Sunday, May 22, 2016

IBADAH DAN PELAYANAN: Buah Pertobatan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Mei 2016 

Baca:  Matius 23:23-36

"Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan."  Matius 23:24

Tuhan Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang Farisi karena kemunafikan dan legalisme mereka.  Kata munafik ini merujuk pada aktor dalam drama yang memegang topeng di depan wajahnya saat ia berubah karakter.

     Secara jasmaniah mereka tampak aktif beribadah dan melayani, tapi hati mereka jauh dari Tuhan.  "...mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang;"  (Matius 23:5).  Tali sembahyang yang biasa mereka kenakan berbentuk kotak-kotak kecil berisi potongan perkamen tempat menuliskan bagian-bagian hukum.  Mereka mengenakan kotak-kotak kecil itu di dahi dan di pergelangan tangan sebagai wujud ketaatan harfiah atas perintah Tuhan ini:  "Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu,"  (Ulangan 6:8).  Jumbai adalah pinggiran dekoratif pada pakaian yang mereka kenakan untuk mengingatkan akan hukum-hukum Tuhan.  Karena merasa sudah expert dengan hukum-hukum Tuhan dan melayani, ahli-ahli Taurat dan orang Farisi menganggap diri sendiri paling benar dan suci, karena itu mereka gampang sekali menghakimi sesamanya menurut ukuran dan standarnya sendiri.  Firman Tuhan memperingatkan,  "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu."  (Matius 7:1-2).  Bukan hanya itu, mereka juga memperkaya diri sendiri dengan mengincar janda-janda, bukti bahwa motivasi dalam melayani Tuhan tak lebih dari sekedar mencari keuntungan materi.

     Apa yang dilakukan ahli-ahli Taurat dan orang Farisi ini adalah pelajaran penting bagi kita orang percaya, terlebih yang terlibat pelayanan, jangan sampai ibadah dan pelayanan kita semata-mata ajang pamer.  Ibadah dan pelayanan sejati adalah membongkar semua kemunafikan diri, menanggalkan manusia lama dan bertekad mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan kepada Tuhan.

Ibadah dan pelayanan jika tidak disertai pertobatan sejati hanya akan menjadi batu sandungan bagi umat yang dilayani!

Saturday, May 21, 2016

IBADAH DAN PELAYANAN: Bukan Untuk Show Off

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Mei 2016 

Baca:  Matius 23:1-22

"Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi."  Matius 23:5-7

Ada berbagai kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi:  beribadah, berdoa, berpuasa, memberi sedekah, pelayanan dan sebagainya.  Secara kasat mata mereka yang tampak aktif dalam kegiatan kerohanian seperti yang ditunjukkan oleh ahli-ahli Taurat dan orang Farisi, orang akan menyebutnya sebagai orang yang religius atau sangat rohani.  Namun akan sangat disayangkan bila pelayanan atau kegiatan-kegiatan keagamaan tersebut hanya dilakukan sebatas rutinitas, ibadah hanya  'kulit'  luar saja dan disertai dengan motivasi yang terselubung.

     Ibadah dan pelayanan yang biasa dilakukan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi ternyata hanya bertujuan supaya dilihat orang, mencari pujian dan hormat dari manusia.  Ibadah dan pelayanan model demikian takkan punya arti apa-apa di hadapan Tuhan.  Upah yang mereka terima pun tak lebih dari pujian manusia semata!  Tuhan Yesus memperingatkan:  "... jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga."  (Matius 6:1).  Mereka mengajar umat tentang hukum-hukum Tuhan, tetapi mereka sendiri tidak melakukan firman yang diajarkan.  Apalah artinya fasih semua ayat-ayat di Alkitab dan menguasai ilmu teologia bila kita tidak menjadi pelaku firman.  Itu sama artinya menipu diri sendiri!  Rasul Paulus berusaha begitu rupa:  "...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak."  (1 Korintus 9:27), sebab yang Tuhan kehendaki dari kita adalah  "...hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan."  (Matius 3:8).  Karena itu Tuhan Yesus mengecam mereka dengan keras,  "Celakalah kamu...!"

     Ibadah dan pelayanan yang benar harus disertai hati takut akan Tuhan, dibuktikan melalui ketaatan dan bertujuan untuk kemuliaan nama Tuhan, bukan diri sendiri.

Terhadap mereka yang hanya tampak  'suci'  dari luar, Tuhan menyebutnya sebagai orang-orang yang munafik.