Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juni 2017
Baca: Kisah Para Rasul 2:1-13
"Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata
dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada
mereka untuk mengatakannya." Kisah 2:4
Kata pentakosta dalam bahasa Yunani adalah pentekoste, berarti hari ke 50, atau disebut Minggu putih, adalah hari raya untuk memperingati peristiwa dicurahkannya Roh Kudus kepada para murid di Yerusalem, yang terjadi pada hari ke-50 setelah kebangkitan Yesus Kristus, atau 10 hari setelah kenaikan Tuhan Yesus ke sorga.
Makna pentakosta sesungguhnya sudah dipakai sejak zaman Perjanjian Lama. Hari raya ini dirayakan oleh umat Israel untuk memperingati peristiwa penting yaitu turunnya 10 firman yang diterima Musa di Gunung Sinai, yang kemudian dikenal dengan Sepuluh Perintah (The Ten Commandments). Peristiwa ini memiliki rentang waktu 50 hari setelah Paskah; juga sebagai hari ucapan syukur yang ditandai dengan dibawanya persembahan penuaian hulu hasil yang dikenal sebagai bikkurim, artinya persembahan hulu hasil kedua (panen gandum). Perayaan ini dirayakan selama 7 minggu berturut-turut atau sekitar 49 sampai 50 hari, oleh karena itu biasa dikenal sebagai Hari Raya Tujuh Minggu bagi bangsa Israel (baca Keluaran 34:22; Ulangan 16:9).
Pencurahan Roh Kudus merupakan penggenapan janji bapa sebagaimana yang telah dinubuatkan oleh nabi Yoel bahwa Bapa akan mencurahkan Roh-Nya pada hari-hari terakhir (baca Yoel 2:28-29), bukti dari apa yang Tuhan Yesus sampaikan kepada murid-murid-Nya sebelum Ia naik ke sorga: "Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran." (Yohanes 14:16-17). Kata Penolong yang lain dalam bahasa Yunani (Parakletos) memiliki arti: dipanggil untuk mendampingi, menolong, menghibur, menasihati, memberi semangat, menuntun dan menyertai. Roh Kudus, "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu." (Yohanes 14:26b).
Pentakosta adalah hari bersejarah bagi pertumbuhan gereja, karena di hari itu Roh Kudus mendemonstrasikan kuasa-Nya: menjamah dan mengurapi murid-murid Tuhan sehingga mereka mengalami breakthrough di dalam pelayanan.
Sunday, June 4, 2017
Saturday, June 3, 2017
MURID TUHAN YESUS TIDAK BERPUASA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juni 2017
Baca: Matius 9:14-17
"Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?" Matius 9:14
Dalam kalangan orang-orang Yahudi ada 3 praktik keagamaan yang dianggap sangat penting: bersedekah, berdoa dan berpuasa. Karena itulah Tuhan Yesus menjadikan hal itu sebagai pokok pembahasan dalam khotbah-Nya yang pertama di atas bukit (baca Matius 6:1-18). Namun begitu melihat murid-murid-Nya tidak berpuasa, murid-murid Yohanes mempertanyakan hal itu. Jawaban Tuhan Yesus, "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa." (ayat 15). Tuhan Yesus menggambarkan diri-Nya sebagai mempelai laki-laki dan umat-Nya adalah sebagai mempelai wanita.
Layakkah mempelai wanita bermuram durja saat pesta perkawinan berlangsung? Kita tahu bahwa dalam sebuah pesta kedua mempelai harus membuka pintu rumahnya untuk para tamu. Suasana sukacita pasti terlihat dalam pesta itu, di mana semua orang menikmati hidangan yang disajikan. Tidak ada seorang pun yang menghadiri pesta dengan sedih hati dan tidak menyantap hidangan yang disajikan. Tuhan Yesus juga menjelaskan dengan suatu kiasan: "Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya." (ayat 16). Kain yang belum disusutkan pasti akan merobek kain yang lama, bila ditambalkan. Karena itu setiap kain penambal harus disusutkan atau dicuci terlebih dahulu. Puasa adalah proses penyusutan untuk merendahkan diri, bukan ajang untuk pamer kerohanian.
Dalam ajaran Yudaisme puasa adalah saat untuk meratap atau berdukacita, oleh karenanya orang yang berpuasa akan cenderung memperlihatkan raut muka yang muram, supaya khalayak ramai tahu bahwa ia sedang berpuasa. Pada masa itu makna puasa sudah mengalami pergeseran karena banyak orang menjadikan puasa hanya sebagai suatu kebiasaan, atau ajang untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang yang 'rohani'. Melalui nas ini Tuhan Yesus mengajarkan agar berpuasa dengan wajah yang cerah, hati yang bersukacita dan tidak perlu diketahui orang lain.
Puasa yang disertai dengan pertobatan adalah puasa yang dikehendaki Tuhan!
Baca: Matius 9:14-17
"Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?" Matius 9:14
Dalam kalangan orang-orang Yahudi ada 3 praktik keagamaan yang dianggap sangat penting: bersedekah, berdoa dan berpuasa. Karena itulah Tuhan Yesus menjadikan hal itu sebagai pokok pembahasan dalam khotbah-Nya yang pertama di atas bukit (baca Matius 6:1-18). Namun begitu melihat murid-murid-Nya tidak berpuasa, murid-murid Yohanes mempertanyakan hal itu. Jawaban Tuhan Yesus, "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa." (ayat 15). Tuhan Yesus menggambarkan diri-Nya sebagai mempelai laki-laki dan umat-Nya adalah sebagai mempelai wanita.
Layakkah mempelai wanita bermuram durja saat pesta perkawinan berlangsung? Kita tahu bahwa dalam sebuah pesta kedua mempelai harus membuka pintu rumahnya untuk para tamu. Suasana sukacita pasti terlihat dalam pesta itu, di mana semua orang menikmati hidangan yang disajikan. Tidak ada seorang pun yang menghadiri pesta dengan sedih hati dan tidak menyantap hidangan yang disajikan. Tuhan Yesus juga menjelaskan dengan suatu kiasan: "Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya." (ayat 16). Kain yang belum disusutkan pasti akan merobek kain yang lama, bila ditambalkan. Karena itu setiap kain penambal harus disusutkan atau dicuci terlebih dahulu. Puasa adalah proses penyusutan untuk merendahkan diri, bukan ajang untuk pamer kerohanian.
Dalam ajaran Yudaisme puasa adalah saat untuk meratap atau berdukacita, oleh karenanya orang yang berpuasa akan cenderung memperlihatkan raut muka yang muram, supaya khalayak ramai tahu bahwa ia sedang berpuasa. Pada masa itu makna puasa sudah mengalami pergeseran karena banyak orang menjadikan puasa hanya sebagai suatu kebiasaan, atau ajang untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang yang 'rohani'. Melalui nas ini Tuhan Yesus mengajarkan agar berpuasa dengan wajah yang cerah, hati yang bersukacita dan tidak perlu diketahui orang lain.
Puasa yang disertai dengan pertobatan adalah puasa yang dikehendaki Tuhan!
Subscribe to:
Posts (Atom)