Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Februari 2018
Baca: Mazmur 51:1-21
"Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku." Mazmur 51:7
Sejak manusia pertama (Adam) jatuh ke dalam dosa, tabiat dosa menjadi bagian dalam diri manusia. Inilah yang disebut dosa asal. Akhirnya kita pun dilahirkan dengan kecenderungan untuk selalu melakukan kejahatan. Daud menyadari akan hal ini dan berkata, "...aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku." (Mazmur 51:5). Pergumulan yang sama dialami oleh rasul Paulus: "Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat... Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia,
tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku,
tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat,
melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku
perbuat. Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku." (Roma 7:15b, 17, 18, 19, 20). Ini menunjukkan bahwa setiap saat manusia harus bergumul sedemikian rupa dengan dosa yang terus-menerus membayangi setiap langkahnya.
Dalam keberadaan sebagai manusia berdosa sudah sepantasnya kita menerima hukuman atas dasar keadilan Tuhan. Namun karena kasih dan anugerah-Nya Bapa rela mengorbankan Putera-Nya yang tunggal (Kristus) untuk mati di atas kayu salib. Melalui karya Kristus di Kalvari kita yang percaya kepada-Nya diselamatkan dan tidak lagi menjadi seteru Bapa, melainkan telah diperdamaikan dengan Bapa. Kristus "...telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran...." (1 Petrus 2:24).
Setelah beroleh anugerah keselamatan kita harus hidup dalam pertobatan. Ini adalah konsekuensi logis dari penerimaan anugerah Tuhan, sebab "Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:18).
Kekristenan tanpa pertobatan adalah sia-sia, itu sama artinya telah menyia-nyiakan pengorbanan Kristus. Ingat, upah dosa adalah maut! (Roma 6:23).
Tuesday, February 27, 2018
Monday, February 26, 2018
DALAM KEPUNGAN MUSUH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Februari 2018
Baca: Mazmur 59:1-18
"Sebab sesungguhnya, mereka menghadang nyawaku; orang-orang perkasa menyerbu aku, padahal aku tidak melakukan pelanggaran, aku tidak berdosa, ya TUHAN," Mazmur 59:4
Semua berawal dari rasa iri hati yang kemudian berubah menjadi kebencian, itulah yang bergemuruh di hati Saul terhadap Daud. Tertulis: "...ketika Daud kembali sesudah mengalahkan orang Filistin itu, keluarlah orang-orang perempuan dari segala kota Israel menyongsong raja Saul sambil menyanyi dan menari-nari dengan memukul rebana, dengan bersukaria dan dengan membunyikan gerincing; dan perempuan yang menari-nari itu menyanyi berbalas-balasan, katanya: 'Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa.'" (1 Samuel 18:6-7). Saul menjadi sangat tersinggung dan amarahnya semakin memuncak karena rakyat Israel begitu mengelu-elukan Daud daripada rajanya sendiri. Dari rasa iri hati berkembang menjadi hasrat membunuh. Alkitab mencatat beberapa kali Saul berusaha membunuh Daud.
Mazmur 59 menceritakan bagaimana Saul berusaha meneror Daud dengan menyuruh orang-orang mengintai dan mengawasi rumahnya dengan tujuan menghabisi nyawanya. Daud masih sangat belia dan tidak bisa berbuat apa-apa karena ia belum memiliki kekuasaan. Yang bisa ia lakukan hanyalah mengadu dan berseru kepada Tuhan meminta pertolongan: "Lepaskanlah aku dari pada musuhku, ya Allahku; bentengilah aku terhadap orang-orang yang bangkit melawan aku. Lepaskanlah aku dari pada orang-orang yang melakukan kejahatan dan selamatkanlah aku dari pada penumpah-penumpah darah." (Mazmur 59:2-3). Hari-hari Daud seperti berada di lembah kekelaman dan dalam bayang-bayang maut karena musuh terus mengintai dan menginginkan kematiannya.
Tidak ada yang sanggup menolong hidupnya selain Tuhan. "...kota bentengku, tempat pelarianku pada waktu kesesakanku." (Mazmur 59:17). Walaupun sepertinya Tuhan tak bergeming melihat pergumulan berat yang dialaminya, Daud terus memaksa jiwanya untuk bermazmur bagi Tuhan: "Ya kekuatanku, bagi-Mu aku mau bermazmur;" (Mazmur 59:18), karena percaya bahwa pertolongan Tuhan selalu tepat pada waktu-Nya.
"TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya" Nahum 1:7
Baca: Mazmur 59:1-18
"Sebab sesungguhnya, mereka menghadang nyawaku; orang-orang perkasa menyerbu aku, padahal aku tidak melakukan pelanggaran, aku tidak berdosa, ya TUHAN," Mazmur 59:4
Semua berawal dari rasa iri hati yang kemudian berubah menjadi kebencian, itulah yang bergemuruh di hati Saul terhadap Daud. Tertulis: "...ketika Daud kembali sesudah mengalahkan orang Filistin itu, keluarlah orang-orang perempuan dari segala kota Israel menyongsong raja Saul sambil menyanyi dan menari-nari dengan memukul rebana, dengan bersukaria dan dengan membunyikan gerincing; dan perempuan yang menari-nari itu menyanyi berbalas-balasan, katanya: 'Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa.'" (1 Samuel 18:6-7). Saul menjadi sangat tersinggung dan amarahnya semakin memuncak karena rakyat Israel begitu mengelu-elukan Daud daripada rajanya sendiri. Dari rasa iri hati berkembang menjadi hasrat membunuh. Alkitab mencatat beberapa kali Saul berusaha membunuh Daud.
Mazmur 59 menceritakan bagaimana Saul berusaha meneror Daud dengan menyuruh orang-orang mengintai dan mengawasi rumahnya dengan tujuan menghabisi nyawanya. Daud masih sangat belia dan tidak bisa berbuat apa-apa karena ia belum memiliki kekuasaan. Yang bisa ia lakukan hanyalah mengadu dan berseru kepada Tuhan meminta pertolongan: "Lepaskanlah aku dari pada musuhku, ya Allahku; bentengilah aku terhadap orang-orang yang bangkit melawan aku. Lepaskanlah aku dari pada orang-orang yang melakukan kejahatan dan selamatkanlah aku dari pada penumpah-penumpah darah." (Mazmur 59:2-3). Hari-hari Daud seperti berada di lembah kekelaman dan dalam bayang-bayang maut karena musuh terus mengintai dan menginginkan kematiannya.
Tidak ada yang sanggup menolong hidupnya selain Tuhan. "...kota bentengku, tempat pelarianku pada waktu kesesakanku." (Mazmur 59:17). Walaupun sepertinya Tuhan tak bergeming melihat pergumulan berat yang dialaminya, Daud terus memaksa jiwanya untuk bermazmur bagi Tuhan: "Ya kekuatanku, bagi-Mu aku mau bermazmur;" (Mazmur 59:18), karena percaya bahwa pertolongan Tuhan selalu tepat pada waktu-Nya.
"TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya" Nahum 1:7
Subscribe to:
Posts (Atom)