Monday, March 21, 2016

YANG PERTAMA DAN TERBAIK

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Maret 2016 

Baca:  Ulangan 26:1-11

"...haruslah engkau membawa hasil pertama dari bumi yang telah kaukumpulkan dari tanahmu yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, dan haruslah engkau menaruhnya dalam bakul, kemudian pergi ke tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, untuk membuat nama-Nya diam di sana."  Ulangan 26:2

Pada zaman Perjanjian Lama, berdasarkan kondisi alamnya, mata pencaharian sebagian besar umat Israel adalah bercocok tanam atau bertani, atau lebih dikenal dengan istilah agraris, yaitu suatu keadaan di mana profesi penduduk yang ada di suatu negara sebagian besarnya adalah beertani.  Dengan kata lain pertanian menjadi sektor utama atau andalan yang memberikan kontribusi terbesar bagi perekonomian suatu negara.

     Dalam hal pertanian atau bercocok tanam, hasil panen yang pertama pada umumnya adalah hasil yang terbaik.  Itulah yang harus diserahkan terlebih dahulu kepada Tuhan.  Yang pertama atau yang terbaik inilah yang disebut dalam Alkitab dengan istilah yang  'sulung'.  Firman Tuhan mendorong setiap orang percaya memberikan persembahan sulung kepada Tuhan.  "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu,"  (Amsal 3:9).  Mengapa kita harus mengutamakan Tuhan dan memberikan persembahan yang terbaik kepada-Nya?  Karena Tuhan adalah pemilik segala sesuatu.  Dengan memberikan persembahan yang pertama dan terbaik  (sulung)  berarti kita menyadari bahwa Tuhan adalah pemilik segala sesuatu, sedangkan status kita hanyalah sebagai pengelola, yaitu mengelola berkat yang Tuhan percayakan kepada kita.  Segala berkat yang kita miliki berasal dari Tuhan.  Karena Tuhan sudah menyediakan tanah itu kepada umat-Nya, menyediakan benih dan memberikan pertumbuhan, maka Ia pun berhak menerima hasil pertama atau persembahan yang sulung dari kita.  Persembahan sulung ini mengajarkan kepada kita untuk mengutamakan Tuhan, memrioritaskan Dia dan memberikan yang terbaik.

     Percayalah bahwa semuanya akan ditambahkan kepada kita ketika kita mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenarannya  (baca  Matius 6:33).  Berilah yang terbaik kepada Tuhan, jangan berkat yang tersisa!

"maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya."  Amsal 3:10

Sunday, March 20, 2016

BENIH UNTUK MEMBERI/MENABUR

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Maret 2016 

Baca:  Pengkhotbah 11:1-8

"Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik."  Pengkhotbah 11:6

Adalah sia-sia orang Kristen berkata memiliki kasih namun tidak dibuktikan dengan tindakan;  Rasul Paulus menyebut  "...sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing."  (1 Korintus 13:1).  Kasih itu memberi.  Ada kata bijak:  "Hidup kita akan selalu penuh makna jika hati kita selalu mau memberi."  (anonim).  Karena kekristenan adalah kasih maka setiap orang percaya harus suka memberi/menabur, bukan menerima saja.  "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima."  (1 Kisah 20:35b).

     Memberi sama seperti orang yang sedang menabur.  Untuk dapat memberi atau menabur kita memerlukan benih.  Tuhan tahu akan hal itu, karena itu  "Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu;"  (2 Korintus 9:10).  Dengan kata lain Tuhan telah menyediakan segala sesuatu yang kita perlukan agar kita dapat memberi atau menabur.  Benih yang sudah disediakan oleh Tuhan, dari pihak kita hanya diperlukan kemauan dan kerelaan memberi atau menabur benih tersebut.  Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk tidak memberi atau menabur, yaitu mendukung pekerjaan Tuhan di muka bumi atau pun menolong sesama.  Banyak orang menunda-nunda waktu untuk memberi/menabur padahal benih sudah Tuhan beri.  Ada pula orang yang memberi tapi bertendensi bisnis yaitu memberi dengan harapan mendapatkan keuntungan yang berlipat dari setiap pemberian yang diberikan.  Bukankah tindakan ini tak ubahnya seperti seorang investor yang sedang menanamkan modalnya, yang berharap mendapatkan keuntungan dari saham yang ditanamnya?  Mereka menjadikan Tuhan hanya sebagai sarana untuk berinvestasi saja, tidak lebih.

     Jika alasan memberi seperti itu Tuhan pasti sangat kecewa.  Pemberian yang berkenan kepada Tuhan adalah pemberian yang didasari karena kasih, bukan maksud terselubung.

Jika kita mengasihi Tuhan kita pasti akan memberi seberapa pun yang kita miliki untuk Tuhan, tanpa memperhitungkan balasan!