Thursday, August 9, 2018

PENDERITAAN MENGHASILKAN KETEKUNAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Agustus 2018

Baca:  Roma 5:1-11

"Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan."  Roma 5:3b-4

Tidak banyak orang mampu bertahan saat diperhadapkan dengan pencobaan.  Dalam Perjanjian Baru kata  'pencobaan'  memiliki dua arti dasar yaitu:  1.  Sesuatu untuk menjatuhkan kita yang datang dari Iblis, 2.  Sesuatu untuk memroses, membentuk, menyucikan, mengangkat dan menguatkan kita;  ini datang dari Tuhan, dan biasanya disebut ujian.  Bentuk ujian dari Tuhan bisa berupa masalah atau penderitaan  (kesengsaraan).  Ketika diperhadapkan dengan penderitaan  (kesengsaraan)  kebanyakan dari kita langsung menjadi lemah, sedih, kecewa, marah, frustasi, dan berputus asa.  Kita lupa bahwa penderitaan  (kesengsaraan)  adalah cara yang acapkali Tuhan pakai untuk memroses dan mendewasakan hidup orang percaya.

     Jika melihat hidup saudara seiman sedang dalam penderitaan, jangan sekali-kali kita menghakimi bahwa ada dosa dalam hidupnya.  Memang bisa saja penderitaan sebagai bentuk teguran Tuhan akibat dosa atau pelanggaran, tetapi bisa juga Tuhan mengijinkan penderitaan terjadi dalam hidupnya karena Tuhan sedang menguji kualitas imannya, Ia hendak mengangkat hidupnya, hendak memberkati dan menyatakan perkara-perkara besar.  Kalau hidup kita datar-datar saja dan relatif aman, maka kualitas iman kita tidak akan nampak teruji.  "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia."  (Yakobus 1:12).

     Yakobus memberikan cara bagaiman kita harus bersikap saat menghadapi pencobaan yaitu  "...anggaplah sebagai suatu kebahagiaan,"  (Yakobus 1:2).  Kata  'anggaplah'  merupakan suatu istilah yang berarti menilai dan merespons dengan benar, karena pada hakekatnya pencobaan dapat menghasilkan sesuatu yang positif bagi yang mengalaminya.  Menganggap sebagai suatu kebahagiaan bukan berarti kita secara sengaja mengingini penderitaan tersebut.  Bukan penderitaan atau pencobaan itu sendiri yang harus kita anggap sebagai kebahagiaan atau berkat, tetapi hal-hal baik yang dihasilkan melalui penderitaan tersebut, seperti ketekunan dan kesucian.

Wednesday, August 8, 2018

MILIKILAH HATI YANG BERSYUKUR (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Agustus 2018

Baca:  Yesaya 38:1-22

"TUHAN telah datang menyelamatkan aku! Kami hendak main kecapi, seumur hidup kami di rumah TUHAN."  Yesaya 38:20

Adalah mudah mengucap syukur kepada Tuhan ketika segala sesuatu berjalan normal dan nampak baik.  Namun, ketika segala sesuatu terjadi tidak seperti yang diharapkan, justru hal-hal yang buruk yang terjadi, apakah kita masih bisa mengucap syukur?  Rasul Paulus menasihati kita agar tetap mengucap syukur dalam segala hal, sebab itulah yang menjadi kehendak Tuhan  (1 Tesalonika 5:18).  Dalam segala hal berarti di segala situasi atau keadaan, suka atau duka, senang atau susah, sehat atau sakit.

     Kita akan mampu bersyukur dalam segala keadaan apabila pandangan kita terarah kepada Tuhan dan janji firman-Nya.  Kalau mata kita terfokus pada situasi atau kenyataan, dapat dipastikan kita akan menjadi lemah.  Jadi, dalam bersyukur, yang kita perlukan adalah iman.  "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."  (Ibrani 11:1).  Iman membuat kita berkeyakinan penuh bahwa Tuhan adalah Pribadi yang tidak pernah berdusta dan tidak pernah mengecewakan.  Hati yang dipenuhi dengan ucapan syukur memampukan kita bersabar dalam menanti-nantikan pertolongan Tuhan, karena percaya bahwa waktu Tuhan adalah yang terbaik, di mana  "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,"  (Pengkhotbah 3:11).  Seseorang akan mampu bersyukur di segala keadaan, ketika sadar bahwa ia tidak bergumul sendirian dalam menghadapi persoalan, karena ada Tuhan yang menyertai.  Seseorang yang memiliki kepekeaan rohani akan merasakan kehadiran Tuhan dalam hidupnya, sekalipun mata jasmaninya tak melihat.                              

     Kita dapat bersyukur dalam segala hal bila hati dan pikiran kita selalu diisi dengan hal-hal yang positif.  Sekalipun Tuhan telah melakukan hal-hal yang baik, tetapi jika hati dan pikiran kita dipenuhi dengan hal-hal yang negatif, maka hati dan pikiran kita tidak bisa mengingat kebaikan Tuhan;  seperti bangsa Israel, yang sekalipun melihat dan mengalami mujizat demi mujizat, tetap saja sulit untuk bersyukur.

"Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."  Filipi 4:8