Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Februari 2017
Baca: Amos 3:1-8
"Hanya kamu yang Kukenal dari segala kaum di muka bumi," Amos 3:2
Adalah tidak mudah bagi seseorang untuk tunduk sepenuhnya kepada kehendak dan pimpinan Tuhan, yang terjadi justru sebaliknya yaitu maunya Tuhan yang harus mengikuti kehendak dan keinginan kita dengan cara kita, alias mendikte Tuhan. Ada tertulis: "Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang
dibentuk berkata kepada yang membentuknya: 'Mengapakah engkau membentuk
aku demikian?' Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk
membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang
mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?" (Roma 9:20-21).
Bangsa Israel adalah umat pilihan Tuhan! Mereka dipilih di antara berjuta-juta umat manusia di muka bumi ini. Ditegaskan bahwa Tuhan hanya mengenal satu bangsa yaitu umat kesayangan-Nya, "Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau," (Yesaya 43:4), bahkan disebut-Nya mereka sebagai biji mata-Nya. "Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya." (Ulangan 32:10b), dan "sebab siapa yang menjamah kamu, berarti menjamah biji mata-Nya--:" (Zakharia 2:8). Bukan hanya itu... "Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku." (Yesaya 49:16). Siapakah kita ini sehingga Tuhan memilih, memanggil dan mengangkat kita? Apakah karena kita hebat, pintar, kaya, terkenal? Tidak sama sekali, karena di luar sana masih banyak orang yang lebih dari kita. Semua itu karena anugerah Tuhan semata! Anugerah atau kasih karunia berasal dari bahasa asli khen (Ibrani) atau kharis (Yunani). Pemberian anugerah ini semata-mata adalah hak prerogatif Tuhan, sedangkan sesungguhnya manusia tidak layak untuk menerimanya. "Aku akan memberi kasih karunia kepada siapa yang Kuberi kasih karunia dan mengasihani siapa yang Kukasihani." (Keluaran 33:19b).
Meski diperlakukan istimewa oleh Tuhan mereka tidak merespons kasih Tuhan itu dengan sikap hati yang benar: memilih hidup menurut kehendak sendiri, memberontak kepada Tuhan, dan bahkan jatuh dalam dosa penyembahan berhala. Karena kekerasan hati dan kedegilan mereka Tuhan pun menyebutnya sebagai bangsa yang tegar tengkuk!
Meski dikasihi Tuhan sedemikian rupa bangsa Israel tetap saja memberontak!
Thursday, February 9, 2017
Wednesday, February 8, 2017
UMAT PILIHAN: Dikasihi dan Dihajar (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Februari 2017
Baca: Amos 3:1-8
"...hai orang Israel, tentang segenap kaum yang telah Kutuntun keluar dari tanah Mesir," Amos 3:1
Amos bukanlah seorang nabi profesional, ia hanyalah seorang peternak domba dari Tekoa, 12 mil di sebelah selatan Yerusalem. Selain itu ia juga bekerja sebagai pemungut buah ara di hutan.
Di hadapan manusia keberadaan Amos ini mungkin tidak dianggap atau disepelekan, tapi Tuhan memilihnya untuk menjadi penyambung lidah-Nya. "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti," (1 Korintus 1:27-28). Amos diutus Tuhan untuk tugas yang tidak mudah yaitu menegur dan memperingatkan orang-orang yang berada di kerajaan Israel bagian utara, agar mereka mau berbalik kepada Tuhan dan hidup menurut jalan-Nya. Melalui Amos Tuhan hendak mencelikkan 'mata rohani' mereka bahwa selama ini Tuhanlah yang memelihara hidup mereka: menuntun keluar dari perbudakan di Mesir, menyertai dan menyatakan mujizat-Nya selama di padang gurun -sehingga "Pakaianmu tidaklah menjadi buruk di tubuhmu dan kakimu tidaklah menjadi bengkak selama empat puluh tahun ini." (Ulangan 8:4)- mampu menyeberangi laut Teberau dengan cara-Nya yang ajaib, dan berperang ganti mereka melawan bangsa-bangsa lain hingga akhirnya mereka mencapai tanah Perjanjian (Kanaan). Kesemuanya itu bukan karena kuat, hebat dan gagah mereka, tetapi karena pertolongan dan anugerah Tuhan semata. "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6).
Pengalaman hidup bangsa Israel ini hendaknya kian menyadarkan kita bahwa kita ini lemah dan penuh keterbatasan sehingga harus bergantung penuh kepada Tuhan. Ironisnya di satu sisi kita sadar bahwa kita sangat membutuhkan Tuhan, namun di sisi lain seringkali kita tidak mau tunduk kepada pimpinan Tuhan, lebih memilih untuk berjalan menurut kehendak sendiri dan mengandalkan diri sendiri karena kita merasa bahwa cara Tuhan memimpin kita tidak cocok dengan kemauan dan keinginan kita. (Bersambung)
Baca: Amos 3:1-8
"...hai orang Israel, tentang segenap kaum yang telah Kutuntun keluar dari tanah Mesir," Amos 3:1
Amos bukanlah seorang nabi profesional, ia hanyalah seorang peternak domba dari Tekoa, 12 mil di sebelah selatan Yerusalem. Selain itu ia juga bekerja sebagai pemungut buah ara di hutan.
Di hadapan manusia keberadaan Amos ini mungkin tidak dianggap atau disepelekan, tapi Tuhan memilihnya untuk menjadi penyambung lidah-Nya. "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti," (1 Korintus 1:27-28). Amos diutus Tuhan untuk tugas yang tidak mudah yaitu menegur dan memperingatkan orang-orang yang berada di kerajaan Israel bagian utara, agar mereka mau berbalik kepada Tuhan dan hidup menurut jalan-Nya. Melalui Amos Tuhan hendak mencelikkan 'mata rohani' mereka bahwa selama ini Tuhanlah yang memelihara hidup mereka: menuntun keluar dari perbudakan di Mesir, menyertai dan menyatakan mujizat-Nya selama di padang gurun -sehingga "Pakaianmu tidaklah menjadi buruk di tubuhmu dan kakimu tidaklah menjadi bengkak selama empat puluh tahun ini." (Ulangan 8:4)- mampu menyeberangi laut Teberau dengan cara-Nya yang ajaib, dan berperang ganti mereka melawan bangsa-bangsa lain hingga akhirnya mereka mencapai tanah Perjanjian (Kanaan). Kesemuanya itu bukan karena kuat, hebat dan gagah mereka, tetapi karena pertolongan dan anugerah Tuhan semata. "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6).
Pengalaman hidup bangsa Israel ini hendaknya kian menyadarkan kita bahwa kita ini lemah dan penuh keterbatasan sehingga harus bergantung penuh kepada Tuhan. Ironisnya di satu sisi kita sadar bahwa kita sangat membutuhkan Tuhan, namun di sisi lain seringkali kita tidak mau tunduk kepada pimpinan Tuhan, lebih memilih untuk berjalan menurut kehendak sendiri dan mengandalkan diri sendiri karena kita merasa bahwa cara Tuhan memimpin kita tidak cocok dengan kemauan dan keinginan kita. (Bersambung)
Subscribe to:
Posts (Atom)