Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juni 2016
Baca: 2 Raja-Raja 5:1-15
"'Bukankah Abana dan Parpar, sungai-sungai Damsyik, lebih baik dari segala
sungai di Israel? Bukankah aku dapat mandi di sana dan menjadi tahir?'
Kemudian berpalinglah ia dan pergi dengan panas hati." 2 Raja-Raja 5:12
Harta, jabatan, kehebatan, kepintaran, popularitas adalah hal-hal yang sangat berharga di mata dunia. Semua orang memimpikan dan berusaha meraihnya, sebab dengan memiliki semuanya orang akan dipandang 'besar dan berarti'. Contohnya adalah Naaman, seorang panglima raja Aram yang memiliki reputasi sangat baik bukan hanya di mata raja, tetapi juga di seluruh negeri, yang olehnya Tuhan memberikan kemenangan kepada orang Aram.
Sayang Naaman menderita kusta. Melalui kesaksian gadis kecil yang menjadi pelayan isterinya pergilah Naaman menemui abdi Tuhan (Elisa) untuk mencari kesembuhan. Betapa terkejut dan kecewanya Naaman sesampainya di kediaman Elisa, sebab abdi Tuhan tersebut tidak melakukan seperti yang diharapkan: menumpangkan tangan atau berdoa, malahan hanya mengutus orang suruhan untuk menemui dan menyampaikan pesan: "Pergilah mandi tujuh kali dalam sungai Yordan, maka tubuhmu akan pulih kembali, sehingga engkau menjadi tahir." (ayat 10). Sebagai orang berpangkat, terhormat dan punya reputasi, Naaman merasa dilecehkan dan direndahkan, apalagi disuruh mandi di sungai Yordan yang airnya keruh dan bukannya pergi ke sungai Abana dan Parpar.
Secara harafiah Abana berarti keahlian dan kepintaran manusia, sedangkan Parpar berarti kecukupan buatan manusia. Sesungguhnya Elisa menyuruh Naaman mandi ke sungai Yordan sebagai cara sederhana menguji ketaatan dan kerendahan hatinya. Selama kita mempertahankan gengsi, harga diri, reputasi dan semua 'atribut' yang melekat pada diri kita, kita sedang menghalangi kuasa Tuhan bekerja! Memang tidak mudah merendahkan diri, terlebih bagi mereka yang berada di 'atas' yang cenderung ingin dihormati, diprioritaskan, dilayani. Selama kita mengandalkan kekuatan dan kepintaran manusia kita meremehkan kuasa Tuhan. Ketika Naaman taat dan mau merendahkan hati membenamkan diri tujuh kali ke sungai Yordan, mujizat terjadi. "...pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir." (ayat 14).
Ketaatan dan kerendahan hati adalah langkah awal mengalami mujizat!
Thursday, June 23, 2016
Wednesday, June 22, 2016
KEHENDAK TUHAN HARUS UTAMA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juni 2016
Baca: Mazmur 143:1-12
"Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!" Mazmur 143:10
Apa yang selalu ada di pikiran Saudara ketika menjalani kehidupan sehari-hari? Hal-hal duniawikah yang memenuhi pikiran Saudara, ataukah kita mengikuti nasihat rasul paulus: "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2).
Ingatlah, arah hidup seseorang sangat ditentukan oleh pola pikirnya! Apa yang memenuhi pikiran kita akan menentukan arah hidup kita. Jika pikiran kita selalu dipenuhi hal-hal duniawi, perkataan dan tindakan kita akan terbentuk menjadi duniawi, yang kita pikirkan pun semata-mata tentang mengumpulkan harta duniawi, jabatan dan kekuasaan, padahal firman Tuhan memeringatkan dengan keras: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2).
Jika kita menginginkan Tuhan dan kehendak-Nya menjadi fokus dalam hidup ini maka kita harus mengisi pikiran kita dengan firman Tuhan setiap hari. Mengapa kita harus menempatkan Tuhan dan kehendak-Nya sebagai yang terutama dalam hidup ini? Supaya langkah hidup kita senantiasa dipimpin dan dituntun oleh Tuhan, sebab kalau kita melakukan segala sesuatu menurut kehendak sendiri tanpa melibatkan Tuhan dan tanpa mengikuti kehendak-Nya, cepat atau lambat kita pasti akan jatuh dan tersesat. Oleh karena itu apa saja yang hendak kita kerjakan dan rencanakan biarlah kita serahkan sepenuhnya kepada kehendak Tuhan terlebih dahulu. "Sebenarnya kamu harus berkata: 'Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.'" (Yakobus 4:15), sebab tak seorang pun yang tahu apa yang ada di depannya, atau apa yang akan terjadi di kemudian hari.
Sebagai pengikut Kristus sudah selayaknya kita meneladani Tuhan Yesus yang menempatkan kehendak Bapa sebagai yang terutama. "...Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku." (Yohanes 5:30).
Apakah yang menjadi fokus hidup Saudara? Semata-mata hanya tertuju kepada perkara-perkara dunia, ataukah fokus kepada kehendak Tuhan?
Baca: Mazmur 143:1-12
"Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!" Mazmur 143:10
Apa yang selalu ada di pikiran Saudara ketika menjalani kehidupan sehari-hari? Hal-hal duniawikah yang memenuhi pikiran Saudara, ataukah kita mengikuti nasihat rasul paulus: "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2).
Ingatlah, arah hidup seseorang sangat ditentukan oleh pola pikirnya! Apa yang memenuhi pikiran kita akan menentukan arah hidup kita. Jika pikiran kita selalu dipenuhi hal-hal duniawi, perkataan dan tindakan kita akan terbentuk menjadi duniawi, yang kita pikirkan pun semata-mata tentang mengumpulkan harta duniawi, jabatan dan kekuasaan, padahal firman Tuhan memeringatkan dengan keras: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2).
Jika kita menginginkan Tuhan dan kehendak-Nya menjadi fokus dalam hidup ini maka kita harus mengisi pikiran kita dengan firman Tuhan setiap hari. Mengapa kita harus menempatkan Tuhan dan kehendak-Nya sebagai yang terutama dalam hidup ini? Supaya langkah hidup kita senantiasa dipimpin dan dituntun oleh Tuhan, sebab kalau kita melakukan segala sesuatu menurut kehendak sendiri tanpa melibatkan Tuhan dan tanpa mengikuti kehendak-Nya, cepat atau lambat kita pasti akan jatuh dan tersesat. Oleh karena itu apa saja yang hendak kita kerjakan dan rencanakan biarlah kita serahkan sepenuhnya kepada kehendak Tuhan terlebih dahulu. "Sebenarnya kamu harus berkata: 'Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.'" (Yakobus 4:15), sebab tak seorang pun yang tahu apa yang ada di depannya, atau apa yang akan terjadi di kemudian hari.
Sebagai pengikut Kristus sudah selayaknya kita meneladani Tuhan Yesus yang menempatkan kehendak Bapa sebagai yang terutama. "...Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku." (Yohanes 5:30).
Apakah yang menjadi fokus hidup Saudara? Semata-mata hanya tertuju kepada perkara-perkara dunia, ataukah fokus kepada kehendak Tuhan?
Subscribe to:
Posts (Atom)