Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juni 2017
Baca: Kolose 3:12-17
"Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan
yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama
seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian." Kolose 3:13
Sedalam apa pun luka yang orang lain torehkan, tugas orang percaya adalah melepaskan pengampunan dan mempercayai Tuhan untuk melakukan apa yang menjadi hak-Nya (baca Roma 12:19). Pengampunan yang Tuhan kehendaki adalah pengampunan yang tiada batasnya, yang keluar dari hati yang tulus. Mengapa? Karena dosa-dosa kita telah diampuni oleh Tuhan terlebih dahulu, bahkan pemazmur mengatakan, "sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita." (Mazmur 103:12).
Kalau Tuhan saja tidak lagi mengingat-ingat kesalahan kita, masakan kita tidak mau mengampuni kesalahan orang lain, terus mengungkit-ungkit dan menyimpannya dalam hati? Kita semua pasti sangat familiar dengan ayat ini: "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15). Namun bagaimana faktanya? Mengapa kita masih sulit mengampuni orang lain? Padahal jelas dikatakan bahwa kalau kita tidak mengampuni kesalahan orang lain ada konsekuensi yang harus kita tanggung yaitu Tuhan tidak akan mengampuni kesalahan kita. Sekarang keputusan dan pilihan ada di tangan kita!
John F. Kennedy (Presiden ke-35 Amerika Serikat) pernah mengatakan, "Ampunilah musuh-musuhmu, tetapi jangan lupakan nama mereka." Musuh-musuh yang dimaksud adalah orang yang menyakiti, namun kita harus mengampuni dan tetap mengingatnya sebagai teman, bukan melupakan mereka. Dengan kekuatan sendiri kita takkan mampu mengampuni orang lain tanpa batas dan tulus. Kekuatan untuk melepaskan pengampunan berasal dari Roh Kudus, Dialah yang memberi kesanggupan kepada kita. Dalam hal mengampuni orang lain, dari pihak kita hanya diperlukan kemauan. Nah, masihkah kita mengeraskan hati untuk tidak mengampuni orang lain?
Rasul Paulus menasihati, "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih
mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah
mengampuni kamu." Efesus 4:32
Saturday, June 10, 2017
Friday, June 9, 2017
PENGAMPUNAN YANG TIADA BATASNYA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juni 2017
Baca: Matius 18:21-35
"Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Matius 18:21
Pengampunan adalah sebuah kata yang mudah sekali diucapkan, tapi tak mudah untuk dilakukan. Dalam istilah hukum kata pengampunan berarti melepaskan seseorang dari suatu kewajiban; sedangkan dalam konteks keuangan pengampunan bisa diartikan sebuah gagasan mengenai pembatalan hutang.
Sebagai manusia biasa yang punya banyak kelemahan dan kekurangan seperti kita sangatlah wajar bila Petrus bertanya kepada Tuhan Yesus tentang berapa kali harus mengampuni kesalahan orang lain. Pikir Petrus bahwa mengampuni sebanyak tujuh kali (sehari sekali) adalah perbuatan yang sangat mulia, patut dihargai dan diacungi jempol, karena tidak semua orang mampu melakukannya. Namun Tuhan Yesus menjawab, "Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (ayat 22). Pengampunan sebanyak 70x7 kali ini memiliki makna pengampunan yang tiada batas. Dengan kata lain, ketika mengampuni kesalahan orang lain kita tidak perlu menghitungnya, berhentilah mengingat 'angka' dan teruslah mengampuni. Memang tidak gampang, sebab mengampuni bukan berarti kita lupa seratus persen dan tidak ingat apa-apa lagi, melainkan kita membuat keputusan untuk melupakan dan tidak mencoba mengingat-ingat lagi. "Pengampunan adalah sebuah keputusan untuk melepaskan atau membatalkan seseorang dari kewajiban atau hutang yang terjadi ketika orang tersebut melukai Anda." (William Hines). Banyak orang merasa sulit melepaskan pengampunan terhadap orang lain karena terlalu besar luka hati yang dirasakan atau menunggu orang lain meminta maaf terlebih dahulu.
Kita bisa belajar melalui kehidupan Yusuf, orang yang memiliki pengalaman hidup yang teramat pahit karena disakiti, dilukai dan diperlakukan jahat oleh orang lain, bahkan oleh saudara-saudaranya sendiri. Meski demikian Yusuf tidak pernah melakukan pembalasan, tapi mengampuni kesalahan orang-orang yang berbuat jahat terhadapnya. Dalam Kejadian 41:51 dinyatakan bahwa Yusuf memberi nama anak sulungnya 'Manasye' yang artinya Tuhan telah membuat aku lupa sama sekali kepada kesukaranku, termasuk juga melupakan kesalahan orang lain, dan mengampuninya. (Bersambung)
Baca: Matius 18:21-35
"Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Matius 18:21
Pengampunan adalah sebuah kata yang mudah sekali diucapkan, tapi tak mudah untuk dilakukan. Dalam istilah hukum kata pengampunan berarti melepaskan seseorang dari suatu kewajiban; sedangkan dalam konteks keuangan pengampunan bisa diartikan sebuah gagasan mengenai pembatalan hutang.
Sebagai manusia biasa yang punya banyak kelemahan dan kekurangan seperti kita sangatlah wajar bila Petrus bertanya kepada Tuhan Yesus tentang berapa kali harus mengampuni kesalahan orang lain. Pikir Petrus bahwa mengampuni sebanyak tujuh kali (sehari sekali) adalah perbuatan yang sangat mulia, patut dihargai dan diacungi jempol, karena tidak semua orang mampu melakukannya. Namun Tuhan Yesus menjawab, "Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (ayat 22). Pengampunan sebanyak 70x7 kali ini memiliki makna pengampunan yang tiada batas. Dengan kata lain, ketika mengampuni kesalahan orang lain kita tidak perlu menghitungnya, berhentilah mengingat 'angka' dan teruslah mengampuni. Memang tidak gampang, sebab mengampuni bukan berarti kita lupa seratus persen dan tidak ingat apa-apa lagi, melainkan kita membuat keputusan untuk melupakan dan tidak mencoba mengingat-ingat lagi. "Pengampunan adalah sebuah keputusan untuk melepaskan atau membatalkan seseorang dari kewajiban atau hutang yang terjadi ketika orang tersebut melukai Anda." (William Hines). Banyak orang merasa sulit melepaskan pengampunan terhadap orang lain karena terlalu besar luka hati yang dirasakan atau menunggu orang lain meminta maaf terlebih dahulu.
Kita bisa belajar melalui kehidupan Yusuf, orang yang memiliki pengalaman hidup yang teramat pahit karena disakiti, dilukai dan diperlakukan jahat oleh orang lain, bahkan oleh saudara-saudaranya sendiri. Meski demikian Yusuf tidak pernah melakukan pembalasan, tapi mengampuni kesalahan orang-orang yang berbuat jahat terhadapnya. Dalam Kejadian 41:51 dinyatakan bahwa Yusuf memberi nama anak sulungnya 'Manasye' yang artinya Tuhan telah membuat aku lupa sama sekali kepada kesukaranku, termasuk juga melupakan kesalahan orang lain, dan mengampuninya. (Bersambung)
Subscribe to:
Posts (Atom)