Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Februari 2017
Baca: 1 Yohanes 1:1-4
"Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan
kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan
persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya,
Yesus Kristus." 1 Yohanes 1:3
Dalam persidangan suatu perkara selalu ada yang namanya saksi. Tidak sembarang orang bisa diajukan sebagai saksi. Menjadi saksi dalam suatu persidangan haruslah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Contoh: saksi mata adalah orang yang mengetahui atau melihat dengan mata kepala sendiri suatu peristiwa atau kejadian perkara yang sedang disidangkan atau berada di TKP (tempat kejadian perkara), dan dapat menceritakan apa yang dialami, dilihat dan didengar. Ia bukan menceritakan pengalaman orang lain, atau menceritakan apa yang ia dengar dari orang lain (jadi bukan menurut kata orang).
Demikian juga ketika menjadi saksi Kristus, kita harus memenuhi kriteria atau syarat yang disebutkan di atas, seperti halnya yang dilakukan oleh rasul Yohanes yang menyaksikan apa yang dirinya sendiri alami, yang ia pegang dan ia lihat tentang Kristus. Dengan kata lain rasul Yohanes tidak memberi kesaksian akan apa yang orang lain katakan tentang Kristus sebagai suatu kebenaran, melainkan kehadiran Kristus yang ia alami sendiri di dalam kehidupannya itulah yang ia berikan sebagai kesaksian. Contoh: rasul Yohanes menjadi saksi mata ketika Kristus dimuliakan di atas gunung (baca Matius 17:1-13), juga pada saat Kristus bangkit dari kematian dan naik ke sorga ia menyaksikan semua kejadian itu, sehingga dapat dikatakan bahwa ia adalah seorang saksi hidup.
Melalui kesaksiannya ini rasul Yohanes rindu orang lain dapat merasakan dan mengalami apa yang ia alami yaitu memiliki pengenalan yang benar tentang Kristus dan hidup dalam persekutuan yang karib dengan Bapa. Ada tertulis: "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan
menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6). Sebagai orang percaya kita adalah saksi-saksi Kristus di tengah dunia ini! Menjadi saksi kristus itu tidak diukur dari seberapa mahirnya orang berkhotbah atau seerapa sibuk ia terlibat dalam pelayanan, melainkan melalui pengalaman pribadi berjalan dengan Tuhan yang terefleksi melalui perubahan hidup yaitu memancarkan karakter Kristus secara nyata.
Sudahkah kita menjadi saksi Kristus melalui ucapan, pernyataan dan perbuatan?
Saturday, February 18, 2017
Friday, February 17, 2017
ORANG PERCAYA: Mewarisi Sifat Bapa
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Februari 2017
Baca: 1 Petrus 1:13-25
"Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu." 1 Petrus 1:22
Dunia ini sedang menuju kepada kehancuran, dan salah satu tandanya adalah semakin merosotnya moral manusia. Alkitab sudah menyatakannya: "Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah." (2 Timotius 3:2-4).
Namun ini justru jadi kesempatan indah bagi orang percaya untuk mendemonstrasikan kasih kepada semua orang, tanpa terkecuali. Mengapa? Karena kita adalah anak-anak Allah, yang sudah seharusnya mewarisi sifat Allah yaitu kasih, sebab "Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia." (1 Yohanes 4:16b). Tetapi kenyataannya, terhadap saudara seiman, rekan satu gereja, sesama hamba Tuhan, masih saja kita berselisih, saling iri hati, saling benci, saling menjatuhkan, karena persaingan dalam pelayanan...
Kerinduannya yang besar terhadap hal-hal rohani mengantarkan Andreas bertemu dengan sang Mesias, Yesus Kristus, sementara saudaranya (Petrus) lebih disibukkan dengan pekerjaannya sebagai nelayan. Lalu Andreas berkesempatan membawa saudaranya ini kepada Yesus, dan ketika bertemu Petrus berbicaralah Ia: "Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus)." (Yohanes 1:42), dan "Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga." (Matius 16:18-19). Yesus justru berbicara banyak dan punya rencana besar bagi kehidupan Petrus, bukan Andreas. Meski demikian Andreas tidak iri hati atau cemburu.
Selama masih ada perselisihan atau iri hati berarti kita belum mengasihi dengan sungguh!
Baca: 1 Petrus 1:13-25
"Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu." 1 Petrus 1:22
Dunia ini sedang menuju kepada kehancuran, dan salah satu tandanya adalah semakin merosotnya moral manusia. Alkitab sudah menyatakannya: "Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah." (2 Timotius 3:2-4).
Namun ini justru jadi kesempatan indah bagi orang percaya untuk mendemonstrasikan kasih kepada semua orang, tanpa terkecuali. Mengapa? Karena kita adalah anak-anak Allah, yang sudah seharusnya mewarisi sifat Allah yaitu kasih, sebab "Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia." (1 Yohanes 4:16b). Tetapi kenyataannya, terhadap saudara seiman, rekan satu gereja, sesama hamba Tuhan, masih saja kita berselisih, saling iri hati, saling benci, saling menjatuhkan, karena persaingan dalam pelayanan...
Kerinduannya yang besar terhadap hal-hal rohani mengantarkan Andreas bertemu dengan sang Mesias, Yesus Kristus, sementara saudaranya (Petrus) lebih disibukkan dengan pekerjaannya sebagai nelayan. Lalu Andreas berkesempatan membawa saudaranya ini kepada Yesus, dan ketika bertemu Petrus berbicaralah Ia: "Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus)." (Yohanes 1:42), dan "Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga." (Matius 16:18-19). Yesus justru berbicara banyak dan punya rencana besar bagi kehidupan Petrus, bukan Andreas. Meski demikian Andreas tidak iri hati atau cemburu.
Selama masih ada perselisihan atau iri hati berarti kita belum mengasihi dengan sungguh!
Subscribe to:
Posts (Atom)