Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Desember 2016
Baca: 1 Yohanes 1:5-10
"Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam
terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan
darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa." 1 Yohanes 1:7
Banyak orang Kristen masih bergumul sendiri dengan akal dan pikirannya, masih belum yakin bahwa dosa-dosanya telah diampuni oleh Tuhan. Pertanyaan dalam hati pun semakin menjadi-jadi ketika mereka membaca ayat ini: "Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita." (ayat 8). Memang benar bahwa semua manusia telah berdosa, tetapi "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia
akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala
kejahatan." (ayat 9).
Ketika kita mengaku dosa di hadapan Tuhan, dosa yang lama itu sudah diampuni-Nya, kecuali jika kita berbuat dosa lagi dengan sengaja. Banyak orang Kristen tak berani mengaku bahwa dirinya sudah diampuni dan terbebas dari dosa karena mereka sendiri tetap berjalan dalam gelap. Berjalan dalam gelap bukan hanya berbicara tentang melakukan perbuatan-pebuatan jahat seperti membunuh atau berzinah, tapi Alkitab juga menyatakan bahwa ketika kita membenci saudara kita berarti kita masih berada dalam kegelapan. "Barangsiapa berkata, bahwa ia berada di dalam terang, tetapi ia membenci
saudaranya, ia berada di dalam kegelapan sampai sekarang. Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan." (1 Yohanes 2:9-10). Kita harus mengerti kebenaran firman Tuhan dan meyakini bahwa firman-Nya itu ya dan amin. Jika kita tak mengerti kebenaran ini maka selamanya kita akan terus terbelenggu oleh rasa bersalah, dan hidup dalam ketakutan. "dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yohanes 8:32).
Jika Tuhan sudah berkata bahwa darah-Nya telah menyucikan segala dosa kita maka kita harus percaya kebenaran ini, "Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." (Yohanes 8:36). Artinya jika melalui pengorbanan kristus kita sudah dibebaskan dari segala dosa kita, kita benar-benar telah diampuni-Nya.
"Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya," Efesus 1:7
Tuesday, December 27, 2016
Monday, December 26, 2016
HIDUP DALAM KASIH KARUNIA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Desember 2016
Baca: Keluaran 33:1-23
"Aku akan memberi kasih karunia kepada siapa yang Kuberi kasih karunia dan mengasihani siapa yang Kukasihani." Keluaran 33:19
Kasih karunia atau anugerah berasal dari bahasa asli khen (Ibrani) atau kharis (Yunani). Dalam Perjanjian Lama Tuhan menunjukkan kasih karunia-Nya kepada bapa-bapa leluhur dan bangsa Israel. Sedangkan dalam Perjanjian Baru kasih karunia Tuhan ditunjukkan-Nya dengan menyelamatkan manusia dari dosa dan hukuman kekal melalui pengorbanan Kristus di Kalvari.
Pemberian kasih karunia ini semata-mata ada di bawah otoritas Tuhan sendiri (ayat nas), di mana manusia tidak mempunyai andil apa pun di dalamnya; semuanya dari, oleh dan untuk Tuhan sendiri. Dengan kata lain kasih karunia itu mutlak hak prerogatif Tuhan. Prinsip kasih karunia itu datang dari atas, dari Tuhan, kepada manusia, padahal sesungguhnya manusia tidak memiliki kelayakan untuk menerimanya. "Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah." (Roma 9:16). Jelas sekali bahwa keselamatan adalah kasih karunia dari Tuhan yang hanya dapat diterima oleh respons manusia melalui iman kepada Kristus, dan "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Sebagai 'manusia baru' kita hidup di dalam kasih karunia, artinya hidup di dalam perlakuan istimewa dari Tuhan dan hidup di dalam janji Tuhan. Meski kita hidup di dalam hukum kasih karunia Tuhan bukan berarti kita bisa hidup sekehendak hati atau sebebas-bebasnya tanpa ada pagar pembatas. Di dalam kasih karunia Tuhan memberikan rambu-rambu-Nya yaitu melalui firman-Nya, yang bila dilanggar kita pun dapat kehilangan kasih karunia Tuhan itu. Karena itu "...jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima." (2 Korintus 6:1), apalagi sampai menyalahgunakannya (baca Yudas 1:4). Menyalahgunakan kasih karunia berarti dengan sengaja melakukan pelanggaran dalam kesadaran dan pengetahuan akan kebenaran.
"Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah." Roma 5:2
Baca: Keluaran 33:1-23
"Aku akan memberi kasih karunia kepada siapa yang Kuberi kasih karunia dan mengasihani siapa yang Kukasihani." Keluaran 33:19
Kasih karunia atau anugerah berasal dari bahasa asli khen (Ibrani) atau kharis (Yunani). Dalam Perjanjian Lama Tuhan menunjukkan kasih karunia-Nya kepada bapa-bapa leluhur dan bangsa Israel. Sedangkan dalam Perjanjian Baru kasih karunia Tuhan ditunjukkan-Nya dengan menyelamatkan manusia dari dosa dan hukuman kekal melalui pengorbanan Kristus di Kalvari.
Pemberian kasih karunia ini semata-mata ada di bawah otoritas Tuhan sendiri (ayat nas), di mana manusia tidak mempunyai andil apa pun di dalamnya; semuanya dari, oleh dan untuk Tuhan sendiri. Dengan kata lain kasih karunia itu mutlak hak prerogatif Tuhan. Prinsip kasih karunia itu datang dari atas, dari Tuhan, kepada manusia, padahal sesungguhnya manusia tidak memiliki kelayakan untuk menerimanya. "Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah." (Roma 9:16). Jelas sekali bahwa keselamatan adalah kasih karunia dari Tuhan yang hanya dapat diterima oleh respons manusia melalui iman kepada Kristus, dan "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17).
Sebagai 'manusia baru' kita hidup di dalam kasih karunia, artinya hidup di dalam perlakuan istimewa dari Tuhan dan hidup di dalam janji Tuhan. Meski kita hidup di dalam hukum kasih karunia Tuhan bukan berarti kita bisa hidup sekehendak hati atau sebebas-bebasnya tanpa ada pagar pembatas. Di dalam kasih karunia Tuhan memberikan rambu-rambu-Nya yaitu melalui firman-Nya, yang bila dilanggar kita pun dapat kehilangan kasih karunia Tuhan itu. Karena itu "...jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima." (2 Korintus 6:1), apalagi sampai menyalahgunakannya (baca Yudas 1:4). Menyalahgunakan kasih karunia berarti dengan sengaja melakukan pelanggaran dalam kesadaran dan pengetahuan akan kebenaran.
"Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah." Roma 5:2
Subscribe to:
Posts (Atom)