Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Januari 2017
Baca: Mazmur 71:1-24
"Akupun mau menyanyikan syukur bagi-Mu dengan gambus atas kesetiaan-Mu,
ya Allahku, menyanyikan mazmur bagi-Mu dengan kecapi, ya Yang Kudus
Israel." Mazmur 71:22
Mengucap syukur adalah perintah Tuhan yang harus ditaati. Orang yang mampu mengucap syukur di segala keadaan menandakan ia percaya sepenuhnya kepada Tuhan, dan menyetujui apa pun yang Tuhan rancangkan. "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk
mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka
yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28). Sebaliknya orang yang selalu bersungut dan mengomel berarti sedang memprotes kedaulatan Tuhan atas setiap kejadian atau peristiwa yang dialaminya, dan tidak mempercayai-Nya.
Ketika menghadapi cawan penderitaan, Tuhan Yesus berdoa, "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari
pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti
yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Di segala keadaan, biarlah kita belajar untuk menempatkan kehendak Tuhan sebagai yang terutama dalam hidup ini, karena kehendak-Nya pasti yang terbaik bagi kita. Karena itu ijinkanlah Tuhan bekerja dengan cara-Nya sendiri dan ikutilah alur-Nya, jangan sekali-kali keluar dan memberontak. Percayalah bahwa masalah adalah cara Tuhan untuk mengerjakan perkara besar; tak ada mujizat tanpa masalah, tidak ada kemuliaan tanpa salib.
Sungut-sungut dan omelan tidak akan mengubah keadaan, malah membuatnya semakin buruk dan semakin memperpanjang waktu Tuhan memproses kita sebagaimana umat Israel harus berputar-putar selama 40 tahun di padang gurun, karena Tuhan hendak mendisiplinkan dan membangun karakter mereka. Tuhan memberikan materi berupa 'masalah atau penderitaan' dalam sekolah kehidupan ini agar kita belajar untuk bergantung kepada-Nya, sebab tanpa masalah seringkali kita melupakan Tuhan dan lebih bersandar kepada kekuatan sendiri. Justru ketika dalam masalah atau pergumulan yang berat manusia terdorong untuk mendekat kepada Tuhan... saat itulah penyembahan dan doa yang begitu mendalam dan kuat dilakukan.
Mudah bagi Tuhan memberkati kita, tetapi lebih penting bagi Tuhan memurnikan kualitas hidup kita, termasuk dalam hal mengucap syukur!
Saturday, January 21, 2017
Friday, January 20, 2017
HATI YANG BERLIMPAH UCAPAN SYUKUR (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Januari 2017
Baca: Mazmur 50:1-23
"Persembahkanlah syukur sebagai korban kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang Mahatinggi!" Mazmur 50:14
Kapan Saudara mempersembahkan syukur kepada Tuhan? Banyak orang Kristen bersyukur kepada Tuhan hanya pada saat-saat tertentu yaitu ketika segala sesuatu berjalan dengan baik, menerima berkat, kesembuhan, atau mengalami mujizat dari Tuhan. Sikap mereka langsung berubah begitu menghadapi masalah, kesesakan, sakit-penyakit... jangankan mengucap syukur, berdoa saja sudah malas melakukannya.
Ucapan syukur adalah sebuah kata benda abstrak, yang secara garis besar memiliki makna: grateful (berterima kasih kepada Tuhan), pleasing (menyenangkan Tuhan), atau mindful of benefits (sadar akan kebaikan, hadiah atau pertolongan). Inilah sikap hati yang harus dikembangkan dalam hidup orang percaya. Alkitab memperingatkan: "Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya." (Ibrani 13:15). 'Korban' adalah sesuatu yang dipersembahkan, kehilangan, merugi dan sakit secara daging. "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." (Habakuk 3:17-18). Sesungguhnya situasi atau keadaan tidak mendukung sama sekali untuk mengucap syukur, tetapi Habakuk tidak dikalahkan oleh keadaan yang ada, ia tetap bisa mengucap syukur. Inilah yang disebut korban syukur!
Umumnya saat dalam masalah atau kesesakan tidak ada korban syukur yang kita persembahkan kepada Tuhan, yang ada hanyalah sungut-sungut dan omelan seperti yang biasa dilakukan oleh umat Israel di padang gurun. Karena itulah sebagian besar umat Israel mengalami kebinasaan di padang gurun sebelum mencapai Kanaan. Ketahuilah bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan dalam hidup kita, bahkan sehelai rambut pun jatuh adalah seijin Tuhan (baca Lukas 12:7).
Bila memahami "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18), seharusnya bibir kita tak pernah berhenti bersyukur!
Baca: Mazmur 50:1-23
"Persembahkanlah syukur sebagai korban kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang Mahatinggi!" Mazmur 50:14
Kapan Saudara mempersembahkan syukur kepada Tuhan? Banyak orang Kristen bersyukur kepada Tuhan hanya pada saat-saat tertentu yaitu ketika segala sesuatu berjalan dengan baik, menerima berkat, kesembuhan, atau mengalami mujizat dari Tuhan. Sikap mereka langsung berubah begitu menghadapi masalah, kesesakan, sakit-penyakit... jangankan mengucap syukur, berdoa saja sudah malas melakukannya.
Ucapan syukur adalah sebuah kata benda abstrak, yang secara garis besar memiliki makna: grateful (berterima kasih kepada Tuhan), pleasing (menyenangkan Tuhan), atau mindful of benefits (sadar akan kebaikan, hadiah atau pertolongan). Inilah sikap hati yang harus dikembangkan dalam hidup orang percaya. Alkitab memperingatkan: "Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya." (Ibrani 13:15). 'Korban' adalah sesuatu yang dipersembahkan, kehilangan, merugi dan sakit secara daging. "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." (Habakuk 3:17-18). Sesungguhnya situasi atau keadaan tidak mendukung sama sekali untuk mengucap syukur, tetapi Habakuk tidak dikalahkan oleh keadaan yang ada, ia tetap bisa mengucap syukur. Inilah yang disebut korban syukur!
Umumnya saat dalam masalah atau kesesakan tidak ada korban syukur yang kita persembahkan kepada Tuhan, yang ada hanyalah sungut-sungut dan omelan seperti yang biasa dilakukan oleh umat Israel di padang gurun. Karena itulah sebagian besar umat Israel mengalami kebinasaan di padang gurun sebelum mencapai Kanaan. Ketahuilah bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan dalam hidup kita, bahkan sehelai rambut pun jatuh adalah seijin Tuhan (baca Lukas 12:7).
Bila memahami "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18), seharusnya bibir kita tak pernah berhenti bersyukur!
Subscribe to:
Posts (Atom)