Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Februari 2018
Baca: Markus 1:1-7
"Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak." Markus 1:7
Injil Markus dibuka dengan kehadiran seorang tokoh yang bernama Yohanes Pembaptis: "...memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit, dan makanannya belalang dan madu hutan." (Markus 1:6). Bisa dikatakan ia adalah nabi pertama yang dilihat oleh umat Israel setelah sekian lama tidak ada nabi yang melayani di Israel. Jeda waktu antara kitab Maleakhi dengan kehadiran Yohanes Pembaptis ini adalah 400 tahun; selama kurun waktu tersebut tidak ada nabi, tidak ada firman Tuhan yang diberitakan, tidak ada pewahyuan.
Itulah sebabnya kehadiran Yohanes Pembaptis di padang gurun yang menyerukan: "Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu." (Markus 1:4), menjadi berita yang sangat mengejutkan dan menggemparkan. Tidaklah mengherankan jika kemudian "...datanglah kepadanya orang-orang dari seluruh daerah Yudea dan semua penduduk Yerusalem," (Markus 1:5). Semua orang dari seluruh penjuru negeri datang kepadanya dan memberi diri untuk dibaptis di sungai Yordan. Sosok Yohanes Pembaptis menjadi perbincangan semua orang dan mendadak menjadi public figure alias terkenal. Apakah hal itu membuatnya bangga, membusungkan dada, dan kemudian menggunakan jurus aji mumpung? Tidak! Ketika para imam dan orang-orang Lewi bertanya, "'Siapakah engkau? Engkaukah nabi yang akan datang?'" Dengan jujur dan penuh kerendahan hati, Yohanes Pembaptis menjawab: "'Aku bukan Mesias. Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan! seperti yang telah dikatakan nabi Yesaya.'" (Yohanes 1:19-23).
Popularitas tak membuat Yohanes Pembaptis lupa diri. Ia tetap menyadari siapa dirinya dan tahu apa tugas utamanya. Ia bukan Mesias dan hanya mempersiapkan jalan bagi Sang Mesias. "Aku membaptis dengan air; tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, yaitu Dia, yang datang kemudian dari padaku. Membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak." (Yohanes 1:26). Tidak sedikit pelayan Tuhan dan hamba Tuhan yang justru sangat berambisi untuk menjadi terkenal dan ingin disanjung manusia.
Hanya Kristus yang berhak dan layak menerima pujian dan kemuliaan, kita ini hanya alat-Nya!
Friday, February 23, 2018
Thursday, February 22, 2018
TIDAK MELAYANI SETENGAH-SETENGAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Februari 2018
Baca: Markus 6:30-44
"Suruhlah mereka pergi, supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa dan di kampung-kampung di sekitar ini. Tetapi jawab-Nya: 'Kamu harus memberi mereka makan!'" Markus 6:36-37
Kisah Tuhan Yesus memberi makan lima ribu orang ini merupakan kisah yang tidak asing bagi kita semua. Setelah kembali dari tour pelayanan-Nya yang padat, para rasul berniat rehat sejenak untuk melepas lelah. Tetapi orang banyak terus mengikuti mereka. Melihat hal itu tergeraklah hati Tuhan Yesus oleh belas kasihan dan Ia pun mengajar banyak hal kepada mereka. Respon mereka sangat positif, tampak antusias mendengarkan pengajaran Kristus hingga hari sudah mulai malam.
Murid-murid Tuhan mengusulkan kepada Sang Guru agar orang banyak itu segera pergi membeli makanan karena tidak ada persediaan makanan yang dapat diberikan kepada mereka. Tetapi Tuhan menjawab, "'Kamu harus memberi mereka makan!'" (ayat nas). Dari pernyataan Tuhan ini kita dapat belajar bahwa Tuhan menghendaki murid-murid-Nya untuk memperhatikan kepentingan orang lain, bukan semata-mata berfokus kepada kepentingan diri sendiri, namun peka terhadap kebutuhan orang lain. "...janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." (Filipi 2:4). Inilah kasih yang sesungguhnya yaitu kasih yang diwujudkan melalui sebuah tindakan.
Memraktekkan kasih di tengah situasi yang sulit seperti sekarang ini adalah tidak mudah. Tuntutan kebutuhan hidup yang tinggi seringkali membuat orang menjadi sangat individualistis: "Boro-boro memikirkan penderitaan orang lain, untuk kepentingan diri sendiri saja tidak cukup!" Tidak sedikit orang tega mengorbankan orang lain demi kepentingan diri sendiri. Perintah Tuhan untuk memberi makan orang banyak ini juga mengajarkan kita bahwa untuk melayani jiwa-jiwa tidak bisa dilakukan dengan setengah-setengah. Melayani itu ada harga yang harus dibayar! Adakalanya kita harus berani berkorban: waktu, tenaga, pikiran dan materi (uang). Ketika rasul-rasul taat melakukan perintah Tuhan, mujizat terjadi!
Dalam segala perkara Tuhan pasti turut bekerja, karena itu lakukan dengan sungguh-sungguh bagian kita!
Baca: Markus 6:30-44
"Suruhlah mereka pergi, supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa dan di kampung-kampung di sekitar ini. Tetapi jawab-Nya: 'Kamu harus memberi mereka makan!'" Markus 6:36-37
Kisah Tuhan Yesus memberi makan lima ribu orang ini merupakan kisah yang tidak asing bagi kita semua. Setelah kembali dari tour pelayanan-Nya yang padat, para rasul berniat rehat sejenak untuk melepas lelah. Tetapi orang banyak terus mengikuti mereka. Melihat hal itu tergeraklah hati Tuhan Yesus oleh belas kasihan dan Ia pun mengajar banyak hal kepada mereka. Respon mereka sangat positif, tampak antusias mendengarkan pengajaran Kristus hingga hari sudah mulai malam.
Murid-murid Tuhan mengusulkan kepada Sang Guru agar orang banyak itu segera pergi membeli makanan karena tidak ada persediaan makanan yang dapat diberikan kepada mereka. Tetapi Tuhan menjawab, "'Kamu harus memberi mereka makan!'" (ayat nas). Dari pernyataan Tuhan ini kita dapat belajar bahwa Tuhan menghendaki murid-murid-Nya untuk memperhatikan kepentingan orang lain, bukan semata-mata berfokus kepada kepentingan diri sendiri, namun peka terhadap kebutuhan orang lain. "...janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." (Filipi 2:4). Inilah kasih yang sesungguhnya yaitu kasih yang diwujudkan melalui sebuah tindakan.
Memraktekkan kasih di tengah situasi yang sulit seperti sekarang ini adalah tidak mudah. Tuntutan kebutuhan hidup yang tinggi seringkali membuat orang menjadi sangat individualistis: "Boro-boro memikirkan penderitaan orang lain, untuk kepentingan diri sendiri saja tidak cukup!" Tidak sedikit orang tega mengorbankan orang lain demi kepentingan diri sendiri. Perintah Tuhan untuk memberi makan orang banyak ini juga mengajarkan kita bahwa untuk melayani jiwa-jiwa tidak bisa dilakukan dengan setengah-setengah. Melayani itu ada harga yang harus dibayar! Adakalanya kita harus berani berkorban: waktu, tenaga, pikiran dan materi (uang). Ketika rasul-rasul taat melakukan perintah Tuhan, mujizat terjadi!
Dalam segala perkara Tuhan pasti turut bekerja, karena itu lakukan dengan sungguh-sungguh bagian kita!
Subscribe to:
Posts (Atom)