Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juni 2017
Baca: Pengkhotbah 7:1-22
"Janganlah terlalu fasik, janganlah bodoh! Mengapa engkau mau mati sebelum waktumu?" Pengkhotbah 7:17
Beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada Jumat (3/3/2017), dunia hiburan dikejutkan dengan berita meninggalnya Tommy Page, penyanyi dan eksekutif musik yang dikenal melalui lagu I'll be Your everything, meninggal di usia 46 tahun. Kematian Tommy Page masih menyisakan misteri. Beberapa media luar negeri menyebutkan bahwa Tommy Page meninggal karena gantung diri. Namun hingga renungan ini ditulis belum ada pernyataan resmi dari pihak berwenang terkait kematiannya.
Bunuh diri (Inggris: suicide, berasal dari kata Latin suicidium, dari sui caedere, membunuh diri sendiri) adalah sebuah tindakan sengaja yang menyebabkan kematian diri sendiri. Bunuh diri seringkali dilakukan orang akibat putus asa, depresi, putus cinta, menanggung beban hidup yang teramat berat (himpitan ekonomi), pertengkaran dalam rumah tangga, atau rasa malu yang terlampau besar. Orang yang mengambil keputusan untuk bunuh diri seringkali tidak sadar kalau ia mau dan mampu melakukannya (tindakan bunuh diri), sebab dalam kehidupan sehari-hari tidak menunjukkan suatu gejala atau tanda yang menjurus ke arah perbuatan nekat tersebut. Bahkan ada kalanya orang yang sangat kaya atau terkenal bisa saja nekat melakukan tindakan bunuh diri karena masalah yang sepele. Orang yang bunuh diri artinya telah melepaskan satu anugerah Tuhan yang sangat besar, yaitu hidup. Kita tahu bahwa sehebat apa pun manusia dan secanggih apa pun teknologi yang ada di dunia ini takkan mampu menciptakan nafas kehidupan bagi manusia. Bunuh diri berarti membuang kesempatan yang Tuhan beri, tidak menghargai anugerah dan karya Tuhan dalam hidupnya.
Seberat apa pun masalah yang dialami tidak seharusnya manusia melakukan tindakan bodoh ini bila ia merespons kasih Tuhan. "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Bunuh diri adalah perbuatan yang sangat mempermalukan nama Tuhan. Orang yang bunuh diri telah merusak dan menggagalkan rencana Tuhan dalam kehidupannya.
Sekalipun berat masalah yang kita alami, pasti ada jalan keluarnya, asal kita mau datang kepada Tuhan dan meminta pertolongan-Nya!
Sunday, June 25, 2017
Saturday, June 24, 2017
JANGAN TAMAK (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juni 2017
Baca: Lukas 12:13-21
"Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!" Lukas 12:19
Orang yang tidak pernah merasa puas dengan kekayaan yang dimiliki akan terus berusaha mendapatkan kekayaan lebih dan lebih lagi; dan karena tidak pernah ada rasa cukup, apabila ia tidak mawas diri, akan terjerat dalam ketamakan. Tamak artinya selalu ingin beroleh banyak untuk diri sendiri, loba, serakah, rakus. Tamak terhadap harta kekayaan adalah salah satu penyakit hati yang sangat membahayakan kehidupan manusia. Tamak menyebabkan dengki, permusuhan, perbuatan keji, dusta, curang, dan menjauhkan pelakunya dari ketaatan. Bermula dari mengejar kekayaan, orang rentan terhadap dosa. "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan." (1 Timotius 6:9), padahal kekayaan materi itu sementara, tidak kekal, barang fana, sekarang ada esok hari bisa saja lenyap.
Apalagi bahaya berkenaan kekayaan? 2. Kekayaan tidak menjamin keselamatan jiwa. Apalah artinya orang memiliki kekayaan materi yang berlimpah-limpah jika pada akhirnya mengalami kebinasaan kekal? "...sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." (Lukas 12:15). Hal inilah yang menjadi alasan Tuhan Yesus berkata, "...sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga." (Matius 19:23). Ayub pun menyadari: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya." (Ayub 1:21a), artinya kita tidak membawa apa-apa saat datang ke dalam dunia dan kita pun tidak akan membawa apa pun juga saat meninggalkan dunia (baca 1 Timotius 6:7).
Jangan terlalu asyik mengumpulkan harta kekayaan di bumi, sehingga kita lalai untuk mengumpulkan harta yang sesungguhnya yaitu harga sorgawi; jangan sampai kita mengutamakan perkara-perkara duniawi lalu mengabaikan perkara-perkara rohani. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21).
Tamak akan kekayaan hanya akan membawa seseorang kepada kebinasaan: ketika diberkati dengan kekayaan melimpah seharusnya makin kaya dalam kebajikan!
Baca: Lukas 12:13-21
"Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!" Lukas 12:19
Orang yang tidak pernah merasa puas dengan kekayaan yang dimiliki akan terus berusaha mendapatkan kekayaan lebih dan lebih lagi; dan karena tidak pernah ada rasa cukup, apabila ia tidak mawas diri, akan terjerat dalam ketamakan. Tamak artinya selalu ingin beroleh banyak untuk diri sendiri, loba, serakah, rakus. Tamak terhadap harta kekayaan adalah salah satu penyakit hati yang sangat membahayakan kehidupan manusia. Tamak menyebabkan dengki, permusuhan, perbuatan keji, dusta, curang, dan menjauhkan pelakunya dari ketaatan. Bermula dari mengejar kekayaan, orang rentan terhadap dosa. "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan." (1 Timotius 6:9), padahal kekayaan materi itu sementara, tidak kekal, barang fana, sekarang ada esok hari bisa saja lenyap.
Apalagi bahaya berkenaan kekayaan? 2. Kekayaan tidak menjamin keselamatan jiwa. Apalah artinya orang memiliki kekayaan materi yang berlimpah-limpah jika pada akhirnya mengalami kebinasaan kekal? "...sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." (Lukas 12:15). Hal inilah yang menjadi alasan Tuhan Yesus berkata, "...sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga." (Matius 19:23). Ayub pun menyadari: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya." (Ayub 1:21a), artinya kita tidak membawa apa-apa saat datang ke dalam dunia dan kita pun tidak akan membawa apa pun juga saat meninggalkan dunia (baca 1 Timotius 6:7).
Jangan terlalu asyik mengumpulkan harta kekayaan di bumi, sehingga kita lalai untuk mengumpulkan harta yang sesungguhnya yaitu harga sorgawi; jangan sampai kita mengutamakan perkara-perkara duniawi lalu mengabaikan perkara-perkara rohani. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21).
Tamak akan kekayaan hanya akan membawa seseorang kepada kebinasaan: ketika diberkati dengan kekayaan melimpah seharusnya makin kaya dalam kebajikan!
Subscribe to:
Posts (Atom)