Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Maret 2017
Baca: Ezra 8:21-30
"Jadi berpuasalah kami dan memohonkan hal itu kepada Allah dan Allah mengabulkan permohonan kami." Ezra 8:23
Ketika hendak memimpin rombongan orang-orang Israel kembali ke Yerusalem setelah menjadi tawanan di Babel, Ezra dihadapkan pada dua pilihan: langsung meminta pertolongan kepada raja (apalagi ia memiliki hubungan yang dekat dan dipercaya raja), atau datang kepada Tuhan meminta campur tangan-Nya.
Tercatat bahwa Ezra membuat keputusan yang benar yaitu mencari Tuhan dengan sungguh. Hal itu menunjukkan bahwa ia tidak bertindak menurut akalnya sendiri atau menggunakan jurus 'aji mumpungnya' dengan berharap kepada raja. Kesungguhannya mencari Tuhan ditunjukkan dengan memaklumkan puasa kepada seluruh rakyat: "Kemudian di sana, di tepi sungai Ahawa itu, aku memaklumkan puasa supaya
kami merendahkan diri di hadapan Allah kami dan memohon kepada-Nya
jalan yang aman bagi kami, bagi anak-anak kami dan segala harta benda
kami. Karena aku malu meminta tentara dan orang-orang berkuda kepada raja
untuk mengawal kami terhadap musuh di jalan; sebab kami telah berkata
kepada raja, demikian: 'Tangan Allah kami melindungi semua orang yang
mencari Dia demi keselamatan mereka, tetapi kuasa murka-Nya menimpa
semua orang yang meninggalkan Dia.' Jadi berpuasalah kami dan memohonkan hal itu kepada Allah dan Allah mengabulkan permohonan kami." (ayat 21-23).
Berpuasa dengan disertai berbagai permintaan kepada Tuhan, tanpa terlebih dahulu merendahkan diri dan bertobat, tidak akan mendatangkan faedah apa-apa. Puasa yang sesuai dengan kehendak Tuhanlah yang dapat mendatangkan kuasa, menggerakkan tangan Tuhan untuk berbuat sesuatu. Sekalipun keadaan sepertinya tidak ada harapan, asal kita mau datang kepada Tuhan dengan merendahkan diri dan berpuasa, jalan pemulihan pasti terbuka. Puasa kudus adalah obat mujarab untuk segala macam kesulitan dan kesesakan. Namun tidak sedikit orang melakukan puasa dengan tujuan bukan rohaniah, misalnya ingin menguruskan badan (diet), atau melakukan puasa hanya karena kebiasaan (rutinitas) dengan bergantung pada hari-hari tertentu.
Berpuasa harus punya tujuan yang khusus ke hadirat Tuhan, dan tujuan utama berpuasa adalah merendahkan diri di hadapan Tuhan dan bertobat!
Thursday, March 9, 2017
Wednesday, March 8, 2017
JANGAN TUNDA WAKTU UNTUK BERTOBAT (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Maret 2017
Baca: Yoel 2:12-17
"Siapa tahu, mungkin Ia mau berbalik dan menyesal, dan ditinggalkan-Nya berkat, menjadi korban sajian dan korban curahan bagi TUHAN, Allahmu." Yoel 2:14
Tuhan memakai hama belalang sebagai teguran dan bentuk pendisiplinan terhadap umat Israel yang telah menyimpang dari jalan-jalan-Nya. Ini adalah momentum tepat bagi mereka untuk menginstropeksi diri dan bertobat. Selagi waktu masih bergulir, selagi pintu kesempatan masih terbuka, jangan tunda-tunda waktu lagi untuk bertobat, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi, "'Tetapi sekarang juga,' demikianlah firman TUHAN, 'berbaliklahh kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.'" (ayat 12). Jika tidak, maka 'hari Tuhan' akan datang sebagai bencana yang jauh lebih dahsyat dan mengerikan daripada hama belalang.
Tuhan mengutus Yoel untuk menyerukan pertobatan secara massal disertai dengan puasa. "Tiuplah sangkakala di Sion, adakanlah puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya; kumpulkanlah bangsa ini, kuduskanlah jemaah, himpunkanlah orang-orang yang tua, kumpulkanlah anak-anak, bahkan anak-anak yang menyusu; baiklah penganten laki-laki keluar dari kamarnya, dan penganten perempuan dari kamar tidurnya; baiklah para imam, pelayan-pelayan TUHAN, menangis di antara balai depan dan mezbah," (ayat 15-17). Tujuan diadakannya puasa raya ini adalah untuk merendahkan diri dihadapan Tuhan dan bertobat. Mereka juga diperintahkan untuk 'mengoyakkan hati', artinya datang kepada Tuhan dengan hati yang hancur dan patah, sebab tertulis: "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19); dan inilah janji Tuhan, "...umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14).
Sekarang ini bencana terjadi di mana-mana: banjir bandang, gempa bumi, tindak kejahatan, konflik, perpecahan dan sebagainya -yang tidak kalah hebat dari bencana belalang- sedang terjadi.
Tuhan akan menyatakan kuasa-Nya untuk memulihkan keadaan yang ada apabila kita hidup dalam pertobatan, baik itu secara pribadi maupun bangsa.
Baca: Yoel 2:12-17
"Siapa tahu, mungkin Ia mau berbalik dan menyesal, dan ditinggalkan-Nya berkat, menjadi korban sajian dan korban curahan bagi TUHAN, Allahmu." Yoel 2:14
Tuhan memakai hama belalang sebagai teguran dan bentuk pendisiplinan terhadap umat Israel yang telah menyimpang dari jalan-jalan-Nya. Ini adalah momentum tepat bagi mereka untuk menginstropeksi diri dan bertobat. Selagi waktu masih bergulir, selagi pintu kesempatan masih terbuka, jangan tunda-tunda waktu lagi untuk bertobat, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi, "'Tetapi sekarang juga,' demikianlah firman TUHAN, 'berbaliklahh kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.'" (ayat 12). Jika tidak, maka 'hari Tuhan' akan datang sebagai bencana yang jauh lebih dahsyat dan mengerikan daripada hama belalang.
Tuhan mengutus Yoel untuk menyerukan pertobatan secara massal disertai dengan puasa. "Tiuplah sangkakala di Sion, adakanlah puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya; kumpulkanlah bangsa ini, kuduskanlah jemaah, himpunkanlah orang-orang yang tua, kumpulkanlah anak-anak, bahkan anak-anak yang menyusu; baiklah penganten laki-laki keluar dari kamarnya, dan penganten perempuan dari kamar tidurnya; baiklah para imam, pelayan-pelayan TUHAN, menangis di antara balai depan dan mezbah," (ayat 15-17). Tujuan diadakannya puasa raya ini adalah untuk merendahkan diri dihadapan Tuhan dan bertobat. Mereka juga diperintahkan untuk 'mengoyakkan hati', artinya datang kepada Tuhan dengan hati yang hancur dan patah, sebab tertulis: "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19); dan inilah janji Tuhan, "...umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." (2 Tawarikh 7:14).
Sekarang ini bencana terjadi di mana-mana: banjir bandang, gempa bumi, tindak kejahatan, konflik, perpecahan dan sebagainya -yang tidak kalah hebat dari bencana belalang- sedang terjadi.
Tuhan akan menyatakan kuasa-Nya untuk memulihkan keadaan yang ada apabila kita hidup dalam pertobatan, baik itu secara pribadi maupun bangsa.
Subscribe to:
Posts (Atom)