Tuesday, April 12, 2016

RANCANGAN YANG TERGENAPI

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 April 2016 

Baca:  Mazmur 92:1-16

"Betapa besarnya pekerjaan-pekerjaan-Mu, ya TUHAN, dan sangat dalamnya rancangan-rancangan-Mu."  Mazmur 92:6

Alkitab menyatakan bahwa rancangan Tuhan bagi umat-Nya adalah  "...rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."  (Yeremia 29:11).  Rancangan Tuhan ini akan tergenapi apabila setiap orang percaya juga bertindak aktif meresponsnya.  Kita tidak bisa hanya duduk termenung, berpangku tangan dan bersikap pasif seperti menunggu durian jatuh, melainkan harus aktif dan produktif.  Artinya kita harus mau membayar harga!  Tidak pernah kita temukan dalam kamus bahwa kunci meraih keberhasilan dan kesuksesan adalah santai, bermalas-malasan, apalagi menggantungkan hidup pada orang lain atau menjadi benalu bagi orang lain.  Ada tertulis:  "Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya."  (Amsal 10:4).  Adapun orang yang malas kesukaannya  "Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring, maka datanglah kemiskinan seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata."  (Amsal 24:33-34).

     Supaya rancangan Tuhan tergenapi dalam hidup ini, selain harus bekerja keras, kita juga harus mengandalkan Tuhan, artinya mempercayakan seluruh hidup ini dalam pimpinan Tuhan, juga hidup menurut firman-Nya.  Tuhan menasihati Yosua,  "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung."  (Yosua 1:8).

     Jadi, orang Kristen sejati adalah mereka yang mau membayar harga dan senantiasa mengandalkan Tuhan.  Juga jangan pernah gengsi belajar dari orang lain.  Bukan berarti kita mengekor orang lain atau tidak berprinsip, melainkan belajar dari pengalaman orang-orang yang berhasil.  Jangan lupa pula untuk membangun hubungan dengan orang yang dapat memberikan energi positif, dan jangan salah bergaul, sebab  "Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik."  (1 Korintus 15:33).

Rancangan Tuhan akan tergenapi asal kita mau meresponsnya dengan tindakan!

Monday, April 11, 2016

MENCIPTAKAN CITA RASA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 April 2016 

Baca:  Matius 5:13-16

"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang."  Matius 5:13

Pameo  "ibarat sayur tanpa garam"  seolah-olah menggambarkan pentingnya penggunaan garam dalam setiap masakan.  Dengan dibumbui garam, makanan akan terasa nikmat dan tidak hambar.  Garam benar-benar menciptakan cita rasa pada makanan.  Garam, yang memiliki nama senyawa kimia natrium chlorida  (NaCl), merupakan bagian dari sodium yang sangat diperlukan oleh tubuh.  Sodium membantu tubuh menjaga konsentrasi cairan di dalam tubuh dan juga membantu sel-sel tubuh membentuk nutrisi.

     Untuk dapat memberi cita rasa, garam haruslah berkualitas.  Jika garam menjadi tawar tidak ada lagi gunanya selain akan dibuang dan diinjak-injak orang.  Garam akan berfungsi dengan benar apabila dicampurkan atau dituang pada masakan.  Apalah artinya mempunyai garam di dapur apabila garam tersebut tetap kita simpan di dalam plastik atau botol.  Tidak ada gunanya!  Begitu pula, kita akan menjadi  'garam'  bagi dunia ini apabila kita mau membaur dan membangun hubungan dengan orang lain.  Memiliki hubungan yang dekat, menjadi teman dan sahabat bagi orang lain adalah awal sebuah pengaruh.  Pengaruh yang dimaksudkan adalah pengaruh positif, menjadi kesaksian dan berkat bagi orang lain.  Namun sering dijumpai ada banyak orang Kristen yang enggan bergaul, mengekslusifkan diri, menjaga jarak dan tidak mau berhubungan dengan orang-orang di luar Tuhan, hanya mau bergaul dengan teman seiman saja, padahal Tuhan memanggil kita untuk menjadi garam bagi dunia.

     Membangun hubungan dengan orang lain, termasuk dengan orang-orang dunia, adalah hal yang sangat penting.  Yesus pun berteman dengan semua orang, melayani jiwa-jiwa tanpa memandang bulu:  nelayan, pemungut cukai, bahkan pelacur sekali pun.  Ketika ahli-ahli Taurat dan orng-orang Farisi menjauhi dan memusuhi orang-orang berdosa Yesus justru sangat dekat dengan mereka, sehingga orang-orang seringkali menyebut-Nya sebagai  "...sahabat pemungut cukai dan orang berdosa."  (Lukas 7:34)  meski Ia sendiri tidak berbuat dosa.  Kehadiran Tuhan Yesus di tengah-tengah dunia menghadirkan  'cita rasa'  berbeda karena Ia mampu menjadi berkat kapan pun dan di mana pun berada.

Sudahkah kita menjadi  'garam'  bagi orang-orang di sekitar kita?