Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Oktober 2016
Baca: Ester 4:1-17
"Maka pergilah Mordekhai dan diperbuatnyalah tepat seperti yang dipesankan Ester kepadanya." Ester 4:17
Ada banyak orang ketika sudah menjadi orang yang berhasil dan 'besar' berubah menjadi orang yang sombong dan lupa dengan asal-usulnya, seperti pepatah Jawa yang mengatakan 'kacang ninggal lanjarane'. Tetapi hal itu tidak terjadi pada Ester!
Meski sudah menjadi permaisuri raja dan tinggal di istana dengan fasilitas mewah bukan berarti berubah pula sifat dan karakternya, ia tetaplah orang yang rendah hati dan memiliki kepedulian terhadap orang lain. Terbukti ketika Mordekhai menghadapi masalah berat yang disebabkan ketidaksenangan Haman (karena Mordekhai adalah orang Yahudi), tidak mau memberi hormat kepada dirinya, bahkan Haman berusaha menghabisi seluruh orang Yahudi, Ester tidak tinggal diam. Ia mengajak orang-orang Yahudi berpuasa dan merendahkan diri di hadapan Tuhan selama tiga hari tiga malam, tidak makan tidak minum. Apa yang diperbuat Ester adalah wujud kepedulian terhadap nasib bangsanya. Tindakan Ester memohon belas kasihan Tuhan dengan mengajak orang-orang sebangsanya ini adalah sebuah tindakan iman. Pada hari ke-3 ia memberanikan diri menghadap sang raja, padahal tidak sembarang orang diperbolehkan menghadap, kecuali raja berkenan memanggilnya. Ester rela mempertaruhkan nyawanya untuk menghadap raja Ahasyweros, dan upaya ini akhirnya membuahkan hasil! Melalui kehidupan Ester ini Tuhan hendak mendemonstrasikan kedaulatan dan kasih-Nya yang besar kepada umat-Nya. Untuk menggenapi rencana-Nya ini Tuhan dapat bekerja dengan berbagai cara, bahkan ia sanggup memakai siapa pun; dalam hal ini Tuhan memilih Ester yang dipandang sebelah mata oleh sesamanya dan dianggap tidak punya masa depan karena ia adalah yatim piatu, tetapi beroleh peninggian dari Tuhan dan justru dipakai-Nya untuk menjadi penyelamat bagi bangsanya.
Kita juga bisa belajar dari sikap Ester yang senantiasa melibatkan Tuhan dan mengandalkan-Nya sebelum melakukan segala sesuatu!
"Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." Mazmur 75:7-8
Wednesday, October 26, 2016
Tuesday, October 25, 2016
ESTER: Bersinar Laksana Bintang (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Oktober 2016
Baca: Ester 2:1-18
"...gadis itu elok perawakannya dan cantik parasnya. Ketika ibu bapanya mati, ia diangkat sebagai anak oleh Mordekhai." Ester 2:7
Ester lahir dengan nama Ibrani Hadassah; nama Ester sendiri berasal dari bahasa Persia yang berarti star atau bintang.
Ester adalah yatim piatu keturunan Benyamin yang dirawat dan diangkat anak oleh Mordekhai: "Mordekhai itu pengasuh Hadasa, yakni Ester, anak saudara ayahnya, sebab anak itu tidak beribu bapa lagi;" (ayat 7a). Dari latar belakang keluarganya sesungguhnya Ester punya alasan kuat memiliki self pity (mengasihani diri sendiri) yang tinggi karena ia sebatang kara. Namun itu tidak dilakukannya. Ia pun tumbuh menjadi seorang gadis yang bukan hanya cantik secara fisik tetapi juga cantik hatinya. Semua tidak terlepas dari bimbingan dan didikan abang sepupunya yang tak pernah berhenti men-support-nya. Apa pun yang disuruhkan Mordekhai, tanpa keluh kesah, Ester taat melakukannya.
