangan yang terbuka. Tuhan sabar terhadap manusia, karena Ia tidak menghendaki kita binasa! (2 Petrus 3:9).
Kesempatan telah diberikan Bapa kepada manusia, tapi keputusan tetap ada pada diri kita: menyerah atau tetap memberontak?
Baca: Yeremia 6:1-26
"Ambillah tempatmu di jalan-jalan dan lihatlah, tanyakanlah jalan-jalan yang dahulu kala, di manakah jalan yang baik, tempuhlah itu, dengan demikian jiwamu mendapat ketenangan. Tetapi mereka berkata: Kami tidak mau menempuhnya!" Yeremia 6:16
Sejak dahulu, jalan dan kehendak manusia selalu berlawanan dengan jalan dan kehendak Tuhan. Manusia lebih memilih untuk mengikuti jalan dan kehendaknya sendiri daripada harus tunduk kepada kehendak Tuhan dan mengikuti jalan-Nya.
Tuhan mengutus Yeremia untuk memperingatkan dan menegur bangsa Israel untuk segera bertobat dari pemberontakannya. Respons umat Israel apa? Mereka tetap saja mengeraskan hati dan tak mau menempuh jalan yang Tuhan tunjukkan. "Kami tidak mau menempuhnya!" (Yeremia 6:16b). Itulah manusia! Seharusnya manusia membuka hatinya untuk setiap peringatan dan teguran Tuhan, sebab peringatan dan teguran Tuhan menuntun manusia kepada kehidupan, seperti tertulis: "Orang yang mengarahkan telinga kepada teguran yang membawa kepada kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak. Siapa mengabaikan didikan membuang dirinya sendiri," (Amsal 15:31-32). Tetapi, manusia menolak perdamaian yang diberikan Tuhan dan dengan congkaknya mereka mau berjalan menurut kehendaknya sendiri. Rasul Paulus memaparkan dengan jelas kekerasan hati manusia terhadap Penciptanya. "...jalan damai tidak mereka kenal; rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu." (Roma 3:17-18) dan "...karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas:" (Roma 1:28).
Manusia telah memilih jalan permusuhan dengan Tuhan, dan bahkan mereka membenci Tuhan. "Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua," (Roma 1:30). Dalam pemikiran kita, pastilah Tuhan akan menumpas setiap orang yang terus saja memberontak kepada-Nya. Namun, karena kasih-Nya yang tak terbatas, Tuhan tetap mau menyambut manusia yang mau datang kepada-Nya dengan tangan yang terbuka. Tuhan sabar terhadap manusia, karena Ia tidak menghendaki kita binasa! (2 Petrus 3:9).
Kesempatan telah diberikan Bapa kepada manusia, tapi keputusan tetap ada pada diri kita: menyerah atau tetap memberontak?
Subscribe to:
Posts (Atom)