Friday, June 24, 2016

PERTOBATAN ORANG FASIK, BUKAN KEMATIAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juni 2016 

Baca:  Yehezkiel 33:1-20

"Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup."  Yehezkiel 33:11

Masalah, penderitaan, kesesakan, kemalangan atau malapetaka yang terjadi dalam kehidupan seseorang itu tidak semuanya disebabkan karena kesalahan atau dosa, seperti yang dialami oleh orang yang buta sejak lahir  (baca  Yohanes 9:1-3), dan juga Ayub.  Alkitab jelas menyatakan bahwa Ayub  "...saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan."  (Ayub 1:1), tetapi harus mengalami penderitaan luar biasa.

     Memang ada masalah dan penderitaan yang harus dialami orang akibat kesalahan dan dosa yang diperbuatnya, sebab ada tertulis:  "Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya."  (Galatia 6:7).  Tak mudah bagi manusia untuk mengerti dan memahami kebijaksanaan Tuhan yang tak terbatas itu,  "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu."  (Yesaya 55:8-9).  Namun satu hal yang harus disadari adalah ada hal-hal dalam hidup ini yang harus dikoreksi dan diperbaiki oleh Tuhan, yang dapat tercapai hanya melalui penderitaan.  Tetapi tentu saja penderitaan tersebut tidak berlangsung sepanjang masa.  Apabila Tuhan menilai bahwa proses koreksi dan perbaikan itu dirasa cukup maka penderitaan tak perlu ditanggung lagi.  Inilah faedah penderitaan,  "Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya."  (1 Petrus 5:10).

     Pula terhadap orang berdosa yang sudah diperingatkan-Nya melalui firman-Nya atau teguran saudara yang lain tetap mengeraskan hati dan tetap melakukan dosa, seketika itu juga Tuhan ijinkan ia alami penderitaan,  "...karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat."  (2 Petrus 3:9).

"Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu."  Mazmur 119:71 

Thursday, June 23, 2016

MEMPERTAHANKAN GENGSI DAN REPUTASI DIRI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juni 2016 

Baca:  2 Raja-Raja 5:1-15

"'Bukankah Abana dan Parpar, sungai-sungai Damsyik, lebih baik dari segala sungai di Israel? Bukankah aku dapat mandi di sana dan menjadi tahir?' Kemudian berpalinglah ia dan pergi dengan panas hati."  2 Raja-Raja 5:12

Harta, jabatan, kehebatan, kepintaran, popularitas adalah hal-hal yang sangat berharga di mata dunia.  Semua orang memimpikan dan berusaha meraihnya, sebab dengan memiliki semuanya orang akan dipandang  'besar dan berarti'.  Contohnya adalah Naaman, seorang panglima raja Aram yang memiliki reputasi sangat baik bukan hanya di mata raja, tetapi juga di seluruh negeri, yang olehnya Tuhan memberikan kemenangan kepada orang Aram.

     Sayang Naaman menderita kusta.  Melalui kesaksian gadis kecil yang menjadi pelayan isterinya pergilah Naaman menemui abdi Tuhan  (Elisa)  untuk mencari kesembuhan.  Betapa terkejut dan kecewanya Naaman sesampainya di kediaman Elisa, sebab abdi Tuhan tersebut tidak melakukan seperti yang diharapkan:  menumpangkan tangan atau berdoa, malahan hanya mengutus orang suruhan untuk menemui dan menyampaikan pesan:  "Pergilah mandi tujuh kali dalam sungai Yordan, maka tubuhmu akan pulih kembali, sehingga engkau menjadi tahir."  (ayat 10).  Sebagai orang berpangkat, terhormat dan punya reputasi, Naaman merasa dilecehkan dan direndahkan, apalagi disuruh mandi di sungai Yordan yang airnya keruh dan bukannya pergi ke sungai Abana dan Parpar.

     Secara harafiah Abana berarti keahlian dan kepintaran manusia, sedangkan Parpar berarti kecukupan buatan manusia.  Sesungguhnya Elisa menyuruh Naaman mandi ke sungai Yordan sebagai cara sederhana menguji ketaatan dan kerendahan hatinya.  Selama kita mempertahankan gengsi, harga diri, reputasi dan semua  'atribut'  yang melekat pada diri kita, kita sedang menghalangi kuasa Tuhan bekerja!  Memang tidak mudah merendahkan diri, terlebih bagi mereka yang berada di  'atas'  yang cenderung ingin dihormati, diprioritaskan, dilayani.  Selama kita mengandalkan kekuatan dan kepintaran manusia kita meremehkan kuasa Tuhan.  Ketika Naaman taat dan mau merendahkan hati membenamkan diri tujuh kali ke sungai Yordan, mujizat terjadi.  "...pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir."  (ayat 14).

Ketaatan dan kerendahan hati adalah langkah awal mengalami mujizat!