Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Februari 2018
Baca: Yesaya 5:25-30
"Sebab itu bangkitlah murka TUHAN terhadap umat-Nya, diacungkan-Nya
tangan-Nya terhadap mereka dan dipukul-Nya mereka; gunung-gunung akan
gemetar, dan mayat-mayat mereka akan seperti kotoran di tengah jalan." Yesaya 5:25
Selain berlimpah kasih setia, Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang adil. Inilah sisi lain yang seringkali dengan sengaja diabaikan dan disepelekan oleh kebanyakan orang Kristen. Dalam kasih setia-Nya Tuhan menganugerahkan keselamatan dan pengampunan kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya. Tetapi dalam keadilan-Nya Tuhan perlu sekali mendidik umat-Nya, dan salah satu bentuk didikan Tuhan adalah hajaran. "...Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya." (Ibrani 12:10). Jadi Tuhan menghajar kita bukan untuk membinasakan, tetapi bertujuan untuk mengembalikan kita pada rancangan-Nya yang semula.
Karena itu jangan sekali-kali kita membangkitkan murka Tuhan! Kata murka berarti marah besar, kemarahan yang meluap-luap. Pertanyaannya: kepada siapa Tuhan akan murka atau menunjukkan kemarahan-Nya yang meluap-luap? Tuhan murka terhadap orang yang murtad. Siapa itu orang yang murtad? "...mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian,
hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi
diri mereka dan menghina-Nya di muka umum." (Ibrani 6:4-6).
Kata murtad dalam bahasa Yunani apostasia, berasal dari kata aph-istamai yang berarti memisahkan diri. Orang yang murtad itu sama artinya ia telah menyalibkan lagi Kristus dan telah melakukan penyangkalan iman kepada Kristus. Ada banyak orang percaya yang rela menyangkal imannya terhadap Kristus karena tergiur oleh iming-iming: harta kekayaan, popularitas dan segala kemewahan duniawi. Padahal apa yang ada di dunia ini sifatnya hanyalah sementara. Alkitab memperingatkan: "Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya." (Ibrani 10:35).
Sekali kita membuat komitmen untuk mengikut Kristus, maka kita harus memegang komitmen tersebut sampai akhir hidup kita!
Wednesday, February 28, 2018
Tuesday, February 27, 2018
TIDAK MAU BERTOBAT, MENUAI AKIBAT
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Februari 2018
Baca: Mazmur 51:1-21
"Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku." Mazmur 51:7
Sejak manusia pertama (Adam) jatuh ke dalam dosa, tabiat dosa menjadi bagian dalam diri manusia. Inilah yang disebut dosa asal. Akhirnya kita pun dilahirkan dengan kecenderungan untuk selalu melakukan kejahatan. Daud menyadari akan hal ini dan berkata, "...aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku." (Mazmur 51:5). Pergumulan yang sama dialami oleh rasul Paulus: "Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat... Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku." (Roma 7:15b, 17, 18, 19, 20). Ini menunjukkan bahwa setiap saat manusia harus bergumul sedemikian rupa dengan dosa yang terus-menerus membayangi setiap langkahnya.
Dalam keberadaan sebagai manusia berdosa sudah sepantasnya kita menerima hukuman atas dasar keadilan Tuhan. Namun karena kasih dan anugerah-Nya Bapa rela mengorbankan Putera-Nya yang tunggal (Kristus) untuk mati di atas kayu salib. Melalui karya Kristus di Kalvari kita yang percaya kepada-Nya diselamatkan dan tidak lagi menjadi seteru Bapa, melainkan telah diperdamaikan dengan Bapa. Kristus "...telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran...." (1 Petrus 2:24).
Setelah beroleh anugerah keselamatan kita harus hidup dalam pertobatan. Ini adalah konsekuensi logis dari penerimaan anugerah Tuhan, sebab "Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:18).
Kekristenan tanpa pertobatan adalah sia-sia, itu sama artinya telah menyia-nyiakan pengorbanan Kristus. Ingat, upah dosa adalah maut! (Roma 6:23).
Baca: Mazmur 51:1-21
"Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku." Mazmur 51:7
Sejak manusia pertama (Adam) jatuh ke dalam dosa, tabiat dosa menjadi bagian dalam diri manusia. Inilah yang disebut dosa asal. Akhirnya kita pun dilahirkan dengan kecenderungan untuk selalu melakukan kejahatan. Daud menyadari akan hal ini dan berkata, "...aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku." (Mazmur 51:5). Pergumulan yang sama dialami oleh rasul Paulus: "Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat... Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku." (Roma 7:15b, 17, 18, 19, 20). Ini menunjukkan bahwa setiap saat manusia harus bergumul sedemikian rupa dengan dosa yang terus-menerus membayangi setiap langkahnya.
Dalam keberadaan sebagai manusia berdosa sudah sepantasnya kita menerima hukuman atas dasar keadilan Tuhan. Namun karena kasih dan anugerah-Nya Bapa rela mengorbankan Putera-Nya yang tunggal (Kristus) untuk mati di atas kayu salib. Melalui karya Kristus di Kalvari kita yang percaya kepada-Nya diselamatkan dan tidak lagi menjadi seteru Bapa, melainkan telah diperdamaikan dengan Bapa. Kristus "...telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran...." (1 Petrus 2:24).
Setelah beroleh anugerah keselamatan kita harus hidup dalam pertobatan. Ini adalah konsekuensi logis dari penerimaan anugerah Tuhan, sebab "Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:18).
Kekristenan tanpa pertobatan adalah sia-sia, itu sama artinya telah menyia-nyiakan pengorbanan Kristus. Ingat, upah dosa adalah maut! (Roma 6:23).
Subscribe to:
Posts (Atom)