Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Februari 2017
Baca: Roma 8:1-17
"Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah." Roma 8:14
Alkitab menegaskan bahwa orang yang hidupnya dipimpin oleh Roh Tuhan akan disebut anak Tuhan. Kebalikannya, orang yang hidupnya tidak dipimpin oleh Roh Tuhan tidak layak atau bukan disebut anak Tuhan. Yang dapat menilai dan membuat kesimpulan apakah kita ini layak disebut anak Tuhan adau bukan adalah diri kita sendiri, yaitu dengan jalan mengoreksi diri apakah selama menjalani hidup ini kita mau dan taat sepenuhnya dalam pimpinan Roh Kudus atau tidak.
Ada tertulis: "Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut
lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah.
Oleh Roh itu kita berseru: 'ya Abba, ya Bapa!'" (Roma 8:15a). Orang percaya yang hidupnya dalam pimpinan Roh Kudus tidak lagi dipimpin oleh roh perbudakan. Namun fakta berkata lain, ada banyak orang Kristen yang mengaku diri sebagai anak Tuhan tapi mereka masih berada dalam belenggu atau diperbudak oleh dosa. Terbukti mereka masih enggan meninggalkan dosa, suka melakukan hal-hal cemar secara sembunyi-sembunyi, ada pula yang masih terbelenggu oleh adat istiadat, tradisi, jampi-jampi, feng shui, tahayul, ramalan, primbon dan sebagainya. Menjadi anak Tuhan berarti sudah terlepas secara tuntas dari kuasa kegelapan, alias tidak lagi berkompromi dengan segala hal yang bertentangan dengan firman Tuhan, sebab "Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih;" (Kolose 1:13). Maka dari itu "Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah
kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan
hendaklah hatimu melimpah dengan syukur." (Kolose 2:7).
Di zaman sekarang ini kita perlu ekstra waspada, "...supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan
palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak
menurut Kristus." (Kolose 2:8). Bagaimana caranya? Kita harus membangun fondasi hidup kita dengan firman Tuhan, dan mengijinkan Roh Kudus menjadi pemimpin dan berhak memerintah hidup kita. Jika Roh Kudus yang memimpin, "Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya." (Mazmur 23:3b).
Hidup anak Tuhan sejati adalah hidup menurut Roh, bukan menuruti daging!
Tuesday, February 21, 2017
Monday, February 20, 2017
ORANG PERCAYA: Bukanlah Produk Massal
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Februari 2017
Baca: 1 Petrus 2:1-10
"Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri," 1 Petrus 2:9
Sudah menjadi rahasia umum jika manusia menilai sesamanya berdasarkan pada atribut yang melekat kepadanya: harta kekayaan, profesi, status, pangkat/kedudukan, kepopuleran dan pencapaiannya di segala bidang kehidupan. Karena itulah semua orang akan mencari cara dan bahkan rela menghalalkan segalanya untuk meraih semuanya itu dengan harapan keberadaannya di tengah lingkungan atau masyarakat diakui, dikenal, dihormati dan dihargai. Sebaliknya ketika seseorang tidak memiliki apa pun yang bisa dibanggakan mereka pun menjadi sangat rendah diri (minder), karena merasa tidak berharga di mata orang lain. Ini sangat berbahaya!
Bagaimana penilaian Tuhan? Tuhan menilai manusia tidak tergantung pada apa yang terlihat secara kasat mata. Tuhan tidak melihat harta, pangkat atau embel-embel lain yang melekat pada diri manusia. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah;... tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Mungkin Saudara sedang mengalami krisis percaya diri: "Hidupku tidak ada harganya di mata manusia, apalagi di hadapan Tuhan. Aku sangat tidak layak. Dosa dan pelanggaranku tak terhitung banyaknya seperti bintang-bintang di langit." Sebagai orang percaya tidak seharusnya kita merasa rendah diri atau minder, karena "...engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4). Saat kita jatuh ke dalam dosa, Iblis memang tidak pernah berhenti untuk menuduh dan mendakwa kita siang dan malam sehingga kita menjadi orang yang tertuduh dan tertolak. Namun tidak dengan Tuhan, Dia selalu membuka tangan-Nya dan menyambut kita setiap saat seperti Bapa yang merindukan si bungsu, karena Dia Mahapengampun dan penuh belas kasihan.
"Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." (Mazmur 139:13-14). Mazmur 139:13-14). Manusia boleh saja merendahkan dan tidak menganggap keberadaan kita, namun kita tetaplah pribadi yang istimewa dan berharga di mata Tuhan.
Orang percaya adalah limited edition di mata Tuhan, bukan produk massal!
Baca: 1 Petrus 2:1-10
"Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri," 1 Petrus 2:9
Sudah menjadi rahasia umum jika manusia menilai sesamanya berdasarkan pada atribut yang melekat kepadanya: harta kekayaan, profesi, status, pangkat/kedudukan, kepopuleran dan pencapaiannya di segala bidang kehidupan. Karena itulah semua orang akan mencari cara dan bahkan rela menghalalkan segalanya untuk meraih semuanya itu dengan harapan keberadaannya di tengah lingkungan atau masyarakat diakui, dikenal, dihormati dan dihargai. Sebaliknya ketika seseorang tidak memiliki apa pun yang bisa dibanggakan mereka pun menjadi sangat rendah diri (minder), karena merasa tidak berharga di mata orang lain. Ini sangat berbahaya!
Bagaimana penilaian Tuhan? Tuhan menilai manusia tidak tergantung pada apa yang terlihat secara kasat mata. Tuhan tidak melihat harta, pangkat atau embel-embel lain yang melekat pada diri manusia. "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah;... tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b). Mungkin Saudara sedang mengalami krisis percaya diri: "Hidupku tidak ada harganya di mata manusia, apalagi di hadapan Tuhan. Aku sangat tidak layak. Dosa dan pelanggaranku tak terhitung banyaknya seperti bintang-bintang di langit." Sebagai orang percaya tidak seharusnya kita merasa rendah diri atau minder, karena "...engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4). Saat kita jatuh ke dalam dosa, Iblis memang tidak pernah berhenti untuk menuduh dan mendakwa kita siang dan malam sehingga kita menjadi orang yang tertuduh dan tertolak. Namun tidak dengan Tuhan, Dia selalu membuka tangan-Nya dan menyambut kita setiap saat seperti Bapa yang merindukan si bungsu, karena Dia Mahapengampun dan penuh belas kasihan.
"Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." (Mazmur 139:13-14). Mazmur 139:13-14). Manusia boleh saja merendahkan dan tidak menganggap keberadaan kita, namun kita tetaplah pribadi yang istimewa dan berharga di mata Tuhan.
Orang percaya adalah limited edition di mata Tuhan, bukan produk massal!
Subscribe to:
Posts (Atom)