Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 April 2016
Baca: Mazmur 30:1-13
"TUHAN, Allahku, kepada-Mu aku berteriak minta tolong, dan Engkau telah menyembuhkan aku." Mazmur 30:3
Setiap orang pasti memiliki banyak pergumulan dalam hidupnya, dan pergumulan tiap-tiap orang pasti berbeda. Salah satu pergumulan yang kita hadapi dalam hidup ini adalah berkenaan dengan sakit-penyakit. Ada banyak orang yang mungkin merasa lelah dan putus asa karena harus bergumul dengan sakit-penyakitnya yang tak kunjung sembuh. Ketika menghadapi pergumulan seperti itu pemazmur berteriak minta tolong, dan "...Engkau telah menyembuhkan aku." (ayat nas).
Perhatikan apa yang Tuhan janjikan kepada umat Israel ketika membawa mereka keluar dari Mesir: "Jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan
melakukan apa yang benar di mata-Nya, dan memasang telingamu kepada
perintah-perintah-Nya dan tetap mengikuti segala ketetapan-Nya, maka Aku
tidak akan menimpakan kepadamu penyakit manapun, yang telah Kutimpakan
kepada orang Mesir; sebab Aku Tuhanlah yang menyembuhkan engkau." (Keluaran 15:26). Artinya, sejak dari semula sifat Tuhan adalah menyembuhkan dan selalu merancangkan hal yang baik. Terbukti selama menempuh perjalanan 40 tahun di padang gurun kaki mereka tidak menjadi bengkak (baca Ulangan 8:4), alias sehat. Dengan kata lain Tuhan bukan hanya menyembuhkan, Ia juga memberikan jaminan kesehatan untuk tubuh mereka asalkan taat.
Semasa pelayanan-Nya di bumi Yesus juga melakukan pelayanan kesembuhan, Ia "...menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit dan mengusir banyak setan;" (Matius 1:34). Tak diragukan lagi bahwa Ia berkuasa menyembuhkan siapa pun sesuai dengan kehendak-Nya. Tidak satu penyakit pun yang tidak dapat disembuhkan oleh Tuhan. Mungkin ada yang bertanya mengapa Tuhan belum menjawab doanya dan menyembuhkan sakitnya. Menyembuhkan sakit kita atau tidak, bukan berarti Tuhan tidak punya kuasa, atau Dia ingkar janji. Dari dahulu, sekarang dan sampai selama-lamanya Tuhan tetaplah Sang Penyembuh, Jehovah Rapha. Selalu ada maksud dan rencana-Nya di balik masalah kita.
Kesembuhan hanya diberikan berdasarkan waktu dan kehendak Tuhan, tetaplah mengucap syukur dan jangan berubah sikap!
Monday, April 18, 2016
Sunday, April 17, 2016
KEUTUHAN DALAM KELUARGA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 April 2016
Baca: Titus 3:1-8
"pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus," Titus 3:5
Keutuhan keluarga akan semakin terancam apabila masing-masing anggota keluarga tidak mampu menguasai diri atau mengendalikan emosinya. "Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar, hendaklah mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang." (Titus 3:2).
Sering dijumpai ada suami-suami yang mudah sekali naik pitam dan terpancing emosinya, bahkan sampai melakukan tindakan kekerasan secara fisik: memukul anak dan isteri. Ada pula isteri-isteri yang tidak mampu mengendalikan lidahnya, begitu cerewet, suka sekali marah dan kurang menghormati suami dengan melontarkan kata-kata kasar. Perilaku isteri yang demikian akan semakin membuat suami tidak betah di rumah. Ada tertulis: "Lebih baik tinggal pada sudut sotoh rumah dari pada diam serumah dengan perempuan yang suka bertengkar." (Amsal 21:9). Penting sekali kita menggunakan lidah kita dengan benar. "...alangkah baiknya perkataan yang tepat pada waktunya!" (Amsal 21:9). Inilah yang akan menciptakan sebuah kerukunan dalam rumah tangga! Pemazmur menyatakan, "...apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! ...ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya." (Mazmur 133:1-3).
Rasul Paulus berkata, "Karena dahulu kita juga hidup dalam kejahilan: tidak taat, sesat, menjadi hamba berbagai-bagai nafsu dan keinginan, hidup dalam kejahatan dan kedengkian, keji, saling membenci." (Titus 3:3), namun kini keberadaan kita di dalam Kristus "...adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Oleh karena itu kita harus benar-benar menjadi pribadi yang berubah, yaitu meninggalkan semua tabiat lama atau kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak berkenan kepada Tuhan, dan tidak lagi hidup seperti orang-orang yang belum mengenal Tuhan; setiap anggota keluarga juga harus punya tekad untuk saling melayani satu sama lain dan melakukan pekerjaan yang baik.
Keluarga akan terjaga keutuhannya dan semakin diberkati Tuhan bila masing-masing anggota keluarga menjalankan hidupnya sebagai manusia baru.
Baca: Titus 3:1-8
"pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus," Titus 3:5
Keutuhan keluarga akan semakin terancam apabila masing-masing anggota keluarga tidak mampu menguasai diri atau mengendalikan emosinya. "Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar, hendaklah mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang." (Titus 3:2).
Sering dijumpai ada suami-suami yang mudah sekali naik pitam dan terpancing emosinya, bahkan sampai melakukan tindakan kekerasan secara fisik: memukul anak dan isteri. Ada pula isteri-isteri yang tidak mampu mengendalikan lidahnya, begitu cerewet, suka sekali marah dan kurang menghormati suami dengan melontarkan kata-kata kasar. Perilaku isteri yang demikian akan semakin membuat suami tidak betah di rumah. Ada tertulis: "Lebih baik tinggal pada sudut sotoh rumah dari pada diam serumah dengan perempuan yang suka bertengkar." (Amsal 21:9). Penting sekali kita menggunakan lidah kita dengan benar. "...alangkah baiknya perkataan yang tepat pada waktunya!" (Amsal 21:9). Inilah yang akan menciptakan sebuah kerukunan dalam rumah tangga! Pemazmur menyatakan, "...apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! ...ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya." (Mazmur 133:1-3).
Rasul Paulus berkata, "Karena dahulu kita juga hidup dalam kejahilan: tidak taat, sesat, menjadi hamba berbagai-bagai nafsu dan keinginan, hidup dalam kejahatan dan kedengkian, keji, saling membenci." (Titus 3:3), namun kini keberadaan kita di dalam Kristus "...adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Oleh karena itu kita harus benar-benar menjadi pribadi yang berubah, yaitu meninggalkan semua tabiat lama atau kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak berkenan kepada Tuhan, dan tidak lagi hidup seperti orang-orang yang belum mengenal Tuhan; setiap anggota keluarga juga harus punya tekad untuk saling melayani satu sama lain dan melakukan pekerjaan yang baik.
Keluarga akan terjaga keutuhannya dan semakin diberkati Tuhan bila masing-masing anggota keluarga menjalankan hidupnya sebagai manusia baru.
Subscribe to:
Posts (Atom)