Monday, August 7, 2017

ORANG PERCAYA SEBAGAI AHLI WARIS (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Agustus 2017

Baca:  Galatia 4:1-11

"Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah."  Galatia 4:7

Satu perkara yang acapkali menjadi biang permasalahan atau sumber konflik, perpecahan, sengketa di dalam sebuah keluarga adalah persoalan warisan.  Bahkan ada orang yang sampai tega membunuh saudara kandungnya hanya karena mengincar warisan.  Warisan adalah harta peninggalan yang ditinggalkan pewaris kepada ahli waris.  Sesungguhnya warisan adalah sesuatu yang baik, karena apa yang orangtua miliki diturunkan kepada anak-anaknya, sehingga anak-anaknya mendapatkan berkat dari orangtuanya.  Namun ada banyak orang yang hidupnya hanya menanti dan mengandalkan warisan orangtua, sehingga warisan yang sebenarnya adalah sesuatu yang baik akhirnya menjadi sumber petaka di dalam keluarga.  Letak persoalannya bukan pada warisan itu, tetapi pada pola pikir yang hanya memikirkan warisan, bahkan sampai menimbulkan sifat serakah.

     Warisan yang sejati bukanlah hanya harta yang berhubungan dengan kebendaan, warisan yang sejati adalah bagaimana orangtua mewariskan iman kepada anak-anaknya.  "Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya,"  (Amsal 13:22).  Warisan yang sejati adalah bagaimana orangtua menanamkan prinsip-prinsip kebenaran firman Tuhan sehingga anak-anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang takut akan Tuhan, sebagaimana yang disampaikan Musa:  "Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun...supaya panjang umurmu dan umur anak-anakmu di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu untuk memberikannya kepada mereka, selama ada langit di atas bumi."  (Ulangan 11:19, 21).

     Di dalam bacaan hari ini dijelaskan bahwa hidup orang Kristen adalah hidup yang terbebas dari perhambaan.  Ini terjadi karena Kristus telah mengorbankan nyawa-Nya di atas kayu salib bagi kita.  "Ia  (Kristus - Red)  diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak."  (Galatia 4:5).  Jadi karena status kita bukan lagi hamba, melainkan diangkat sebagai anak, maka kita adalah orang-orang yang berhak menerima warisan dari Bapa karena kita adalah ahli-ahli waris  (ayat nas).  (Bersambung)

Sunday, August 6, 2017

ADA SUKACITA BESAR DI SORGA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Agustus 2017

Baca:  Lukas 15:11-32

"Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."  Lukas 15:32

Ketika anak bungsunya pulang  (setelah lama terhilang)  kembali ke rumah, orangtuanya mengadakan pesta untuk menyambut kepulangannya.  Ini menggambarkan ada sukacita di sorga kalau ada satu orang bertobat.  "...akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan."  (Lukas 15:7).

     Pertobatan yang bagaimanakah yang membuat Tuhan bersukacita?  Kalau hanya mengaku bertobat karena ada altar call di gereja belumlah membuat sorga bersukacita.  Pertobatan yang dapat membuat sorga bersukacita adalah pertobatan yang benar menurut ukuran Tuhan.  Pertobatan yang benar adalah pertobatan seperti si anak bungsu, yaitu dari kehidupan yang dikuasai oleh keinginan diri sendiri berbalik kepada kehidupan yang mau tunduk sepenuhnya kepada otoritas bapanya.  Penundukan diri adalah ciri dari orang yang bersedia hidup dalam otoritas Tuhan, yaitu orang-orang yang pasti diperkenankan masuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Sorga.  Pertobatan yang benar yang membuat orang mengalami kelahiran baru bukanlah satu kali pertobatan, tetapi sebuah proses pertobatan terus menerus dan seumur hidup.  Untuk pertobatan seperti ini dibutuhkan pencerahan oleh kebenaran firman Tuhan setiap hari, sebab  "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran."  (2 Timotius 3:16).

     Kebeneran firman Tuhan yang mencerahi pikiran ditindaklanjuti oleh perubahan berpikir  ("metanoia").  Metanoia mengekspresikan perubahan intelektual dan spiritual yang terjadi ketika seorang pendosa berbalik kepada Tuhan.  Arti kata metanoia adalah memiliki pikiran lain atau mengubah pikiran orang dalam sikap dan tujuan perihal dosa.  Atau, berpikir tentang sesuatu secara berbeda dari sebelumnya.  "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku."  (Galatia 2:20).

"Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan."  Matius 3:8