Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Januari 2017
Baca: Mazmur 111:1-10
"Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap hati, dalam lingkungan orang-orang benar dan dalam jemaah." Mazmur 111:1
Jika kita merenungkan kebenaran firman Tuhan dan semua yang Tuhan telah kerjakan dalam hidup ini seharusnya bibir kita takkan pernah berhenti berkata: "Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun." (Mazmur 100:5), dan "Bagaimana akan kubalas kepada TUHAN segala kebajikan-Nya kepadaku?" (Mazmur 116:12). Tiada kata selain bibir yang senantiasa memuliakan nama Tuhan (ucapan syukur). Tapi banyak orang Kristen yang lupa mengucap syukur, kecuali dalam keadaan baik (terberkati); padahal di balik ucapan syukur terkandung berkat yang luar biasa pula.
Tuhan Yesus memberi makan 5000 orang laki-laki, tidak termasuk wanita dan anak-anaknya, hanya dengan 5 ketul roti dan 2 ikan, semuanya kenyang, dan bahkan masih tersisa 12 bakul. Berawal dari ucapan syukur, mujizat pun terjadi! "Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya
kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan
ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki." (Yohanes 6:11). Secara naluriah kita terdorong untuk mengucap syukur bila memiliki sesuatu yang berlebih, menerima dalam jumlah besar atau sedang surplus. Ditinjau dari sudut mana pun 5 roti dan 2 ikan tidak akan pernah cukup untuk memberi makan 5000 orang! Sangat tidak masuk akal! Kita pasti akan berkata seperti Filipus, "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja." (Yohanes 6:7). Bukankah kita cenderung merasa kuatir, lalu bersungut-sungut, mengomel ketika memiliki atau menerima sedikit?
Dari sepuluh orang yang menderita kusta hanya satu orang Samaria saja yang tidak lupa mengucap syukur kepada Tuhan atas kesembuhan yang dialaminya, sedangkan sembilan orang lainnya pergi begitu saja setelah sembuh. Karena ucapan syukur inilah ia tidak saja disembuhkan dari penyakitnya, tetapi juga beroleh berkat rohani yaitu anugerah keselamatan oleh karena imannya (baca Lukas 17:19).
Di segala keadaan jangan pernah lupa mengucap syukur kepada Tuhan, karena ucapan syukur adalah pintu gerbang menuju berkat!
Sunday, January 22, 2017
Saturday, January 21, 2017
HATI YANG BERLIMPAH UCAPAN SYUKUR (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Januari 2017
Baca: Mazmur 71:1-24
"Akupun mau menyanyikan syukur bagi-Mu dengan gambus atas kesetiaan-Mu, ya Allahku, menyanyikan mazmur bagi-Mu dengan kecapi, ya Yang Kudus Israel." Mazmur 71:22
Mengucap syukur adalah perintah Tuhan yang harus ditaati. Orang yang mampu mengucap syukur di segala keadaan menandakan ia percaya sepenuhnya kepada Tuhan, dan menyetujui apa pun yang Tuhan rancangkan. "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Sebaliknya orang yang selalu bersungut dan mengomel berarti sedang memprotes kedaulatan Tuhan atas setiap kejadian atau peristiwa yang dialaminya, dan tidak mempercayai-Nya.
Ketika menghadapi cawan penderitaan, Tuhan Yesus berdoa, "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Di segala keadaan, biarlah kita belajar untuk menempatkan kehendak Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup ini, karena kehendak-Nya pasti yang terbaik bagi kita. Karena itu ijinkanlah Tuhan bekerja dengan cara-Nya sendiri dan ikutilah alur-Nya, jangan sekali-kali keluar dan memberontak. Percayalah bahwa masalah adalah cara Tuhan untuk mengerjakan perkara besar; tak ada mujizat tanpa masalah, tidak ada kemuliaan tanpa salib.
Sungut-sungut dan omelan tidak akan mengubah keadaan, malah membuatnya semakin buruk dan semakin memperpanjang waktu Tuhan memproses kita sebagaimana umat Israel harus berputar-putar selama 40 tahun di padang gurun, karena Tuhan hendak mendisiplinkan dan membangun karakter mereka. Tuhan memberikan materi berupa 'masalah atau penderitaan' dalam sekolah kehidupan ini agar kita belajar untuk bergantung kepada-Nya, sebab tanpa masalah seringkali kita melupakan Tuhan dan lebih bersandar kepada kekuatan sendiri. Justru ketika dalam masalah atau pergumulan yang berat manusia terdorong untuk mendekat kepada Tuhan... saat itulah penyembahan dan doa yang begitu mendalam dan kuat dilakukan.
Mudah bagi Tuhan memberkati kita, tetapi lebih penting bagi Tuhan memurnikan kualitas hidup kita, termasuk dalam hal mengucap syukur!
Baca: Mazmur 71:1-24
"Akupun mau menyanyikan syukur bagi-Mu dengan gambus atas kesetiaan-Mu, ya Allahku, menyanyikan mazmur bagi-Mu dengan kecapi, ya Yang Kudus Israel." Mazmur 71:22
Mengucap syukur adalah perintah Tuhan yang harus ditaati. Orang yang mampu mengucap syukur di segala keadaan menandakan ia percaya sepenuhnya kepada Tuhan, dan menyetujui apa pun yang Tuhan rancangkan. "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Sebaliknya orang yang selalu bersungut dan mengomel berarti sedang memprotes kedaulatan Tuhan atas setiap kejadian atau peristiwa yang dialaminya, dan tidak mempercayai-Nya.
Ketika menghadapi cawan penderitaan, Tuhan Yesus berdoa, "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Di segala keadaan, biarlah kita belajar untuk menempatkan kehendak Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup ini, karena kehendak-Nya pasti yang terbaik bagi kita. Karena itu ijinkanlah Tuhan bekerja dengan cara-Nya sendiri dan ikutilah alur-Nya, jangan sekali-kali keluar dan memberontak. Percayalah bahwa masalah adalah cara Tuhan untuk mengerjakan perkara besar; tak ada mujizat tanpa masalah, tidak ada kemuliaan tanpa salib.
Sungut-sungut dan omelan tidak akan mengubah keadaan, malah membuatnya semakin buruk dan semakin memperpanjang waktu Tuhan memproses kita sebagaimana umat Israel harus berputar-putar selama 40 tahun di padang gurun, karena Tuhan hendak mendisiplinkan dan membangun karakter mereka. Tuhan memberikan materi berupa 'masalah atau penderitaan' dalam sekolah kehidupan ini agar kita belajar untuk bergantung kepada-Nya, sebab tanpa masalah seringkali kita melupakan Tuhan dan lebih bersandar kepada kekuatan sendiri. Justru ketika dalam masalah atau pergumulan yang berat manusia terdorong untuk mendekat kepada Tuhan... saat itulah penyembahan dan doa yang begitu mendalam dan kuat dilakukan.
Mudah bagi Tuhan memberkati kita, tetapi lebih penting bagi Tuhan memurnikan kualitas hidup kita, termasuk dalam hal mengucap syukur!
Subscribe to:
Posts (Atom)