Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Mei 2016
Baca: Galatia 6:1-10
"Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." Galatia 6:9
Berbicara tentang kasih adalah hal yang mudah dalam kehidupan orang Kristen, karena kekristenan itu identik dengan kasih; tetapi mengasihi seperti cara Tuhan mengasihi kita merupakan hal yang tidak mudah, sebab mengasihi harus diwujudkan dengan perbuatan, bukan perkataan semata. Perwujudan nyata dari orang yang memiliki kasih adalah melalui perbuatan baik yang dilakukan. "Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik." (Matius 7:17). Karena kita telah diselamatkan dan mengalami kasih dari Tuhan, maka kita wajib berbuat baik. Perbuatan baik bukanlah syarat untuk mendapatkan keselamatan, melainkan buah dari keselamatan!
Hakikat berbuat baik bukan semata-mata pada perbuatan baik itu sendiri, tetapi kepada sikap hati di balik perbuatan baik yang dilakukan. Perbuatan baik yang dilakukan dengan sikap hati yang benar akan berdampak sangat positif dan menjadi sebuah kesaksian bagi orang lain. Banyak orang dunia tidak lagi paham dengan kekristenan bukan karena ajaran dan doktrinnya, tetapi pada sikap atau perilaku hidup dari orang Kristen itu sendiri yang seringkali menjadi batu sandungan: egois dan tidak punya kepedulian.
Berapa lama kita harus menunjukkan perbuatan baik? Perintah untuk berbuat baik itu bersifat permanen, terus-menerus, bukan hanya sesekali atau musiman. Janganlah jemu-jemu menunjuk kepada suatu tindakan yang harus dilakukan secara terus-menerus. Kepada siapa kita harus berbuat baik? Kepada semua orang dalam situasi dan kondisi apa pun, "...tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman." (Galatia 6:10). Mengapa? Karena mereka adalah keluarga dalam kerajaan Allah, sesama anggota tubuh Kristus. Jangan tunda-tunda waktu dan menjadi kendor dalam berbuat baik, sebab pada waktunya kita akan menuai apa yang kita tabur. Seperti seorang petani yang telah menabur benih, ia tidak dengan serta merta berhenti bekerja, tetapi ia terus mengupayakan agar benih yang ditabur tersebut terus bertumbuh dengan baik hingga waktu untuk menuai itu pun tiba.
"Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa." Yakobus 4:17
Monday, May 23, 2016
Sunday, May 22, 2016
IBADAH DAN PELAYANAN: Buah Pertobatan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Mei 2016
Baca: Matius 23:23-36
"Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan." Matius 23:24
Tuhan Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang Farisi karena kemunafikan dan legalisme mereka. Kata munafik ini merujuk pada aktor dalam drama yang memegang topeng di depan wajahnya saat ia berubah karakter.
Secara jasmaniah mereka tampak aktif beribadah dan melayani, tapi hati mereka jauh dari Tuhan. "...mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang;" (Matius 23:5). Tali sembahyang yang biasa mereka kenakan berbentuk kotak-kotak kecil berisi potongan perkamen tempat menuliskan bagian-bagian hukum. Mereka mengenakan kotak-kotak kecil itu di dahi dan di pergelangan tangan sebagai wujud ketaatan harfiah atas perintah Tuhan ini: "Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu," (Ulangan 6:8). Jumbai adalah pinggiran dekoratif pada pakaian yang mereka kenakan untuk mengingatkan akan hukum-hukum Tuhan. Karena merasa sudah expert dengan hukum-hukum Tuhan dan melayani, ahli-ahli Taurat dan orang Farisi menganggap diri sendiri paling benar dan suci, karena itu mereka gampang sekali menghakimi sesamanya menurut ukuran dan standarnya sendiri. Firman Tuhan memperingatkan, "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Matius 7:1-2). Bukan hanya itu, mereka juga memperkaya diri sendiri dengan mengincar janda-janda, bukti bahwa motivasi dalam melayani Tuhan tak lebih dari sekedar mencari keuntungan materi.
Apa yang dilakukan ahli-ahli Taurat dan orang Farisi ini adalah pelajaran penting bagi kita orang percaya, terlebih yang terlibat pelayanan, jangan sampai ibadah dan pelayanan kita semata-mata ajang pamer. Ibadah dan pelayanan sejati adalah membongkar semua kemunafikan diri, menanggalkan manusia lama dan bertekad mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Tuhan.
Ibadah dan pelayanan jika tidak disertai pertobatan sejati hanya akan menjadi batu sandungan bagi umat yang dilayani!
Baca: Matius 23:23-36
"Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan." Matius 23:24
Tuhan Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang Farisi karena kemunafikan dan legalisme mereka. Kata munafik ini merujuk pada aktor dalam drama yang memegang topeng di depan wajahnya saat ia berubah karakter.
Secara jasmaniah mereka tampak aktif beribadah dan melayani, tapi hati mereka jauh dari Tuhan. "...mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang;" (Matius 23:5). Tali sembahyang yang biasa mereka kenakan berbentuk kotak-kotak kecil berisi potongan perkamen tempat menuliskan bagian-bagian hukum. Mereka mengenakan kotak-kotak kecil itu di dahi dan di pergelangan tangan sebagai wujud ketaatan harfiah atas perintah Tuhan ini: "Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu," (Ulangan 6:8). Jumbai adalah pinggiran dekoratif pada pakaian yang mereka kenakan untuk mengingatkan akan hukum-hukum Tuhan. Karena merasa sudah expert dengan hukum-hukum Tuhan dan melayani, ahli-ahli Taurat dan orang Farisi menganggap diri sendiri paling benar dan suci, karena itu mereka gampang sekali menghakimi sesamanya menurut ukuran dan standarnya sendiri. Firman Tuhan memperingatkan, "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Matius 7:1-2). Bukan hanya itu, mereka juga memperkaya diri sendiri dengan mengincar janda-janda, bukti bahwa motivasi dalam melayani Tuhan tak lebih dari sekedar mencari keuntungan materi.
Apa yang dilakukan ahli-ahli Taurat dan orang Farisi ini adalah pelajaran penting bagi kita orang percaya, terlebih yang terlibat pelayanan, jangan sampai ibadah dan pelayanan kita semata-mata ajang pamer. Ibadah dan pelayanan sejati adalah membongkar semua kemunafikan diri, menanggalkan manusia lama dan bertekad mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Tuhan.
Ibadah dan pelayanan jika tidak disertai pertobatan sejati hanya akan menjadi batu sandungan bagi umat yang dilayani!
Subscribe to:
Posts (Atom)