Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juni 2016
Baca: 2 Raja-Raja 7:1-20
"Jika mereka membiarkan kita hidup, kita akan hidup, dan jika mereka mematikan kita, kita akan mati. Lalu pada waktu senja bangkitlah mereka masuk ke tempat perkemahan orang Aram." 2 Raja-Raja 7:4b-5a
Dalam pembacaan firman Tuhan hari ini kita menyimak sebuah percakapan empat orang kusta yang sedang duduk di luar pintu gerbang kota Samaria, yang saat itu sedang dikepung oleh raja Benhadad dari kerajaan Aram.
Keempat orang kusta berada di luar pintu gerbang kota karena pada waktu itu orang yang sakit kusta dianggap najis dan harus dikucilkan, diasingkan dari masyarakat lainnya. Kemungkinan besar pengepungan itu sudah berjalan 7 tahun lamanya sehingga menimbulkan kelaparan yang sangat hebat di seluruh negeri. Akibat kelaparan ini semua orang mengalami penderitaan yang luar biasa karena terbatasnya bahan makanan...kalaupun ada harganya pun selangit: "...sesukat tepung yang terbaik akan berharga sesyikal dan dua sukat jelai akan berharga sesyikal di pintu gerbang Samaria." (2 Raja-Raja 7:1). Bahkan ada ibu-ibu yang sepakat untuk saling memakan anak-anak mereka sendiri, hal itu terpaksa dilakukan karena mereka tidak sanggup menahan laparnya!
Keempat orang kusta itu sedang dihadapkan pada pilihan hidup yang berat: apakah memilih untuk tetap duduk-duduk di depan pintu gerbang sampai ajal menjemput, memutuskan untuk nekat masuk kota tetapi akan berakhir dengan kematian karena di kota juga sedang terjadi kelaparan, atau memilih untuk menyeberang ke perkemahan tentara Aram. Bila mereka memilih pilihan yang terakhir ini ada dua kemungkinan yang terjadi: mereka akan dibiarkan hidup atau mati terbunuh oleh musuh. Akhirnya mereka memilih untuk mendatangi perkemahan tentara Aram! Apa yang mereka pilih adalah yang terbaik dari semua pilihan yang ada. Dengan penuh pengharapan mereka melangkah menuju perkemahan tentara Aram pada waktu senja. Apa yang terjadi? Di luar dugaan perkemahan itu sudah ditinggalkan secara buru-buru oleh tentara Aram: kuda, keledai, makanan, minuman, emas, perak dan pakaian, ditinggalkannya. Pilihan hidup yang telah diambil keempat orang kusta itu ternyata membuahkan hasil yang jauh dari dugaan atau prediksi semula! Andai mereka tetap duduk-duduk di luar pintu gerbang kota dan pasrah kepada nasib, kematian pasti cepat menjemputnya... (Bersambung)
Tuesday, June 14, 2016
Monday, June 13, 2016
PEKA AKAN KEHADIRAN ROH KUDUS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juni 2016
Baca: 1 Korintus 3:10-23
"Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" 1 Korintus 3:16
Berbicara tentang negeri Belanda, kincir angin pasti tak luput dari bahan pembicaraan, karena sebutan lain dari negeri Belanda adalah negeri kincir angin. Hampir semua orang pasti tahu tentang kincir angin yang merupakan sebuah alat yang berbentuk baling-baling besar ataupun kecil tergantung dari kegunaannya, di mana baling-balingnya akan berputar dan bergerak ketika ada angin yang mendorongnya. Kincir angin memanfaatkan energi angin untuk diubah menjadi kekuatan mekanik. Kegunaan kincir angin adalah: sebagai pembangkit listrik, membantu penyaluran air dalam irigasi dan sebagainya. Kincir angin akan memiliki nilai guna apabila setiap bagiannya dapat bekerja dengan baik, terutama sekali baling-baling yang adalah bagian paling vital, karena instrumen ini berfungsi untuk menangkap angin yang sewaktu-waktu datang, baik itu berupa angin yang sangat kencang atau pun yang berhembus sangat lembut, sepoi-sepoi. Apa pun jenis angin yang berhembus, asal baling-baling kincir angin tersebut tidak rusak, pasti dapat ditangkapnya.
Angin adalah salah satu simbol atau lambang kehadiran Roh Kudus, sedangkan kincir angin adalah gambaran kehidupan orang percaya. Seringkali kita tidak bisa 'menangkap' dan merasakan kehadiran Roh Kudus karena 'baling-baling' kehidupan kita tidak dapat berfungsi dengan baik, alias rusak. Kita tidak lagi memiliki kepekaan rohani karena kehidupan rohani kita tidak kita pelihara dengan baik. Tubuh kita adalah bait Allah, tempat Roh Kudus berdiam dan "Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu." (1 Korintus 3:17).
Jika kita senantiasa menjaga dan memelihara kerohanian kita dengan baik kita tidak akan kehilangan kepekaan akan suara Roh Kudus, sebaliknya kita akan memiliki pancaindera yang semakin terlatih. Caranya? Milikilah persekutuan yang karib dengan Tuhan setiap hari, dan jangan sekali-kali menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah!
Karena tubuh kita adalah bait Roh Kudus kita harus merawatnya dengan baik, supaya kita peka akan kehadiran-Nya.
Baca: 1 Korintus 3:10-23
"Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" 1 Korintus 3:16
Berbicara tentang negeri Belanda, kincir angin pasti tak luput dari bahan pembicaraan, karena sebutan lain dari negeri Belanda adalah negeri kincir angin. Hampir semua orang pasti tahu tentang kincir angin yang merupakan sebuah alat yang berbentuk baling-baling besar ataupun kecil tergantung dari kegunaannya, di mana baling-balingnya akan berputar dan bergerak ketika ada angin yang mendorongnya. Kincir angin memanfaatkan energi angin untuk diubah menjadi kekuatan mekanik. Kegunaan kincir angin adalah: sebagai pembangkit listrik, membantu penyaluran air dalam irigasi dan sebagainya. Kincir angin akan memiliki nilai guna apabila setiap bagiannya dapat bekerja dengan baik, terutama sekali baling-baling yang adalah bagian paling vital, karena instrumen ini berfungsi untuk menangkap angin yang sewaktu-waktu datang, baik itu berupa angin yang sangat kencang atau pun yang berhembus sangat lembut, sepoi-sepoi. Apa pun jenis angin yang berhembus, asal baling-baling kincir angin tersebut tidak rusak, pasti dapat ditangkapnya.
Angin adalah salah satu simbol atau lambang kehadiran Roh Kudus, sedangkan kincir angin adalah gambaran kehidupan orang percaya. Seringkali kita tidak bisa 'menangkap' dan merasakan kehadiran Roh Kudus karena 'baling-baling' kehidupan kita tidak dapat berfungsi dengan baik, alias rusak. Kita tidak lagi memiliki kepekaan rohani karena kehidupan rohani kita tidak kita pelihara dengan baik. Tubuh kita adalah bait Allah, tempat Roh Kudus berdiam dan "Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu." (1 Korintus 3:17).
Jika kita senantiasa menjaga dan memelihara kerohanian kita dengan baik kita tidak akan kehilangan kepekaan akan suara Roh Kudus, sebaliknya kita akan memiliki pancaindera yang semakin terlatih. Caranya? Milikilah persekutuan yang karib dengan Tuhan setiap hari, dan jangan sekali-kali menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah!
Karena tubuh kita adalah bait Roh Kudus kita harus merawatnya dengan baik, supaya kita peka akan kehadiran-Nya.
Subscribe to:
Posts (Atom)