Sunday, May 1, 2016

MENDERITA LAHIR DAN BATIN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Mei 2016 

Baca:  Markus 5:25-34

"Adalah di situ seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan."  Markus 5:25

Tak ada manusia di dunia ini yang mau hidup dalam masalah dan penderitaan yang berkepanjangan.  Di perhadapkan dengan masalah sedikit saja orang mudah sekali mengeluh, bersungut-sungut dan stres.  Mengalami penderitaan sebentar saja orang sudah menjerit dan meronta-ronta.  Kabar buruknya:  masalah atau penderitaan dapat menimpa semua orang tanpa terkecuali, tanpa mengenal status dan usia, dan datangnya tak pernah bisa diduga atau ditebak.  Suka tidak suka, mau tidak mau, kita harus siap menghadapinya.

     Ada seorang perempuan yang menderita selama 12 tahun karena sakit pendarahan.  Tak bisa dibayangkan betapa menderitanya ia.  Bisa dikatakan segala aspek kehidupannya ikut menderita.  Mengalami pendarahan selama 12 tahun adalah sebuah penderitaan fisik yang luar biasa.  Normalnya seorang perempuan mengalami masa datang bulan  (menstruasi)  selama 3-4 hari.  Karena mengalami pendarahan selama bertahun-tahun keadaan fisik perempuan itu semakin memburuk.  Mungkin saja badannya sudah kurus kering, seperti tinggal tulang.  Selain itu ia juga mengalami penderitaan ekonomi karena uang dan harta bendanya kemungkinan sudah ludes untuk biaya berobat selama sakit.  Tertulis:  "Ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, sehingga telah dihabiskannya semua yang ada padanya, namun sama sekali tidak ada faedahnya..."  (ayat 26).  Sudah berobat kemana-mana namun hasilnya nihil.  Dalam Injil Lukas 8:43 disebutkan bahwa sakit pendarahan yang dialami oleh perempuan itu  "...tidak berhasil disembuhkan oleh siapapun." 

     Karena sakit pendarahan yang menahun ini perempuan tersebut juga mengalami penderitaan batin.  Bagi orang Yahudi, orang yang mengeluarkan lelehan darah dalam kurun waktu lama dan tidak semestinya adalah hal yang menajiskan.  "Apabila seorang perempuan berhari-hari lamanya mengeluarkan lelehan, yakni lelehan darah yang bukan pada waktu cemar kainnya, atau apabila ia mengeluarkan lelehan lebih lama dari waktu cemar kainnya, maka selama lelehannya yang najis itu perempuan itu adalah seperti pada hari-hari cemar kainnya, yakni ia najis."  (Imamat 15:25).

Sakit tak kunjung sembuh, perempuan ini mengalami penderitaan lahir dan batin!

Saturday, April 30, 2016

SUKACITA TUHAN ADALAH KEKUATAN KITA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 April 2016 

Baca:  Filipi 4:1-9

"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!"  Filipi 4:4

Banyak orang berpendapat bahwa sumber sukacita dalam diri seseorang berasal dari materi dan situasi yang mendukung.  Tetapi jika kita mendasari sukacita pada kondisi dan situasi maka sukacita yang kita rasakan tidak akan bertahan lama, alias hanya sementara.

     Berbeda sekali jika kita menjadikan Tuhan sebagai sumber sukacita, di mana sukacita yang kita rasakan akan bersifat permanen karena sukacita dari Tuhan adalah sukacita di segala situasi, tidak dipengaruhi keadaan, tapi dikerjakan oleh Roh Kudus yang bekerja di dalam kita.  Sukacita inilah yang dirasakan nabi Habakuk:  "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku."  (Habakuk 3:17-18).  Bila melihat fakta atau situasi yang terjadi habakuk punya alasan bersedih, meratap dan putus asa, tapi ia tetap mampu bersukacita  "...sebab sukacita karena TUHAN itulah perlindunganmu!"  (Nehemia 8:11b).

     Kehendak Tuhan bagi orang percaya adalah bersukacita senantiasa.  Bukan saja dalam waktu enak dan senang saja, tetapi juga dalam waktu yang sulit dan susah sekalipun.  Berada dalam penjara dengan kaki terpasung bukan alasan bagi Paulus dan Silas untuk tidak bersukacita, bahkan di tengah malam keduanya menyanyikan pujian bagi Tuhan  (baca  Kisah 16:25).  Bagi orang percaya tidaklah sulit bersukacita di tengah masalah dan penderitaan karena Roh Kudus ada di dalam diri kita.  Sukacita dari Tuhan itulah kekuatan kita.  Jika Saudara mengalami masalah berat jangan tawar hati.  "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu."  (Amsal 24:10).  Bagaimana agar dapat bersukacita di segala situasi?  Milikilah persekutuan karib dengan Tuhan senantiasa,  "Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus."  (Roma 14:17).

Ketika kita mampu bersukacita di segala situasi, kita akan menjadi kesaksian yang baik bagi orang lain.