Sunday, May 7, 2017

JANGAN MAIN-MAIN DENGAN IBADAH (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Mei 2017

Baca:  Nehemia 8:1-19

"maka serentak berkumpullah seluruh rakyat di halaman di depan pintu gerbang Air. Mereka meminta kepada Ezra, ahli kitab itu, supaya ia membawa kitab Taurat Musa, yakni kitab hukum yang diberikan TUHAN kepada Israel."  Nehemia 8:2

Ada banyak orang Kristen yang menganggap bahwa menghadiri sebuah kebaktian tak ada bedanya dengan menghadiri sebuah pertunjukan musik.  Yang menjadi pusat perhatian mereka adalah si pemimpin pujian dan tim musiknya.  Apabila mereka tampil kurang maksimal dalam melayani, kita selaku penonton merasa kecewa, tidak puas, tidak terhibur, serta mengkritiknya habis-habisnya.  Sikap kita dalam beribadah pun berubah:  tidak lagi antusias, ogah-obahan dalam memuji Tuhan, mendengarkan firman pun sambil lalu.  Inikah sikap ibadah yang benar?  Ingatlah bahwa fokus utama dalam beribadah adalah Tuhan, bukan manusia.  Jika kita menyadari bahwa yang menjadi pusat ibadah adalah Tuhan kita pasti tidak akan main-main lagi dalam beribadah.

     Hal-hal yang harus diperhatikan ketika beribadah:  1.  Miliki kerinduan untuk bertemu Tuhan.  Sudah lama orang-orang Israel  (dalam bacaan)  tidak melakukan ibadah secara bersama-sama  (ibadah raya)  karena mereka berada di pembuangan di Babel.  Setelah kembali dari pembuangan mereka memiliki kerinduan yang besar untuk bertemu dengan Tuhan.  Alkitab menyatakan ketika bulan yang ketujuh tiba serentak berkumpullah umat untuk beribadah kepada Tuhan  (ayat nas).  Kata serentak menunjukkan bahwa rakyat secara kompak dan sangat antusias berkumpul bersama-sama untuk melakukan ibadah raya tanpa ada paksaan dari pihak lain, atau harus didorong-dorong terlebih dahulu, tapi kerinduan untuk bertemu Tuhan benar-benar timbul dari hati.  Umat Israel secara serempak berkumpul untuk beribadah bukan karena sedang menggelar sebuah perayaan atau memperingati hari raya tertentu, tapi karena kerinduan yang besar untuk bertemu dengan Tuhan yang mendorong mereka untuk berkumpul secara serempak.

     Bagaimana dengan kita?  Apakah kita beribadah karena dilandasi kerinduan untuk bertemu Tuhan, atau kita melakukan hanya sebatas rutinitas, atau bahkan karena terpaksa?  Daud berkata,  "Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?"  (Mazmur 42:2-3).  (Berlanjut)

Saturday, May 6, 2017

MASALAH ADALAH BAGIAN DARI PROSES (3)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Mei 2017

Baca:  Ayub 23:1-17

"Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas."  Ayub 23:10

Saat mengalami masalah kita menyadari betapa kita sangat membutuhkan Tuhan, dan menyadari bahwa Tuhan satu-satunya sumber pertolongan.  Ada berkat yang baru yang Tuhan sediakan di balik masalah.  "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!"  (Ratapan 3:22-23), sehingga Tuhan mempersiapkan kita dulu melalui proses, supaya kita layak untuk menerima berkat-Nya yang baru itu"Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara."  (Yesaya 43:19).

     Berkat yang baru harus ditaruh di  'wadah'  yang baru,  "Demikian juga tidak seorangpun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula."  (Markus 2:22);  anggur yang baru harus disimpan di kirbat yang baru.  Sudahkah kita benar-benar hidup sebagai  'manusia baru'?  Selama kita masih mengenakan  'manusia lama'  Tuhan akan terus memproses kita,  "Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah,...Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah."  (Roma 8:7, 8).  Tuhan memproses kita melalui masalah supaya kehidupan kita menjadi kesaksian bagi orang lain.  Setiap masalah takkan melebihi kekuatan kita,  "Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya."  (1 Korintus 10:13).

     Ketika melihat orang yang buta sejak lahir murid-murid bertanya,  "'Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?' Jawab Yesus: 'Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.'"  (Yohanes 9:2-3).

Masalah dipakai Tuhan sebagai proses untuk membentuk, mempersiapkan dan menjadikan kita sesuai rencana-Nya!