Tuesday, April 4, 2017

MANUSIA DICIPTA BUKAN UNTUK BERMALASAN!

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 April 2017

Baca:  Pengkhotbah 10:1-20

"Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh karena kelambanan tangan bocorlah rumah."  Pengkhotbah 10:18

Ada banyak ayat di Alkitab yang menggambarkan tentang perilaku dan karakteristik pemalas, di antaranya:  "Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia,"  (Amsal 13:4),  "Seperti pintu berputar pada engselnya, demikianlah si pemalas di tempat tidurnya."  (Amsal 26:14).  Karena mereka tidak melakukan apa pun maka hasilnya pun menjadi nihil atau nol.  Inilah suatu kehidupan yang tanpa produktivitas.  Sangat menyedihkan!

     Tuhan menentang segala bentuk kemalasan, sebab Ia menciptakan manusia secara khusus dengan membekali kecerdasan, talenta dan pelbagai kemampuan yang melebihi ciptaan-Nya yang lain, dengan tujuan supaya manusia dapat mengembangkan kehidupannya secara optimal untuk kemuliaan nama-Nya.  Manusia dapat memuliakan nama Tuhan hanya jika mereka mau bertekun, setia dan bekerja keras.  Oleh karena itu  "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi."  (Pengkhotbah 9:10).  Jadi tidak ada alasan untuk kita bermalas-malasan!  Kemalasan harus dilawan dan diperangi, sebab ada tertulis:  "Orang yang bermalas-malas dalam pekerjaannya sudah menjadi saudara dari si perusak."  (Amsal 18:9), perusak rencana Tuhan dan perusak masa depannya sendiri!  Masa depan suatu bangsa dipertaruhkan dan terancam akan hancur jika masyarakatnya malas.  Intinya, tidak ada sisi positif sedikit pun dari kemalasan, selalu mendatangkan kerugian dan bencana, serta  "...mengakibatkan kerja paksa."  (Amsal 12:24).

     Sekali lagi, marilah kita belajar dan mengambil sisi positif dari kehidupan semut yang memiliki mobilitas dan produktivitas tinggi sehingga kelangsungan hidup koloninya menjadi sangat terjamin.  Dengan memperhatikan kebiasaan hidup semut ini seharusnya kita semakin dirangsang untuk membuang rasa malas, mau bekerja dengan keras, bertanggung jawab dan memelihara integritas hidup kita.

"Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga."  Yohanes 5:17

Monday, April 3, 2017

JANGAN MALU BELAJAR KEPADA SEMUT (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 April 2017

Baca:  Amsal 6:6-11

"Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak:"  Amsal 6:6

Serangga sekecil semut yang lemah itu ternyata memiliki keuletan dan kemampuan untuk bertahan hidup.  Bangsa semut layak untuk dijadikan panutan, karena mereka secara naluriah bertindak mengabdi untuk kepentingan koloninya.  Seekor semut rela melepaskan hak pribadinya, dan seluruh karya hidupnya didedikasikan untuk kepentingan koloninya, sehingga di mana pun kita akan menyaksikan iring-iringan semut bekerja keras nyaris sepanjang waktu, siang hingga malam tanpa mengenal lelah.  Mereka tidak pernah menabur benih, namun lumbung-lumbung mereka senantiasa penuh makanan.  Dengan bekerja sama mereka memastikan cadangan makanan telah tersedia pada musim paceklik.

     Semut tidak pernah terlihat bermalas-malasan atau tidak melakukan apa pun, kecuali jika ia benar-benar sakit, cedera berat atau sudah sekarat, sehingga di mana pun berada sering terlihat kawanan kecil itu begitu sibuk mencari makanan.  Yang lebih mengagumkan lagi, seekor semut mampu mengangkut beban yang berukuran hingga 10X berat tubuhnya sendiri.  Mereka akti hilir mudik, bergerak ke sana ke mari, fokus, perhatian utamanya adalah bekerja dan bekerja.  Mereka bekerja dengan sangat mementingkan prinsip bertolong-tolongan.  Solidaritas dan kerjasama tim adalah paket kunci keberhasilan hidup semut.  Selagi ada kesempatan mereka terus bekerja mengumpulkan makanan, sebab jika musim hujan tiba aktivitas dan ruang gerak mereka menjadi terbatas, tapi mereka tak perlu kuatir, sebab ada stok makanan.

     Jika dalam prinsip kerja semut tidak ada istilah malas, bekerja ala kadarnya dan mementingkan diri sendiri, coba bandingkan dengan kehidupan manusia...  Gaya hidup bermalas-malasan, bekerja dengan kualitas rendah, hidup berpusat pada diri sendiri justru sudah membudaya di mana-mana.  Sebagai orang percaya tidak selayaknya kita berlaku demikian!  Rasul Paulus menasihati,  "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."  (Kolose 3:23), dan  "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!"  (Galatia 6:2a).

Masakan kita tidak malu kepada semut yang mampu berlaku bijak dan memiliki etos kerja yang luar biasa!