Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juni 2016
Baca: Mazmur 143:1-12
"Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!" Mazmur 143:10
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita dihadapkan pada masalah atau situasi sulit di mana kita harus membuat sebuah keputusan atau pilihan. Timbullah pertanyaan bagaimana caranya mengerti apakah ini kehendak Tuhan atau bukan. Mungkin ada yang berkata, "Aku seorang yang ber-IQ tinggi, bahkan jenius, jadi mencari kehendak Tuhan adalah hal mudah. Aku berpengalaman, sudah makan asam garam kehidupan, karena itu tidak perlu mengajariku untuk mencari kehendak Tuhan!" Jawaban semacam ini wajar apabila segala hal orang lebih mengandalkan kekuatan sendiri, mengandalkan akal atau logika, mengandalkan pengalaman dalam menganalisa suatu masalah.
Untuk mencari kehendak Tuhan kita tidak bisa mengandalkan nalar, logika atau isi otak, tetapi butuh kepekaan rohani. Bagaimana caranya? Melatih lutut Saudara untuk berdoa dan melatih pendengaran Saudara untuk mendengar firman Tuhan setiap hari adalah cara jitu untuk melatih kepekaan rohani kita. Inilah harga yang harus dibayar! Yesaya berkata, "Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid." (Yesaya 50:4b). Kalau kita berusaha dengan sungguh mencari kehendak Tuhan maka Tuhan pun tidak pernah kehilangan cara untuk menyatakan kehendak-Nya dalam kehidupan kita, sebab keinginan Tuhan untuk menyatakan kehendak-Nya itu jauh lebih besar daripada keinginan kita untuk mencari kehendak-Nya. "Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia." (2 Tawarikh 16:9a).
Inilah janji Tuhan kepada setiap orang yang bersungguh hati mencari Dia. "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang
yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu
dibukakan." (Matius 7:7-8).
Terhadap orang yang karib, perjanjian dan kehendak-Nya diberitahukan kepada mereka (baca Mazmur 25:14).
Wednesday, June 29, 2016
Tuesday, June 28, 2016
KEMARAHAN YANG BENAR: Marah Terhadap Dosa
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2016
Baca: Galatia 1:6-10
"Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain," Galatia 1:6
Mungkin ada di antara Saudara yang sulit sekali tidur semalaman karena hati sedang diliputi kemarahan terhadap orang lain. Mata enggan terpejam dan pikiran dipenuhi rencana-rencana demi melampiaskan amarah yang sempat tertunda.
Sesungguhnya marah adalah hal yang wajar sebagai salah satu bentuk ekspresi dari perasaan atau emosi. Emosi dapat menimbulkan rasa sedih, kuatir, cinta dan bahkan marah. Namun Alkitab memperingatkan: "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis." (Efesus 4:26). Boleh saja marah, tetapi jangan sampai membawa kita kepada dosa. Umumnya orang menjadi marah ketika dirugikan, disakiti, tidak dihargai, dikecewakan atau dilecehkan, sehingga akhirnya timbul suatu keinginan untuk melakukan tindakan balas dendam. Kemarahan semacam ini dapat mengakibatkan perpecahan, permusuhan, dan rusaknya sebuah hubungan ini adalah dosa.
Seperti apa kemarahan yang tidak membawa kepada dosa? Adalah ketika kita marah terhadap hal-hal yang bertentangan dengan firman Tuhan. Kemarahan jenis ini adalah bukti bahwa seseorang bersikap tegas terhadap dosa. Sebaliknya ketika kita melihat ketidakbenaran, namun kita diam saja seolah-olah tidak terjadi apa-apa, itu berarti kita telah bersikap lunak atau berkompromi dengan dosa. Rasul Paulus tidak pernah marah ketika difitnah, dihina, dimusuhi, direndahkan atau diperlakukan semena-mena oleh orang lain, tetapi ia akan marah besar begitu melihat ada orang yang memalsukan, melecehkan atau memutarbalikkan kebenaran Injil Kristus sampai-sampai ia mengatakan bahwa orang itu terkutuk. "Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia." (Galatia 1:8-9).
Rasul Paulus marah ketika ada orang-orang yang memberitakan injil yang lain, karena hanya ada satu Injil yaitu Injil Kristus!
Baca: Galatia 1:6-10
"Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain," Galatia 1:6
Mungkin ada di antara Saudara yang sulit sekali tidur semalaman karena hati sedang diliputi kemarahan terhadap orang lain. Mata enggan terpejam dan pikiran dipenuhi rencana-rencana demi melampiaskan amarah yang sempat tertunda.
Sesungguhnya marah adalah hal yang wajar sebagai salah satu bentuk ekspresi dari perasaan atau emosi. Emosi dapat menimbulkan rasa sedih, kuatir, cinta dan bahkan marah. Namun Alkitab memperingatkan: "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis." (Efesus 4:26). Boleh saja marah, tetapi jangan sampai membawa kita kepada dosa. Umumnya orang menjadi marah ketika dirugikan, disakiti, tidak dihargai, dikecewakan atau dilecehkan, sehingga akhirnya timbul suatu keinginan untuk melakukan tindakan balas dendam. Kemarahan semacam ini dapat mengakibatkan perpecahan, permusuhan, dan rusaknya sebuah hubungan ini adalah dosa.
Seperti apa kemarahan yang tidak membawa kepada dosa? Adalah ketika kita marah terhadap hal-hal yang bertentangan dengan firman Tuhan. Kemarahan jenis ini adalah bukti bahwa seseorang bersikap tegas terhadap dosa. Sebaliknya ketika kita melihat ketidakbenaran, namun kita diam saja seolah-olah tidak terjadi apa-apa, itu berarti kita telah bersikap lunak atau berkompromi dengan dosa. Rasul Paulus tidak pernah marah ketika difitnah, dihina, dimusuhi, direndahkan atau diperlakukan semena-mena oleh orang lain, tetapi ia akan marah besar begitu melihat ada orang yang memalsukan, melecehkan atau memutarbalikkan kebenaran Injil Kristus sampai-sampai ia mengatakan bahwa orang itu terkutuk. "Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia." (Galatia 1:8-9).
Rasul Paulus marah ketika ada orang-orang yang memberitakan injil yang lain, karena hanya ada satu Injil yaitu Injil Kristus!
Subscribe to:
Posts (Atom)