Saturday, October 28, 2017

JANGAN TERBAWA ARUS DUNIA (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Oktober 2017

Baca:  Ibrani 2:1-4

"Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus."  Ibrani 2:1

Kita harus menyadari bahwa waktu untuk berada di dunia ini sudah semakin singkat dan sedang berada di ujung waktu dari akhir zaman  Tidak ada jalan lain selain kita harus lebih lagi mempersiapkan diri menanti waktu itu tiba.  "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat."  (Efeses 5:15-16).  Perhatikan!  Keadaan saat ini tak jauh berbeda dengan keadaan di zaman Nuh, di mana  "...kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,"  (Kejadian 6:5).

     Meski kejahatan sangat merajalela dan orang-orang di zamannya berlaku menyimpang dari kebenaran, Nuh tidak terbawa oleh arus yang ada, tapi ia berani melawan arus, alias memiliki kehidupan berbeda dari dunia.  Orang percaya yang hidup di zaman sekarang ini pun dituntut untuk bisa berlaku seperti Nuh.  Jika hidup orang percaya setali tiga uang dengan orang-orang dunia, maka kita tidak lagi memiliki pengaruh atau dampak, padahal Alkitab jelas menyatakan bahwa panggilan Tuhan bagi orang percaya adalah:  "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna."  (Roma 12:2).

     Bukan pekerjaan yang mudah untuk menjadi pribadi yang berbeda dari dunia!  Seringkali ketika kita membuat komitmen untuk hidup benar dan tidak lagi berkompromi dengan dunia, seketika itu tantangan dan pencobaan datang, tawaran-tawaran dari dunia yang begitu menggiurkan datang silih berganti.  Akhirnya kita pun menyerah dan kembali melakukan tindakan kompromi dan menjadi suam-suam kuku lagi.  Kepada jemaat di Laodikia Tuhan berfirman sangat keras:  "Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku."  (Wahyu 3:15-16).  Teguran terhadap jemaat Laodikia ini juga merupakan teguran Tuhan bagi kita!  Tuhan tidak mengenal istilah kompromi.

Friday, October 27, 2017

ONESIMUS: Hati yang Mau Dibentuk (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Oktober 2017

Baca:  Filemon 1:8-22

"Kalau engkau menganggap aku temanmu seiman, terimalah dia seperti aku sendiri."  Filemon 1:17

Dalam lingkungan masyarakat, ketika seseorang sudah mendapatkan stigma negatif dari lingkungan karena kesalahan yang diperbuat di masa lalu, sulit rasanya untuk bisa lepas meski orang tersebut sudah bertobat dan menjalani hidup yang baru.  Apa yang diperbuatnya masih saja serbasalah karena orang lain masih memandangnya dengan sebelah mata, tidak mudah percaya dan selalu menaruh curiga.  Kata stigma diartikan sebagai tanda penolakan sosial berupa rasa malu atau aib yang dikenakan kepada seseorang karena pernah melakukan suatu kesalahan atau pelanggaran.

     Yang patut disesalkan, banyak orang Kristen yang juga bersikap demikian ketika ada saudara seiman melakukan kesalahan atau berbuat dosa.  Mereka bersikap sinis dan cenderung menghakimi.  Berbeda dengan sikap rasul Paulus saat menghadapi orang yang telah melakukan kesalahan seperti Onesimus ini, tidak menghakimi atau menyudutkan, tetapi dengan sabar membimbing, mengarahkan dan menuntunnya kepada pertobatan.  Perhatian dan sikap kasih yang Paulus tunjukkan mampu membangkitkan semangat Onesimus sehingga ia merasa dihargai dan diterima keberadaannya kembali.  Tak bisa disalahkan dan wajar jika Filemon masih tampak ragu-ragu untuk menerima Onesimus kembali, namun Paulus bersedia memberikan jaminan kepadanya:  "Dan kalau dia sudah merugikan engkau ataupun berhutang padamu, tanggungkanlah semuanya itu kepadaku-- aku, Paulus, menjaminnya dengan tulisan tanganku sendiri: Aku akan membayarnya-- agar jangan kukatakan: 'Tanggungkanlah semuanya itu kepadamu!' --karena engkau berhutang padaku, yaitu dirimu sendiri."  (Filemon 1:18-19).

     Saat Filemon bersedia menerima Onesimus kembali dan menganggapnya sebagai saudara, status Onesimus tidak lagi sebagai budak.  Perubahan hidup Onesimus tidak terjadi secara instan tetapi melalui proses pembentukan yang mungkin menyakitkan.  Onesimus bagaikan sebuah bejana yang bersedia untuk dibentuk oleh Tuhan.  Kita tidak dapat menjadi bejana yang sesuai kehendak Tuhan jika kita tetap mengeraskan hati.

Dibutuhkan penyerahan diri secara penuh kepada Tuhan untuk menjadi pribadi yang lebih baik!