Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juli 2017
Baca: Pengkhotbah 9:1-12
"Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu
sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan
hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi." Pengkhotbah 9:10
Ayat nas ini merupakan pernyataan raja Salomo, seorang raja yang secara lahiriah memiliki apa saja yang menjadi dambaan semua manusia: hikmah, kedudukan, kekayaan, kemashyuran. Berdasarkan pengalaman hidupnya terungkap sudah bahwa kunci untuk meraih keberhasilan adalah menjadi yang terbaik dalam apa pun yang dikerjakannya.
Menjadi yang terbaik adalah kerinduan Tuhan bagi setiap orang percaya. Ini terwakili melalui pekerjaan tukang periuk dan tanah liat. "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu,
rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain
menurut apa yang baik pada pemandangannya." (Yeremia 18:4). Juga melalui perumpamaan tentang talenta, di mana si tuan menghendaki setiap hamba, yang beroleh masing-masing lima, dua dan satu talenta, melakukan yang terbaik supaya talentanya itu mengalami pelipatgandaan (baca Matius 25:14-30).
Sesungguhnya nasib semua orang adalah sama (baca Pengkhotbah 9:2-3), karena Tuhan tidak pernah membeda-bedakan manusia. Apa yang akhirnya membedakan dari masing-masing orang? Yang membedakan adalah kecakapannya dalam mengerjakan sesuatu dan iman yang dimiliki. Inilah yang kurang disadari semua orang! "Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan
raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina." (Amsal 22:29). Hidup ini adalah kesempatan untuk menjadi yang terbaik, karena itu jangan pernah kita menyia-nyiakan kesempatan yang ada, "...karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan
hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi." (ayat nas).
Tidak ada alasan bagi orang percaya untuk tidak menjadi yang terbaik, karena Tuhan dan kuasa-Nya senantiasa menyertainya. Sehebat apa pun manusia jika tanpa penyertaan Tuhan ia tidak bisa berbuat apa-apa, sebab "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan," (Efesus 3:20).
Ingin menjadi yang terbaik? "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Kolose 3:23
Saturday, July 22, 2017
Friday, July 21, 2017
SETIALAH MULAI DARI PERKARA KECIL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juli 2017
Baca: Lukas 16:10-18
"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar." Lukas 16:10a
Banyak orang seringkali memusatkan perhatian atau hanya terfokus kepada hal-hal yang besar, sampai-sampai ia melupakan, meremehkan dan menyepelekan hal-hal yang kecil atau sederhana. Padahal untuk bisa sampai kepada perkara-perkara yang besar kita harus mulai dari hal-hal yang kecil. Untuk bisa mencapai puncak gunung kita harus mulai pendakian dari bawah atau melewati lembah dan lereng terlebih dahulu. Ada kalimat bijak yang mengatakan bahwa perjalanan seribu mil selalu dimulai dari langkah pertama.
Coba tanyakan kepada orang-orang yang berhasil, baik itu berhasil dalam pekerjaan ataupun pelayanan, mereka juga memulai segala sesuatunya dari nol, tidak langsung berada di top level. Di zaman sekarang ini orang maunya berhasil secara instan, terkenal secara instan, atau kaya secara instan, tak peduli meski harus menempuh cara yang tidak halal. Ketika melamar pekerjaan, orang maunya diposisikan di tempat teratas, tidak mau merintis dari bawah; kalau pekerjaan tidak sesuai dengan ijazah, mereka tidak mau. Begitu pula dalam hal melayani pekerjaan Tuhan, tidak sedikit orang Kristen yang pilih-pilih pelayanan. Baru mau melayani jika ditempatkan di posisi depan, dilihat banyak orang, di posisi strategis. Kalau hanya sebagai pendoa syafaat, pembesuk, apalagi hanya jadi tukang sapu lantai gereja, pelayanan itu pasti akan ditolak secara mentah-mentah, takut pamornya turun.
Sebelum kita layak untuk menerima sebuah kepercayaan yang lebih, mau tidak mau, kita harus terlebih dahulu melewati proses dari bawah. Kita tidak secara tiba-tiba berada di puncak. Ada ujian kesetiaan, ujian ketekunan dan ujian kesabaran dalam melakukan perkara-perkara kecil. Bahkan, adakalanya kita harus melewati pengalaman pahit atau situasi sulit yang sangat menyakitkan secara daging, namun kita tidak boleh menyerah begitu saja, kita harus terus melangkah dan tetap mengerjakan apa yang menjadi bagian kita, tanpa ada sungut-sungut. Ini adalah modal untuk beroleh kepercayaan lebih!
"Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela," Mazmur 18:26
Baca: Lukas 16:10-18
"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar." Lukas 16:10a
Banyak orang seringkali memusatkan perhatian atau hanya terfokus kepada hal-hal yang besar, sampai-sampai ia melupakan, meremehkan dan menyepelekan hal-hal yang kecil atau sederhana. Padahal untuk bisa sampai kepada perkara-perkara yang besar kita harus mulai dari hal-hal yang kecil. Untuk bisa mencapai puncak gunung kita harus mulai pendakian dari bawah atau melewati lembah dan lereng terlebih dahulu. Ada kalimat bijak yang mengatakan bahwa perjalanan seribu mil selalu dimulai dari langkah pertama.
Coba tanyakan kepada orang-orang yang berhasil, baik itu berhasil dalam pekerjaan ataupun pelayanan, mereka juga memulai segala sesuatunya dari nol, tidak langsung berada di top level. Di zaman sekarang ini orang maunya berhasil secara instan, terkenal secara instan, atau kaya secara instan, tak peduli meski harus menempuh cara yang tidak halal. Ketika melamar pekerjaan, orang maunya diposisikan di tempat teratas, tidak mau merintis dari bawah; kalau pekerjaan tidak sesuai dengan ijazah, mereka tidak mau. Begitu pula dalam hal melayani pekerjaan Tuhan, tidak sedikit orang Kristen yang pilih-pilih pelayanan. Baru mau melayani jika ditempatkan di posisi depan, dilihat banyak orang, di posisi strategis. Kalau hanya sebagai pendoa syafaat, pembesuk, apalagi hanya jadi tukang sapu lantai gereja, pelayanan itu pasti akan ditolak secara mentah-mentah, takut pamornya turun.
Sebelum kita layak untuk menerima sebuah kepercayaan yang lebih, mau tidak mau, kita harus terlebih dahulu melewati proses dari bawah. Kita tidak secara tiba-tiba berada di puncak. Ada ujian kesetiaan, ujian ketekunan dan ujian kesabaran dalam melakukan perkara-perkara kecil. Bahkan, adakalanya kita harus melewati pengalaman pahit atau situasi sulit yang sangat menyakitkan secara daging, namun kita tidak boleh menyerah begitu saja, kita harus terus melangkah dan tetap mengerjakan apa yang menjadi bagian kita, tanpa ada sungut-sungut. Ini adalah modal untuk beroleh kepercayaan lebih!
"Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela," Mazmur 18:26
Subscribe to:
Posts (Atom)