Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Maret 2016
Baca: Pengkhotbah 11:1-8
"Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat
kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah
ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik." Pengkhotbah 11:6
Adalah sia-sia orang Kristen berkata memiliki kasih namun tidak dibuktikan dengan tindakan; Rasul Paulus menyebut "...sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing." (1 Korintus 13:1). Kasih itu memberi. Ada kata bijak: "Hidup kita akan selalu penuh makna jika hati kita selalu mau memberi." (anonim). Karena kekristenan adalah kasih maka setiap orang percaya harus suka memberi/menabur, bukan menerima saja. "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (1 Kisah 20:35b).
Memberi sama seperti orang yang sedang menabur. Untuk dapat memberi atau menabur kita memerlukan benih. Tuhan tahu akan hal itu, karena itu "Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga
yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan
menumbuhkan buah-buah kebenaranmu;" (2 Korintus 9:10). Dengan kata lain Tuhan telah menyediakan segala sesuatu yang kita perlukan agar kita dapat memberi atau menabur. Benih yang sudah disediakan oleh Tuhan, dari pihak kita hanya diperlukan kemauan dan kerelaan memberi atau menabur benih tersebut. Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk tidak memberi atau menabur, yaitu mendukung pekerjaan Tuhan di muka bumi atau pun menolong sesama. Banyak orang menunda-nunda waktu untuk memberi/menabur padahal benih sudah Tuhan beri. Ada pula orang yang memberi tapi bertendensi bisnis yaitu memberi dengan harapan mendapatkan keuntungan yang berlipat dari setiap pemberian yang diberikan. Bukankah tindakan ini tak ubahnya seperti seorang investor yang sedang menanamkan modalnya, yang berharap mendapatkan keuntungan dari saham yang ditanamnya? Mereka menjadikan Tuhan hanya sebagai sarana untuk berinvestasi saja, tidak lebih.
Jika alasan memberi seperti itu Tuhan pasti sangat kecewa. Pemberian yang berkenan kepada Tuhan adalah pemberian yang didasari karena kasih, bukan maksud terselubung.
Jika kita mengasihi Tuhan kita pasti akan memberi seberapa pun yang kita miliki untuk Tuhan, tanpa memperhitungkan balasan!
Sunday, March 20, 2016
Saturday, March 19, 2016
MENJADI PENJAGA JIWA (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Maret 2016
Baca: 1 Tesalonika 2:1-12
"Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya." 1 Tesalonika 2:7
Selain dipanggil menjadi penjaga orang-orang yang hidup jauh dari Tuhan, kita dipanggil menjadi 'penjaga' Saudara seiman yang sedang lemah imannya dan undur dari Tuhan. "Jikalau seorang yang benar berbalik dari kebenarannya dan ia berbuat curang, dan Aku meletakkan batu sandungan di hadapannya, ia akan mati. Oleh karena engkau tidak memperingatkan dia, ia akan mati dalam dosanya dan perbuatan-perbuatan kebenaran yang dikerjakannya tidak akan diingat-ingat, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu." (Yehezkiel 3:20). Saudara seiman adalah keluarga kita, kawan sewarga orang-orang kudus dan anggota keluarga kerajaan Allah (baca Efesus 2:19), jadi kita harus selalu menjaga kerukunan dengan saling mengasihi, memerhatikan, menasihati, mendukung, menguatkan, supaya kita bertumbuh dalam iman.
Mari belajar dari rasul Paulus yang memosisikan dirinya seperti 'ibu' bagi orang-orang yang dilayani, dengan penuh kesabaran ia mengasuh dan merawat jiwa-jiwa yang dipercayakan Tuhan kepadanya. "...seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang, dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya." (1 Tesalonika 2:11-12). Rasul Paulus mampu menjalankan perannya sebagai 'penjaga' bagi sesama dengan kasih yang tulus tanpa disertai maksud yang tidak murni, tanpa tipu daya, bukan untuk menyukakan manusia, bukan mencari pujian bagi diri sendiri, tapi semata-mata karena kerinduannya yang besar untuk menyelamatkan jiwa-jiwa.
Semakin kita dewasa secara rohani seharusnya semakin besar kepekaan kita terhadap kebutuhan orang lain, baik itu kebutuhan fisik, teristimewa kebutuhan rohani. Jangan berkata sudah melayani Tuhan jika kita tidak memiliki hati yang terbeban terhadap orang lain. Itulah arti pelayanan sejati!
"Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia." Yakobus 1:27
Baca: 1 Tesalonika 2:1-12
"Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya." 1 Tesalonika 2:7
Selain dipanggil menjadi penjaga orang-orang yang hidup jauh dari Tuhan, kita dipanggil menjadi 'penjaga' Saudara seiman yang sedang lemah imannya dan undur dari Tuhan. "Jikalau seorang yang benar berbalik dari kebenarannya dan ia berbuat curang, dan Aku meletakkan batu sandungan di hadapannya, ia akan mati. Oleh karena engkau tidak memperingatkan dia, ia akan mati dalam dosanya dan perbuatan-perbuatan kebenaran yang dikerjakannya tidak akan diingat-ingat, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu." (Yehezkiel 3:20). Saudara seiman adalah keluarga kita, kawan sewarga orang-orang kudus dan anggota keluarga kerajaan Allah (baca Efesus 2:19), jadi kita harus selalu menjaga kerukunan dengan saling mengasihi, memerhatikan, menasihati, mendukung, menguatkan, supaya kita bertumbuh dalam iman.
Mari belajar dari rasul Paulus yang memosisikan dirinya seperti 'ibu' bagi orang-orang yang dilayani, dengan penuh kesabaran ia mengasuh dan merawat jiwa-jiwa yang dipercayakan Tuhan kepadanya. "...seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang, dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kamu ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya." (1 Tesalonika 2:11-12). Rasul Paulus mampu menjalankan perannya sebagai 'penjaga' bagi sesama dengan kasih yang tulus tanpa disertai maksud yang tidak murni, tanpa tipu daya, bukan untuk menyukakan manusia, bukan mencari pujian bagi diri sendiri, tapi semata-mata karena kerinduannya yang besar untuk menyelamatkan jiwa-jiwa.
Semakin kita dewasa secara rohani seharusnya semakin besar kepekaan kita terhadap kebutuhan orang lain, baik itu kebutuhan fisik, teristimewa kebutuhan rohani. Jangan berkata sudah melayani Tuhan jika kita tidak memiliki hati yang terbeban terhadap orang lain. Itulah arti pelayanan sejati!
"Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia." Yakobus 1:27
Subscribe to:
Posts (Atom)