Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 September 2016
Baca: Efesus 5:1-21
"Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan
yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah
perbuatan-perbuatan itu." Efesus 5:11
Dunia penuh perbuatan-perbuatan kegelapan. Karena status kita anak-anak Allah, bukan dari dunia ini, maka ada tanggung jawab yang kita emban yaitu menjadi terang bagi dunia yang gelap ini. 2. Hidup dalam terang. Menjadi terang berarti menunjukkan kualitas hidup yang benar-benar berbeda, "karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran," (ayat 9). Terang artinya dapat terlihat dan bukan tersembunyi, suatu kehidupan yang mampu menjadi berkat atau kesaksian, bukan menjadi batu sandungan. "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang,
supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang
di sorga." (Matius 5:16).
Hidup dalam terang berarti juga hidup dalam kekudusan. "Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut
sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang
kudus." (ayat 3). Kekudusan bagi anak-anak Allah adalah mutlak, sebab Allah adalah kudus. "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Hidup kudus adalah keharusan, bukan suatu pilihan. Kata kudus diterjemahkan dari kata sifat Yunani, hagios, yang menunjuk pada pengertian pemisahan atau pemotongan. Sebagai anak-anak Allah kita adalah orang-orang yang dipisahkan dari dunia ini, dipanggil ke luar dari kegelapan terang-Nya yang ajaib (baca 1 Petrus 2:9).
Bila Tuhan memerintahkan kita hidup kudus artinya Ia tahu kita mampu hidup dalam kekudusan, sebab Ia telah memberikan Penolong yaitu Roh Kudus yang akan menuntun, menyertai, menghibur dan menguatkan kita. Tinggal respons kita mau atau tidak. Kita dimampukan hidup dalam kekudusan sebab Kristus telah menyucikan kita dari dosa melalui pengorbanan-Nya di kayu salib.
"Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu
dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka
Aku akan menerima kamu." 2 Korintus 6:17
Thursday, September 29, 2016
Wednesday, September 28, 2016
ANAK ALLAH: Wajib Meniru Allah (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 September 2016
Baca: Efesus 5:1-21
"dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." Efesus 5:2
Karena status orang percaya bukan dari dunia maka kita tidak boleh turut ambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang biasa dilakukan orang-orang dunia. Yang Tuhan kehendaki adalah kehidupan yang selaras dengan ajaran dan perbuatan Allah, yaitu menjadi penurut-penurut Allah (ayat 1). Kata penurut-penurut Allah dapat diartikan peniru-peniru Allah. Rasul Paulus menekankan dalam perikop ini bahwa kita adalah anak-anak Allah, sehingga harus meniru kehidupan Allah atau meneladani-Nya supaya kita benar-benar layak disebut anak-anak-Nya. Pepatah 'buah jatuh tidak jauh dari pohonnya' menunjuk kepada suatu kesamaan atau kedekatan antara pohon dan buahnya, antara anak dan bapanya. Tidak malukah kita mengaku anak Allah, sementara perilaku kita sama seperti orang-orang dunia yang bukan anak Allah? Tuhan menghendaki kita tidak serupa dengan dunia (baca Roma 12:2).
Kita harus meneladani Allah dalam hal: 1. Hidup dalam kasih. "...hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita..." (Efesus 5:2). Kita diperintahkan hidup dalam kasih, "...sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Mengasihi haruslah menjadi gaya hidup anak-anak Allah. Sifat manusia lama yang mementingkan diri sendiri (egois), tidak peduli terhadap orang lain harus benar-benar kita tinggalkan, dan menjalani hidup sebagai manusia baru yaitu hidup yang mengasihi. Ingat! Kekristenan tanpa kasih adalah sia-sia, sebab "...sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing." (1 Korintus 13:1).
Hidup di dalam kasih adalah perintah, karena kita adalah anak-anak yang dikasihi Allah, yang karena kasih-Nya rela memberikan Putera-Nya Yesus Kristus. Kita harus mengasihi karena kita adalah umat tebusan Allah. Yesus mau membayar harga melalui pengorbanan-Nya di kayu salib karena kasih. Tidakkah kita bersedia membayar harga untuk mengasihi sesama, termasuk mengasihi musuh? (Bersambung)
Baca: Efesus 5:1-21
"dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." Efesus 5:2
Karena status orang percaya bukan dari dunia maka kita tidak boleh turut ambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang biasa dilakukan orang-orang dunia. Yang Tuhan kehendaki adalah kehidupan yang selaras dengan ajaran dan perbuatan Allah, yaitu menjadi penurut-penurut Allah (ayat 1). Kata penurut-penurut Allah dapat diartikan peniru-peniru Allah. Rasul Paulus menekankan dalam perikop ini bahwa kita adalah anak-anak Allah, sehingga harus meniru kehidupan Allah atau meneladani-Nya supaya kita benar-benar layak disebut anak-anak-Nya. Pepatah 'buah jatuh tidak jauh dari pohonnya' menunjuk kepada suatu kesamaan atau kedekatan antara pohon dan buahnya, antara anak dan bapanya. Tidak malukah kita mengaku anak Allah, sementara perilaku kita sama seperti orang-orang dunia yang bukan anak Allah? Tuhan menghendaki kita tidak serupa dengan dunia (baca Roma 12:2).
Kita harus meneladani Allah dalam hal: 1. Hidup dalam kasih. "...hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita..." (Efesus 5:2). Kita diperintahkan hidup dalam kasih, "...sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Mengasihi haruslah menjadi gaya hidup anak-anak Allah. Sifat manusia lama yang mementingkan diri sendiri (egois), tidak peduli terhadap orang lain harus benar-benar kita tinggalkan, dan menjalani hidup sebagai manusia baru yaitu hidup yang mengasihi. Ingat! Kekristenan tanpa kasih adalah sia-sia, sebab "...sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing." (1 Korintus 13:1).
Hidup di dalam kasih adalah perintah, karena kita adalah anak-anak yang dikasihi Allah, yang karena kasih-Nya rela memberikan Putera-Nya Yesus Kristus. Kita harus mengasihi karena kita adalah umat tebusan Allah. Yesus mau membayar harga melalui pengorbanan-Nya di kayu salib karena kasih. Tidakkah kita bersedia membayar harga untuk mengasihi sesama, termasuk mengasihi musuh? (Bersambung)
Subscribe to:
Posts (Atom)