Friday, September 7, 2018

MANDAT SHEMA BAGI ORANGTUA (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 September 2018

Baca:  Ulangan 6:1-25

"Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun."  Ulangan 6:6-7

Mengajar bukan semata-mata tugas guru atau dosen, tapi orangtua pun memiliki tugas yang sama.  Dalam kaitannya dengan pengajaran dalam rumah tangga, orangtua berperan sebagai guru dan anak-anak sebagai murid.  Apa yang orangtua harus ajarkan kepada anak-anaknya?  Orangtua harus mengajarkan firman Tuhan kepada anak-anaknya untuk didengar, diterima, dimengerti dan dilakukan.  Pengajaran ini bersifat informal.  Meskipun demikian ini merupakan pelajaran yang pertama dan terutama.  Disebut pertama, karena anak-anak untuk pertama kali menerima pengajaran;  dan disebut utama, karena proses pendidikan dalam rumah tangga ini mendasari dan bahkan menentukan keberhasilan pengajaran sesudahnya.  Kualitas hidup si anak sangat bergantung pada kualitas pengajaran dalam rumah tangga masing-masing.

     Inilah yang disebut mandat shema, suatu tugas yang Tuhan percayakan kepada orangtua untuk menjadi pengajar bagi anak-anaknya dalam hal kerohanian.  Shema dapat dikatakan sebagai tugas yang dimiliki oleh orangtua untuk membentuk kepribadian anak-anak sesuai dengan kehendak Tuhan.  Bagi bangsa Israel shema ini merupakan perintah wajib yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.  Inti dari pengajaran ini adalah orangtua harus menanamkan sikap hati yang takut akan Tuhan.  "supaya seumur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan TUHAN, Allahmu, dan berpegang pada segala ketetapan dan perintah-Nya..."  (Ulangan 6:2).  Takut akan Tuhan ini bukan sekedar sebuah doktrin Alkitabiah, tapi harus menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari.

     Ketika orang memiliki hati yang takut akan Tuhan maka ia akan mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan segenap jiwa dan segenap kekuatan  (Keluaran 6:5)  dan berkomitmen untuk membenci dosa dan menjauhkan diri dari segala kejahatan.  Jika  'takut akan Tuhan'  ini sudah tertanam dan mengakar kuat di dalam diri anak-anak sedari awal, tidak ada yang patut dikuatirkan oleh orangtua, sebab takut akan Tuhan adalah kunci utama untuk mengalami penggenapan janji-janji Tuhan dalam hidup ini.

Thursday, September 6, 2018

APAKAH HATIMU MASIH DI MESIR? (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 September 2018

Baca:  Yesaya 52:1-12

"Menjauhlah, menjauhlah! Keluarlah dari sana! Janganlah engkau kena kepada yang najis! Keluarlah dari tengah-tengahnya, sucikanlah dirimu,..."  Yesaya 52:11

Nama  'Yesaya'  berarti Tuhan adalah keselamatan.  Melalui hamba-Nya ini Tuhan hendak menegaskan kepada umat-Nya bahwa keselamatan itu hanya datang dari Tuhan, bukan dari yang lain.  Di tengah keadaan yang sepertinya tiada harapan.  Yesaya membawa kabar sukacita dan penuh pengharapan dari Tuhan yaitu pembebasan dari pembuangan di Babel dan membawa mereka kembali ke Yerusalem untuk memulai suatu hidup baru.

     Peristiwa keluarnya umat Tuhan dari Babel, seperti halnya keluarnya umat dari Mesir, menggambarkan kelepasan dari dunia dan segala sesuatu yang najis.  Sebagai umat tebusan Tuhan, kita diperintahkan untuk menahirkan diri dari segala yang najis.  Sekalipun telah ditebus oleh darah Kristus, tapi bila kita sendiri tak mau keluar meninggalkan  'dunia'  maka sulit bagi kita untuk menyucikan diri.  Dengan tegas, firman Tuhan memerintahkan kita untuk tidak lagi berkompromi dengan dosa.  "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu. Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan..."  (2 Korintus 6:17-18).  Tuhan tidak begitu saja memerintahkan umat-Nya keluar dan memisahkan diri dari dunia, tapi Dia juga memberikan suatu jaminan yang luar biasa yaitu  "...Aku akan menjadi Bapamu...";  dan  "...jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya."  (Matius 7:11).

     Banyak umat Tuhan secara fisik sudah berada di luar Mesir, tetapi sebenarnya hati mereka masih terpaut dan melekat erat di sana.  Mereka tak menghiraukan seruan Tuhan untuk tidak menjamah apa yang najis.  Menjamah yang najis bukan sebatas dosa perzinahan secara fisik atau hal-hal yang cemar, tapi termasuk perzinahan rohani.  Karena itu  "Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu."  (1 Yohanes 2:15).

Meninggalkan dunia dengan segala kenikmatannya adalah kehendak Tuhan bagi kita umat tebusan-Nya!