Ketika raja hendak mencari permaisuri sebagai ganti Wasti, Ester pun turut mengambil bagian, atas dukungan abang sepupunya itu. Singkat cerita, ketika mengikuti seleksi calon permaisuri Ester lolos, bahkan terpilih menjadi permaisuri raja. "...sehingga baginda mengenakan mahkota kerajaan ke atas kepalanya dan mengangkat dia menjadi ratu ganti Wasti." (ayat 17). Kunci keberhasilan Ester adalah, selain memiliki perawakan yang memang elok dan cantik, terutama sekali karena ia berkepribadian baik atau memiliki inner beauty. Itulah yang membedakan dan menjadi nilai 'lebih' dibandingkan wanita-wanita lain peserta kompetisi, sehingga hal itu menimbulkan rasa kagum dan sayang di mata Hegai, seorang sida-sida kepercayaan raja Ahasyweros yang ditugasi menjaga para wanita yang akan menjadi permaisuri raja (ayat 3). Sebelum diangkat menjadi permaisuri Ester pun harus melewati masa karantina layaknya pemilihan putri-putrian masa kini, bahkan prosesnya tidak singkat, yaitu 12 bulan (ayat 12).
Seringkali ketika dihadapkan pada suatu proses banyak dari kita cenderung berontak, tidak tahan dan lari, padahal melalui proses ini kita sedang dibentuk dan dipersiapkan Tuhan menuju kepada rencana-Nya yang indah. Proses itu memang sakit, tapi mendatangkan kebaikan bagi kita!
Karena memiliki kualitas hidup yang baik Ester terpilih menjadi permaisuri raja!
Baca: Ester 2:1-18
"...gadis itu elok perawakannya dan cantik parasnya. Ketika ibu bapanya mati, ia diangkat sebagai anak oleh Mordekhai." Ester 2:7
Ester lahir dengan nama Ibrani Hadassah; nama Ester sendiri berasal dari bahasa Persia yang berarti star atau bintang.
Ester adalah yatim piatu keturunan Benyamin yang dirawat dan diangkat anak oleh Mordekhai: "Mordekhai itu pengasuh Hadasa, yakni Ester, anak saudara ayahnya, sebab anak itu tidak beribu bapa lagi;" (ayat 7a). Dari latar belakang keluarganya sesungguhnya Ester punya alasan kuat memiliki self pity (mengasihani diri sendiri) yang tinggi karena ia sebatang kara. Namun itu tidak dilakukannya. Ia pun tumbuh menjadi seorang gadis yang bukan hanya cantik secara fisik tetapi juga cantik hatinya. Semua tidak terlepas dari bimbingan dan didikan abang sepupunya yang tak pernah berhenti men-support-nya. Apa pun yang disuruhkan Mordekhai, tanpa keluh kesah, Ester taat melakukannya.
Ketika raja hendak mencari permaisuri sebagai ganti Wasti, Ester pun turut mengambil bagian, atas dukungan abang sepupunya itu. Singkat cerita, ketika mengikuti seleksi calon permaisuri Ester lolos, bahkan terpilih menjadi permaisuri raja. "...sehingga baginda mengenakan mahkota kerajaan ke atas kepalanya dan mengangkat dia menjadi ratu ganti Wasti." (ayat 17). Kunci keberhasilan Ester adalah, selain memiliki perawakan yang memang elok dan cantik, terutama sekali karena ia berkepribadian baik atau memiliki inner beauty. Itulah yang membedakan dan menjadi nilai 'lebih' dibandingkan wanita-wanita lain peserta kompetisi, sehingga hal itu menimbulkan rasa kagum dan sayang di mata Hegai, seorang sida-sida kepercayaan raja Ahasyweros yang ditugasi menjaga para wanita yang akan menjadi permaisuri raja (ayat 3). Sebelum diangkat menjadi permaisuri Ester pun harus melewati masa karantina layaknya pemilihan putri-putrian masa kini, bahkan prosesnya tidak singkat, yaitu 12 bulan (ayat 12).
Seringkali ketika dihadapkan pada suatu proses banyak dari kita cenderung berontak, tidak tahan dan lari, padahal melalui proses ini kita sedang dibentuk dan dipersiapkan Tuhan menuju kepada rencana-Nya yang indah. Proses itu memang sakit, tapi mendatangkan kebaikan bagi kita!
Karena memiliki kualitas hidup yang baik Ester terpilih menjadi permaisuri raja!
Subscribe to:
Posts (Atom)