Saturday, March 4, 2017

KEGAGALAN BUKANLAH AKHIR SEGALANYA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Maret 2017

Baca:  Amsal 24:15-20

"Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana."  Amsal 24:16

Semua orang pasti pernah mengalami kegagalan di sepanjang hidupnya, bukan sekali atau dua kali, tapi mungkin berkali-kali.  Ketika gagal kebanyakan orang merespons dengan sikap negatif:  menyerah dan berputus asa.  Namun sebagai orang percaya kita diajar untuk tidak gampang menyerah dalam situasi apa pun, melainkan terus berusaha dan berjuang.  Ketika gagal adakalanya kita merasa lelah untuk berdoa dan berharap, lalu kita mulai membuat banyak banyak alasan untuk berhenti berdoa dan berusaha.  Ada tertulis:  "Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai."  (Pengkhotbah 11:4).  Tuhan tidak menghendaki kita terpaku kepada kegagalan-kegagalan masa lalu, melainkan terus maju menatap ke depan.

     Justru kita harus menjadikan kegagalan sebagai cambuk untuk kita keluar dari zona nyaman dan mengijinkan Tuhan untuk bekerja lebih lagi di dalam kita.  "...aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus."  (Filipi 1:6).  Tetaplah percaya kepada Tuhan bahkan saat kita berada di titik terendah sekali pun dan tak berdaya, sebab  "Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap. Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu."  (Mazmur 121:3-5).  Janji Tuhan adalah ya dan amin, tiada janji yang tak ditepati-Nya!

     Yusuf adalah salah satu contoh orang yang mengalami berbagai masalah berat dan berada di situasi yang seolah-olah mengantarkannya kepada kehancuran;  namun ketika ia terus menjaga konsistensi iman dan tetap mempertahankan hidup benar di hadapan Tuhan, proses demi proses yang dijalaninya semakin mengantarkannya kepada penggenapan janji Tuhan, karena dalam segala perkara Tuhan turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan.  Oleh karena itu jangan sekali-kali bersandar pada apa yang kita lihat secara jasmani, melainkan percayalah pada kuasa adikodrati-Nya!  (Baca  Mazmur 37:5).

"Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi."  Mazmur 126:1

Friday, March 3, 2017

MENANTIKAN TUHAN: Ibadah Dengan Sungguh

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Maret 2017

Baca:  Mazmur 2:1-12

"Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar,"  Mazmur 2:11

Kita semua tidak tahu secara pasti kapan Kristus datang, namun melihat akta-fakta yang ada  (kekristenan mengalami tekanan yang semakin berat, munculnya organisasi tertentu yang ditunggangi roh antikristus untuk melakukan penganiayaan terhadap orang percaya, bencana alam yang datang silih berganti dan sebagainya)  semakin memperjelas bahwa Tuhan datang tidak akan lama lagi.  Siapakah kita menyambut kedatangan Tuhan?

     Hal mendasar yang harus kita perhatikan adalah perihal ibadah!  Apakah selama ini kita sudah beribadah kepada Tuhan dengan sungguh?  Orang yang sungguh-sungguh beribadah pasti mengalami kuasa ibadah itu sendiri.  Kenyataannya, meski banyak orang tampak aktif ke gereja setiap Minggu, tidak semua mengalami kuasa ibadah, karena mereka beribadah kepada Tuhan dengan sikap hati yang benar.  Ada tertulis:  "Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik dari pada mempersembahkan korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat."  (Pengkhotbah 4:17).  Ibadah dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai service, artinya pelayanan, sedang dalam bahasa aslinya adalah abodau yang artinya bekerja, melayani Tuhan, dan menjadikan diri sebagai seorang hamba.  Ada pun kata hamba selalu identik dengan labour yang artinya bekerja keras.  Jadi ibadah yang benar itu bukan sekedar duduk, memuji Tuhan ala kadarnya dan mendengarkan firman Tuhan sambil lalu, tetapi kita bekerja keras untuk memberikan yang terbaik kepada Tuhan.

     Di  Perjanjian Lama untuk beribadah kepada Tuhan setiap orang harus membawa korban binatang seperti domba, kambing, burung merpati dan sebagainya.  Kini kita tidak perlu lagi membawa korban binatang ketika datang beribadah, karena Kristus sudah mati menjadi korban tebusan bagi kita melalui kematian-Nya di kayu salib, namun hal ini tidak boleh mengubah arti ibadah yang sesungguhnya yaitu kita mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan  (baca  Roma 12:1).

"...ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang."  1 Timotius 4:8