Wednesday, July 11, 2018

JANGAN LAGI MENOLEH KE BELAKANG

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juli 2018

Baca:  Yesaya 54:1-17

"Janganlah takut, sebab engkau tidak akan mendapat malu, dan janganlah merasa malu, sebab engkau tidak akan tersipu-sipu. Sebab engkau akan melupakan malu keremajaanmu, dan tidak akan mengingat lagi aib kejandaanmu."  Yesaya 54:4

Setiap orang pasti punya masa lalu, entah itu masa lalu yang menyenangkan atau masa lalu yang kelabu.  Jika teringat masa lalu yang menyenangkan rasa-rasanya ingin kembali ke masa itu, andai saja waktu dapat diputar kembali.  Tak beda jauh, masa lalu yang kelabu pun sulit sekali untuk dilupakan.  Rasa sakit dan luka yang menyayat hati begitu membekas dalam, bahkan tidak sedikit orang yang hari-harinya terus dibelenggu dan dibayang-bayangi oleh masa lalu kelabu itu.  Mereka sulit sekali move on!

     Ada banyak usaha yang dilakukan orang untuk mengubur dalam-dalam masa lalunya.  Salah satu cara adalah membuang atau menyingkirkan semua benda yang berkaitan dengan peristiwa atau seseorang di masa lalu tersebut.  Karena setiap kali melihat benda-benda tersebut atau melewati suatu tempat, memori itu kembali muncul.  Meski demikian tak semua orang bisa melupakan masa lalunya dengan cara yang demikian.  Rasul Paulus juga memiliki masa lalu, tapi ia terus berjuang untuk tidak dibelenggu oleh masa lalunya.  Inilah tekadnya:  "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku,"  (Filipi 3:13).  Rasul Paulus dapat melupakan masa lalu karena ia mengarahkan pandangannya atau berfokus kepada janji firman Tuhan,  "...berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi..."  (Filipi 3:14).  Selama kita masih berkutat dengan masa lalu, kita tidak akan pernah bisa maju, tidak akan pernah bisa mengembang ke kanan dan ke kiri.  Dengan kata lain masa lalu hanya akan menjadi penghalang untuk kita meraih semua impian.

     Adalah lebih baik mengarahkan pandangan ke depan daripada terus menoleh ke belakang.  Pegang janji Tuhan:  "Sebab engkau akan mengembang ke kanan dan ke kiri, keturunanmu akan memperoleh tempat bangsa-bangsa, dan akan mendiami kota-kota yang sunyi."  (Yesaya 54:3).  Karena  'menoleh ke belakang'  atau berat meninggalkan kota Sodom dan Gomora, isteri Lot menjadi tiang garam  (Kejadian 19:26).

Apa pun masa lalu kita, jangan sampai hal itu melemahkan dan membuat kita putus asa, tapi jadikan itu sebagai pembelajaran untuk lebih baik lagi.

Tuesday, July 10, 2018

PENOLAKAN MENIMBULKAN LUKA BATIN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juli 2018

Baca:  Markus 6:1-6

"Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya."  Markus 6:4

Istilah  'luka batin'  mengacu pada keadaan jiwa seseorang yang tidak sehat sebagai akibat dari goresan atau penderitaan yang terjadi dalam hidupnya;  suatu keadaan dalam batin seseorang yang menimbulkan perasaan marah, benci, kecewa dan pahit hati yang begitu mendalam.  Secara garis besar penyebab luka batin dalam diri seseorang adalah misalnya peristiwa traumatis, rasa bersalah dan mengalami penolakan.

     Pernahkah Saudara ditolak?  Bagaimana perasaan Saudara saat mengalami penolakan?  Hati kita pasti terasa sakit, merasa terhina, tidak dianggap, tidak dihargai, direndahkan, dan dipandang sebelah mata.  Bukan hanya Saudara yang mengalaminya, Kristus pun pernah mengalami penolakan.  Suatu ketika Kristus pergi ke Nazaret bersama dengan murid-murid-Nya.  Di sana Ia mengajar orang-orang di rumah ibadat.  Hal itu menimbulkan ketakjuban yang luar biasa.  Tetapi ada orang-orang yang memberikan respons yang negatif ketika mendengar ajaran Kristus dan melihat mujizat yang dikerjakan-Nya, mereka justru bersikap skeptis dan apatis.  "'Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?' Lalu mereka kecewa dan menolak Dia."  (Markus 6:2-3).  Peristiwa penolakan Kristus ini justru di kampung halaman-Nya sendiri.  Orang-orang sekampung-Nya begitu merendahkan dan memandang Dia dengan sebelah mata.  Mereka menganggap bahwa Kristus itu tak lebih dari orang biasa sama seperti mereka.  Di mata mereka Kristus tak lebih dari anak seorang tukang kayu.  Itulah harga yang harus Kristus bayar dalam pelayanan-Nya!

     Apakah Saudara sedang mengalami luka-luka batin karena tertolak?  Bawalah pergumulan Saudara kepada Tuhan!  Sebab jiwa yang hancur;  hati yang patah dan remuk tidak akan pernah dipandang hina oleh Tuhan.  "Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu."  (Mazmur 56:9).

Sedalam apa pun luka batin yang kita alami, Tuhan sanggup menyembuhkan!