Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Agustus 2018
Baca: 2 Tawarikh 29:3-36
"Dengarlah, hai orang-orang Lewi! Sekarang kuduskanlah dirimu dan
kuduskanlah rumah TUHAN, Allah nenek moyangmu! Keluarkanlah kecemaran
dari tempat kudus!" 2 Tawarikh 29:5
Hizkia adalah salah satu raja yang sangat terkenal karena kesalehan hidupnya dan juga kiprah politiknya yang mumpuni. "...berumur dua puluh lima tahun pada waktu ia menjadi raja dan dua puluh sembilan tahun lamanya ia memerintah di Yerusalem." (2 Tawarikh 29:1). Nama 'Hizkia' memiliki arti: Tuhan adalah kekuatanku. Sesuai dengan namanya, ia adalah seorang raja yang hidup mengandalkan Tuhan dan menempatkan Dia sebagai yang terutama dalam hidup. Itulah yang menjadi kunci keberhasilan hidupnya!
Bukti bahwa Hizkia menempatkan Tuhan sebagai yang utama adalah tindakan tegasnya untuk memusnakan semua bukit pengorbanan, tugu-tugu berhala, dan termasuk juga ular tembaga Musa yang diberhalakan. Lalu ia juga memerintahkan orang-orang Lewi untuk menahirkan rumah Tuhan dan memerintahkan seluruh bangsanya untuk menghormati rumah Tuhan. Bisa dikatakan ia benar-benar telah melakukan reformasi rohani besar-besaran atas bangsanya, sehingga terjadi hujan pertobatan. Alkitab pun menyatakan: "Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN, tepat seperti yang dilakukan Daud, bapa leluhurnya." (2 Tawarikh 29:2), sehingga "...TUHAN menyertai dia; ke manapun juga ia pergi berperang, ia beruntung." (2 Raja-Raja 18:7).
Kita pun harus menempatkan Tuhan sebagai prioritas utama dalam hidup ini dan menunjukkan sikap penuh hormat terhadap bait-Nya yang kudus. Bila kita benar-benar menghormati Tuhan, sikap kita pun akan hormat ketika berada di bait-Nya. Perlu diketahui bahwa bait Tuhan itu tidak hanya terbatas pada gedung gereja dalam wujud fisik, tetapi Alkitab menegaskan: "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan
membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah
kamu." (1 Korintus 3:16-17). Sebagai bait Tuhan kita harus menghormati tubuh kita yaitu tidak melakukan hal-hal yang cemar, sebab Tuhan memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus (1 Tesalonika 4:7).
Hidup dalam kecemaran adalah tanda orang tidak menghormati bait Tuhan!
Thursday, August 30, 2018
Wednesday, August 29, 2018
MERASA KECIL DI TENGAH RAKSASA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Agustus 2018
Baca: Bilangan 13:1-13
"Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." Bilangan 13:33
Sadar atau tidak, ada banyak orang percaya yang selalu terpaku pada kehidupan di masa lalu. Padahal masa lalu adalah sesuatu yang sudah lewat, yang tak mungkin terulang kembali. Seharusnya kita fokus pada hari ini sebagai persiapan untuk menatap masa depan, yang jauh lebih penting daripada masa lampau. Hari depan membuka banyak kesempatan bagi kita dalam hal perkembangan dan perbaikan hidup di dalam Tuhan.
Untuk mencapai kemajuan dalam hidup kekristenan (kedewasaan iman) kita harus belajar dari masa lalu dengan segala kegagalannya, tapi kita tak boleh dipengaruhi oleh masa lalu itu. Selama kita masih dipengaruhi dan bergantung pada masa lalu, sulit bagi kita untuk memperoleh kemajuan yang berarti, sebab memori kita selalu melekat pada masa lalu. Mengapa? Karena yang seringkali melekat di memori kita adalah hal-hal negatif, sehingga bayang-bayang ketakutan dan kegagalan tersebut menciptakan rasa takut dan rasa enggan melangkah ke depan. Patut kita teladani rasul Paulus yang berkata, "...ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14).
Musa mengutus dua belas orang pengintai tanah Kanaan. "Sesudah lewat empat puluh hari pulanglah mereka dari pengintaian negeri itu," (Bilangan 13:25). Sepuluh orang memberikan laporan negatif dan merasa takut untuk kembali masuk ke negeri itu, karena pikiran mereka dipenuhi hal-hal negatif, merasa diri kecil seperti belalang, sementara penduduk negeri itu besar-besar seperti raksasa. Itulah yang terus membayangi pikiran mereka. Akhirnya mereka gagal dan tak menikmati tanah Kanaan yang berlimpah air susu dan madu, karena menyelesaikan persoalan dengan pemikiran akal manusia. "...dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." (ayat nas). Dihantui masa lalu membuat mereka menyerah sebelum berperang.
Dalam menghadapi persoalan jangan mengukur kekuatan sendiri, tapi pandanglah Tuhan dengan segala kekuatan dan kedahsyatan kuasa-Nya!
Baca: Bilangan 13:1-13
"Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." Bilangan 13:33
Sadar atau tidak, ada banyak orang percaya yang selalu terpaku pada kehidupan di masa lalu. Padahal masa lalu adalah sesuatu yang sudah lewat, yang tak mungkin terulang kembali. Seharusnya kita fokus pada hari ini sebagai persiapan untuk menatap masa depan, yang jauh lebih penting daripada masa lampau. Hari depan membuka banyak kesempatan bagi kita dalam hal perkembangan dan perbaikan hidup di dalam Tuhan.
Untuk mencapai kemajuan dalam hidup kekristenan (kedewasaan iman) kita harus belajar dari masa lalu dengan segala kegagalannya, tapi kita tak boleh dipengaruhi oleh masa lalu itu. Selama kita masih dipengaruhi dan bergantung pada masa lalu, sulit bagi kita untuk memperoleh kemajuan yang berarti, sebab memori kita selalu melekat pada masa lalu. Mengapa? Karena yang seringkali melekat di memori kita adalah hal-hal negatif, sehingga bayang-bayang ketakutan dan kegagalan tersebut menciptakan rasa takut dan rasa enggan melangkah ke depan. Patut kita teladani rasul Paulus yang berkata, "...ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." (Filipi 3:13-14).
Musa mengutus dua belas orang pengintai tanah Kanaan. "Sesudah lewat empat puluh hari pulanglah mereka dari pengintaian negeri itu," (Bilangan 13:25). Sepuluh orang memberikan laporan negatif dan merasa takut untuk kembali masuk ke negeri itu, karena pikiran mereka dipenuhi hal-hal negatif, merasa diri kecil seperti belalang, sementara penduduk negeri itu besar-besar seperti raksasa. Itulah yang terus membayangi pikiran mereka. Akhirnya mereka gagal dan tak menikmati tanah Kanaan yang berlimpah air susu dan madu, karena menyelesaikan persoalan dengan pemikiran akal manusia. "...dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami." (ayat nas). Dihantui masa lalu membuat mereka menyerah sebelum berperang.
Dalam menghadapi persoalan jangan mengukur kekuatan sendiri, tapi pandanglah Tuhan dengan segala kekuatan dan kedahsyatan kuasa-Nya!
Subscribe to:
Posts (Atom)