Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 November 2017
Baca: 1 Tawarikh 29:10-29
"Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang
berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan;
dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya." 1 Tawarikh 29:12
Ditinjau dari segi perekonomian, manusia di dunia ini bisa dikelompokkan menjadi dua golongan: 1. Mereka yang hidup dalam kelimpahan (kecukupan). 2. Mereka yang masih belum menikmati kelimpahan (kekurangan). Mereka yang termasuk dalam kelompok satu (hidup dalam kelimpahan) terbagi lagi menjadi dua golongan yaitu mereka yang tahu berterima kasih atau bersyukur kepada Tuhan, dan mereka yang tidak tahu berterima kasih kepada Tuhan, yang dari mulutnya tidak pernah ada ucapan syukur. Mereka yang hidup dalam kelimpahan yang tahu berterima kasih akan selalu mengingat-ingat akan kebaikan Tuhan. Mereka sadar betul bahwa segala yang dimiliki, dinikmati dan diraih adalah semata-mata karena campur tangan-Nya. Mereka mengakui bahwa di luar Tuhan mereka tidak bisa berbuat apa-apa dan bukan siapa-siapa.
Ketika kehidupannya semakin naik, dari orang yang tidak dianggap dan dipandang sebelah mata oleh semua orang, hingga Tuhan membawanya sebagai seorang pemimpin besar dan terberkati, Daud tak pernah berhenti untuk mengucap syukur dan selalu mengingat-ingat akan kebaikan Tuhan. "Siapakah aku ini, ya Tuhan ALLAH, dan siapakah keluargaku, sehingga Engkau membawa aku sampai sedemikian ini?" (2 Samuel 7:18). Daud menyadari bahwa jikalau bukan karena Tuhan yang bekerja, maka berkat, kebesaran, kejayaan dan kemuliaan takkan mungkin terjadi atas dirinya.
Orang golongan lain yaitu mereka yang mengalami kelimpahan tetapi lupa diri alias takabur. Mereka lupa bahwa Tuhanlah yang menganugerahkan kepadanya kekayaan, keberhasilan, kemuliaan dan kejayaan. Mereka bersikap sombong, angkuh dan meninggikan diri sendiri. Pemazmur mengingatkan, "Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang
membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah
pengawal berjaga-jaga." (Mazmur 127:1).
"Aku tahu, ya TUHAN, bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan
jalannya, dan orang yang berjalan tidak berkuasa untuk menetapkan
langkahnya." Yeremia 10:23
Thursday, November 9, 2017
Wednesday, November 8, 2017
JANGAN GAMPANG MARAH
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 November 2017
Baca: Mazmur 37:8-15
"Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan." Mazmur 37:8
Telinga kita pasti tak asing dengan ayat firman Tuhan ini: "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang." (Amsal 17:22) dan "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat." (Amsal 15:13). Jelas sekali bahwa hati yang gembira adalah obat terbaik, sedangkan emosi atau amarah yang meluap-luap justru dapat mendatangkan sakit-penyakit. Karena itu buanglah semua rasa geram dan amarah yang berkepanjangan.
Berbagai penelitian menyatakan adanya hubungan antara perilaku temperamental seseorang dengan tingginya kasus penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke dan sebagainya. Penelitian menunjukkan pula bahwa amarah memengaruhi proses penyembuhan suatu penyakit. Orang yang bermasalah dalam hal mengontrol emosi atau kemarahan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dari penyakit yang diderita, dibandingkan mereka yang sebaliknya. Alkitab memang tidak menyebutkan bahwa marah itu dosa, tapi yang harus diingat adalah kemarahan cenderung membawa seseorang kepada tindakan-tindakan yang tak terkendali yang bisa menyakiti dan melukai orang lain, sehingga dapat menyebabkan pertikaian dan merusak sebuah hubungan.
Kemarahan seringkali dijadikan celah oleh Iblis untuk menabur benih kejahatan. Bukankah ada banyak tindak kejahatan terjadi bermula dari seseorang yang tersulut amarah? Daud menasihati, "Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa; berkata-katalah dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam." (Mazmur 4:5). Bahkan Pengkhotbah menyebut seorang pemarah sebagai orang bodoh. "Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh." (Pengkhotbah 7:9). Tidak mau disebut orang bodoh? Jangan mudah marah. Orang yang bijak pasti dapat menahan kemarahannya. "Akal budi membuat seseorang panjang sabar..." (Amsal 19:11).
"Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis." Efesus 4:26-27
Baca: Mazmur 37:8-15
"Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan." Mazmur 37:8
Telinga kita pasti tak asing dengan ayat firman Tuhan ini: "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang." (Amsal 17:22) dan "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat." (Amsal 15:13). Jelas sekali bahwa hati yang gembira adalah obat terbaik, sedangkan emosi atau amarah yang meluap-luap justru dapat mendatangkan sakit-penyakit. Karena itu buanglah semua rasa geram dan amarah yang berkepanjangan.
Berbagai penelitian menyatakan adanya hubungan antara perilaku temperamental seseorang dengan tingginya kasus penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke dan sebagainya. Penelitian menunjukkan pula bahwa amarah memengaruhi proses penyembuhan suatu penyakit. Orang yang bermasalah dalam hal mengontrol emosi atau kemarahan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dari penyakit yang diderita, dibandingkan mereka yang sebaliknya. Alkitab memang tidak menyebutkan bahwa marah itu dosa, tapi yang harus diingat adalah kemarahan cenderung membawa seseorang kepada tindakan-tindakan yang tak terkendali yang bisa menyakiti dan melukai orang lain, sehingga dapat menyebabkan pertikaian dan merusak sebuah hubungan.
Kemarahan seringkali dijadikan celah oleh Iblis untuk menabur benih kejahatan. Bukankah ada banyak tindak kejahatan terjadi bermula dari seseorang yang tersulut amarah? Daud menasihati, "Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa; berkata-katalah dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam." (Mazmur 4:5). Bahkan Pengkhotbah menyebut seorang pemarah sebagai orang bodoh. "Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh." (Pengkhotbah 7:9). Tidak mau disebut orang bodoh? Jangan mudah marah. Orang yang bijak pasti dapat menahan kemarahannya. "Akal budi membuat seseorang panjang sabar..." (Amsal 19:11).
"Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis." Efesus 4:26-27
Subscribe to:
Posts (Atom)