Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juni 2016
Baca: Mazmur 52:1-11
"Tetapi aku ini seperti pohon zaitun yang menghijau di dalam rumah Allah;
aku percaya akan kasih setia Allah untuk seterusnya dan selamanya." Mazmur 54:10
Kehidupan orang percaya seringkali Alkitab ibaratkan seperti pohon atau tanaman yang harus mengalami pertumbuhan fase demi fase: mulai dari bertunas, berakar, bertumbuh dan kemudian berbuah.
Inilah kehidupan Kristen yang normal yaitu kehidupan yang terus bertumbuh secara rohani, "sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang
benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang
sesuai dengan kepenuhan Kristus," (Efesus 4:13). Artinya hidup Kristen adalah hidup yang terus berproses, dinamis, bergerak maju, aktif dan tidak statis. Namun banyak orang yang sudah mengikut Tuhan atau menjadi Kristen selama bertahun-tahun kehidupan rohaninya tidak mengalami perubahan yang berarti, tidak ada kemajuan, seperti berjalan di tempat. Jika demikian berarti kekristenan mereka sudah mati, walau secara kasat mata masih tampak melakukan aktivitas kerohanian yang mungkin tak lebih dari sekedar rutinitas.
Kehidupan rohani orang percaya seharusnya seperti pohon Zaitun, jenis pohon yang dapat bertahan hidup ribuan tahun lamanya. Ini berbicara tentang kesetiaan kita mengiring Tuhan. "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10b). Semakin kita setia kepada Tuhan, semakin kita melekat kepada-Nya, semakin kita beroleh kekuatan untuk menghadapi angin, badai dan gelombang kehidupan. Maka kita harus seperti pohon zaitun yang tertanam di rumah Tuhan, yang sekali tertanam akan tetap tertanam sampai selama-lamanya. Akar pohon zaitun pun sangat kuat sehingga tidak mudah dicabut atau dipindahkan ke tempat lain, itulah sebabnya ia dapat hidup dalam waktu yang sangat lama. Pohon zaitun adalah pohon yang menghasilkan minyak yang pada masa itu sering dipakai untuk mengurapi raja, di samping untuk keperluan hidup sehari-hari, dimana semua orang membutuhkannya. Hidup Kristen adalah hidup yang harus menghasilkan buah yang baik yang dapat dinikmati banyak orang, menjadi berkat bagi orang lain.
"Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau,...mereka berjalan makin lama makin kuat," Mazmur 84:6, 8
Friday, June 10, 2016
Thursday, June 9, 2016
JEMAAT SMIRNA: Miskin Tapi Kaya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juni 2016
Baca: Wahyu 2:8-11
"Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Wahyu 2:10b
Kota Smirna, dekat Turki, di utara kota Efesus, adalah kota yang indah, kota perdagangan yang sangat kaya dan maju di zamannya. Di kota itu banyak dibangun kul-kuil megah untuk penyembahan kepada sang kaisar. Kuil-kuil tersebut adalah lambang kemajuan dan perkembangan kota Smirna yang juga merupakan kota pelabuhan yang sangat strategis. Sebagai kota perdagangan yang maju Smirna sangat terkenal sebagai pengekspor minyak wangi. Nama Smirna berasal dari kata mur yaitu bahan pembuat minyak wangi, sedangkan kata mur sendiri berarti pahit rasanya. Ini sangat cocok dengan keadaan jemaat Smirna yang kala itu mengalami hal-hal pahit karena penderitaan yang dialami, suatu kondisi yang berbanding terbalik dengan keadaan kota yang kaya dan berkelimpahan. Keadaan jemaat Smirna sangat memrihatinkan karena mereka hidup dalam kekurangan; bukan karena mereka malas bekerja, tetapi karena mendapat tekanan dari pemerintah setempat sebab mereka tidak mau menyembah kaisar.
