Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Agustus 2018
Baca: Yohanes 8:30-36
"Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." Yohanes 8:36
Bulan Agustus adalah bulan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Hari ini, tujuh puluh tiga tahun silam, bangsa Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya. Pekik merdeka berkumandang di seluruh penjuru negeri! Kemerdekaan yang diraih bangsa Indonesia tak lepas dari jerih lelah para pejuang yang rela mempertaruhkan jiwa dan raga. Dengan semboyan 'Berjuang sampai titik darah penghabisan' mereka menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi, hal-hal yang berhubungan dengan diri sendiri ditanggalkan. Ada tertulis: "Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan
soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada
komandannya." (2 Timotius 2:4).
Tekad kuat membuat para pejuang mampu menepis rasa takut, lelah dan letih dalam bergerilya, bahkan nyawa dipertaruhkan demi satu tujuan: meraih kemerdekaan; cintanya terhadap bumi pertiwi mengalahkan segala-galanya. Tak rela bangsanya terus-menerus berada di bawah penindasan dan belenggu penjajah. Sudah sepatutnya pemerintah memberikan penghargaan tertinggi dan tanda jasa atas segala pengorbanan pahlawan. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya."
Komitmen terhadap misi yang diemban memampukan orang berjuang sampai titik darah penghabisan. Kristus mengemban misi besar dari Bapa untuk memerdekakan umat manusia dari belenggu dosa. "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk
melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak
orang." (Matius 20:28). Komitmen terhadap misi ini membuat Kristus rela mengorbankan nyawa-Nya, "...yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:6-8).
Karya pengorbanan Kristus di Kalvari mematahkan segala belenggu dosa, sehingga kita pun menjadi orang-orang yang merdeka!
Friday, August 17, 2018
Thursday, August 16, 2018
APAKAH ARTI HIDUPMU
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Agustus 2018
Baca: Yakobus 4:13-17
"...kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap." Yakobus 4:14
Setiap orang memaknai arti hidup ini dengan pandangan dan pemikiran yang berbeda-beda. Ada orang yang menganggap bahwa hidup yang sedang dijalani ini adalah sebuah takdir Ilahi, karena itu kita harus menerimanya dengan lapang dada. Ada pula orang yang mendefinisikan hidup ini sebagai panggung sandiwara, karena itu tak perlu terkejut jika kita melihat banyak orang hidup dalam kepura-puraan, oleh sebab itu kita harus pintar-pintar dalam memainkan setiap peran. Tidak sedikit pula orang yang mengartikan bahwa hidup adalah kesempatan untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Akhirnya mereka berjuang mati-matian bagaimana mendapatkan harta kekayaan yang sebanyak-banyaknya, tak peduli cara yang ditempuhnya itu baik atau tidak, melanggar hukum atau tidak. "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26).
Bagaimana kita mendefinisikan hidup ini akan mempengaruhi langkah kita, mempengaruhi cara berpikir kita, menentukan prioritas kita dan pilihan yang kita ambil. Sadar atau tidak, sesungguhnya hidup ini adalah sebuah ujian. Ujian karakter kita, ujian iman kita dan ujian kadar kasih kita kepada Tuhan. Ujian-ujian tersebut bisa berupa masalah, kelimpahan atau juga kekurangan. Jadi sekecil apa pun perkara yang sedang kita hadapi tak ada yang namanya kebetulan, semua adalah bagian dari sebuah proses ujian: ketika masalah datang melanda, apakah kita tetap memiliki respons hati yang benar, ataukah kita meresponsnya dengan sikap hati yang negatif dengan menyalahkan situasi, menyalahkan orang lain dan menyalahkan Tuhan.
Ketika ujian itu berupa kelimpahan, masihkan kita sadar bahwa semua itu datangnya dari Tuhan ataukah malah membuat kita lupa diri. Sebaliknya ketika ujian itu berupa kekurangan? Agur bin Yake menulis: "Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku." (Amsal 30:8-9).
Hidup adalah sebuah proses yang menuntun kita kepada kehendak Tuhan!
Baca: Yakobus 4:13-17
"...kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap." Yakobus 4:14
Setiap orang memaknai arti hidup ini dengan pandangan dan pemikiran yang berbeda-beda. Ada orang yang menganggap bahwa hidup yang sedang dijalani ini adalah sebuah takdir Ilahi, karena itu kita harus menerimanya dengan lapang dada. Ada pula orang yang mendefinisikan hidup ini sebagai panggung sandiwara, karena itu tak perlu terkejut jika kita melihat banyak orang hidup dalam kepura-puraan, oleh sebab itu kita harus pintar-pintar dalam memainkan setiap peran. Tidak sedikit pula orang yang mengartikan bahwa hidup adalah kesempatan untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Akhirnya mereka berjuang mati-matian bagaimana mendapatkan harta kekayaan yang sebanyak-banyaknya, tak peduli cara yang ditempuhnya itu baik atau tidak, melanggar hukum atau tidak. "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26).
Bagaimana kita mendefinisikan hidup ini akan mempengaruhi langkah kita, mempengaruhi cara berpikir kita, menentukan prioritas kita dan pilihan yang kita ambil. Sadar atau tidak, sesungguhnya hidup ini adalah sebuah ujian. Ujian karakter kita, ujian iman kita dan ujian kadar kasih kita kepada Tuhan. Ujian-ujian tersebut bisa berupa masalah, kelimpahan atau juga kekurangan. Jadi sekecil apa pun perkara yang sedang kita hadapi tak ada yang namanya kebetulan, semua adalah bagian dari sebuah proses ujian: ketika masalah datang melanda, apakah kita tetap memiliki respons hati yang benar, ataukah kita meresponsnya dengan sikap hati yang negatif dengan menyalahkan situasi, menyalahkan orang lain dan menyalahkan Tuhan.
Ketika ujian itu berupa kelimpahan, masihkan kita sadar bahwa semua itu datangnya dari Tuhan ataukah malah membuat kita lupa diri. Sebaliknya ketika ujian itu berupa kekurangan? Agur bin Yake menulis: "Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku." (Amsal 30:8-9).
Hidup adalah sebuah proses yang menuntun kita kepada kehendak Tuhan!
Subscribe to:
Posts (Atom)