Meski berada dalam situasi yang sangat sulit karena kehilangan akses ekonomi, mereka tetap setia kepada Tuhan, kasihnya tidak berubah sedikit pun. Tuhan berkata, "Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu-namun engkau kaya" (ayat 9). Kemiskinan dalam bahasa Yunani ptocheia (tidak memiliki apa pun). Secara materi mereka melarat namun kaya dalam iman! Kondisi ini jauh berbeda dari jemaat Laodikia yang secara materi kaya namun secara rohani melarat, malang dan miskin (baca Wahyu 3:17). Sesungguhnya Tuhan tidak menghendaki umat-Nya hidup dalam kemiskinan karena rancangan-Nya adalah kehidupan yang berkelimpahan, namun jika Tuhan ijinkan penderitaan itu terjadi berarti ada maksud dan rencana yang indah di balik semuanya itu!
Baik dalam kelimpahan atau kekurangan, kaya atau miskin, biarlah kita tetap setia mengikut Tuhan sampai akhir. Jemaat Smirna menderita karena tidak kompromi dengan dosa, tidak mau menyembah berhala. Secara fisik miskin, tetapi mereka kaya rohani, kaya di mata Tuhan, suatu kekayaan yang bersifat kekal, di mana "...ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:20).
Kekayaan dunia hanya sementara, tapi kekayaan rohani itu kekal!
Baca: Wahyu 2:8-11
"Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Wahyu 2:10b
Kota Smirna, dekat Turki, di utara kota Efesus, adalah kota yang indah, kota perdagangan yang sangat kaya dan maju di zamannya. Di kota itu banyak dibangun kul-kuil megah untuk penyembahan kepada sang kaisar. Kuil-kuil tersebut adalah lambang kemajuan dan perkembangan kota Smirna yang juga merupakan kota pelabuhan yang sangat strategis. Sebagai kota perdagangan yang maju Smirna sangat terkenal sebagai pengekspor minyak wangi. Nama Smirna berasal dari kata mur yaitu bahan pembuat minyak wangi, sedangkan kata mur sendiri berarti pahit rasanya. Ini sangat cocok dengan keadaan jemaat Smirna yang kala itu mengalami hal-hal pahit karena penderitaan yang dialami, suatu kondisi yang berbanding terbalik dengan keadaan kota yang kaya dan berkelimpahan. Keadaan jemaat Smirna sangat memrihatinkan karena mereka hidup dalam kekurangan; bukan karena mereka malas bekerja, tetapi karena mendapat tekanan dari pemerintah setempat sebab mereka tidak mau menyembah kaisar.
Meski berada dalam situasi yang sangat sulit karena kehilangan akses ekonomi, mereka tetap setia kepada Tuhan, kasihnya tidak berubah sedikit pun. Tuhan berkata, "Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu-namun engkau kaya" (ayat 9). Kemiskinan dalam bahasa Yunani ptocheia (tidak memiliki apa pun). Secara materi mereka melarat namun kaya dalam iman! Kondisi ini jauh berbeda dari jemaat Laodikia yang secara materi kaya namun secara rohani melarat, malang dan miskin (baca Wahyu 3:17). Sesungguhnya Tuhan tidak menghendaki umat-Nya hidup dalam kemiskinan karena rancangan-Nya adalah kehidupan yang berkelimpahan, namun jika Tuhan ijinkan penderitaan itu terjadi berarti ada maksud dan rencana yang indah di balik semuanya itu!
Baik dalam kelimpahan atau kekurangan, kaya atau miskin, biarlah kita tetap setia mengikut Tuhan sampai akhir. Jemaat Smirna menderita karena tidak kompromi dengan dosa, tidak mau menyembah berhala. Secara fisik miskin, tetapi mereka kaya rohani, kaya di mata Tuhan, suatu kekayaan yang bersifat kekal, di mana "...ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:20).
Kekayaan dunia hanya sementara, tapi kekayaan rohani itu kekal!
Subscribe to:
Posts (Atom)