Tuesday, March 15, 2016

DAMPAK SEBUAH KEPEMIMPINAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Maret 2016 

Baca:  2 Raja-Raja 24:18-20; 2 Raja-Raja 25:1-21

"Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN tepat seperti yang dilakukan Yoyakim."  2 Raja-Raja 24-19

Berbicara tentang kepemimpinan berarti berbicara pula tentang pengaruh, sebagaiman disampaikan John C. Maxwell:  "Kepemimpinan adalah pengaruh."  Seorang neurologist kenamaan Amerika, Dr. Philip Pulaski juga berpendapat:  "Orang yang berpengaruh adalah dia yang membawa dampak dalam kehidupan orang lain"

     Menurut sifatnya, dampak kepemimpinan terbagi dua:  positif dan negatif.  Seorang pemimpin yang menjalankan tugas kepemimpinan dengan sikap dan karakter yang positif pasti akan menularkan pengaruh yang positif bagi bawahan atau pengikutnya.  Sebaliknya seorang pemimpin yang berkarakter negatif pengaruhnya pun akan bersifat negatif.  Pemimpin yang bijak pasti akan menyadari bahwa tugas memimpin adalah sebuah tanggung jawab moral dan kepercayaan yang tidak bisa diukur dengan uang atau materi.  Karena itu tugas kepemimpinan harus dikerjakan dengan sikap hati yang benar, bukan untuk disalahgunakan seperti yang dilakukan oleh kebanyakan pemimpin di zaman sekarang ini, di mana  "...pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka."  (Matius 20:25).

     Seorang pemimpin yang menjalankan tugasnya dengan sikap hati yang benar akan mampu mengimpartasikan kehidupan, sebab segala sesuatu itu bersumber dari hati  (baca  Matius 15:19).  Karena itu  "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan."  (Amsal 4:23).  Kepemimpinan yang berhasil adalah kepemimpinan yang meninggalkan sebuah teladan hidup.  Karena itu rasul Paulus menasihati,  "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu."  (1 Timotius 4:12b).  Kerajaan Yehuda yang ketika itu dipimpin oleh Zedekia sedang mengalami krisis keteladanan, sebab selaku pemimpin, Zedekia tidak memberikan teladan hidup yang baik;  sebaliknya  "Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN..."  (2 Raja-Raja 24:19).

Jadilah pemimpin yang mengimpartasikan hal-hal yang bisa menjadi panutan, bukan menjadi batu sandungan!

Monday, March 14, 2016

PENAJAMAN YANG MENDEWASAKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Maret 2016 

Baca:  Amsal 27:1-27

"Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya."  Amsal 27:17

Ketika mengalami masalah, penderitaan, tekanan, himpitan dan berbagai gesekan yang terjadi umumnya kita meresponsnya secara negatif:  menyalahkan keadaan, orang lain, bahkan berani menyalahkan Tuhan.  Padahal adakalanya Tuhan memakai situasi dan orang-orang di sekitar kita sebagai sarana memroses, membentuk dan mendewasakan kita.

     Alkitab menggambarkan proses ini seperti besi menajamkan besi.  Ketika besi menajamkan besi pasti akan menimbulkan sebuah gesekan yang melukai dan menimbulkan api.  Api berbicara tentang emosi, kemarahan, sakit hati, kepahitan, kejengkelan, kebencian dan berbagai luka yang menyakitkan.  Melalui peristiwa atau hubungan dengan orang-orang di sekitar sesungguhnya Tuhan sedang menggarap kita karena Dia adalah Sang Penjunan, yang tahu persis cara membentuk hidup seseorang.  "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya."  (Yeremia 18:4).  Tujuan Tuhan menajamkan kita adalah supaya kita semakin matang, semakin sempurna, semakin berkenan dan semakin serupa dengan Kristus.  Karena itu kita patut bersyukur untuk setiap masalah atau peristiwa yang terjadi dalam hidup ini, termasuk kehadiran orang-orang di sekitar kita.  Jangan pernah menyalahkan keadaan atau mengambinghitamkan orang lain ketika harus melewati proses ini.  Yusuf tidak pernah menyalahkan saudara-saudaranya meski mereka telah menyakiti dan membuat hidupnya menderita, bahkan bisa berkata,  "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar."  (Kejadian 50:20).

     Seringkali kita berpikiran bahwa dengan membaca Alkitab atau mendengarkan khotbah saja secara otomatis dapat membuat kita dewasa rohani, lalu kita mengeksklusifkan diri dan tidak mau bergaul dengan orang lain untuk menghindari gesekan dengan sesama.  Itu salah!  Karakter kita justru terbentuk ketika kita membangun hubungan dengan orang lain, saat itulah kita mengalami penajaman.

Proses penajaman bisa terjadi di mana pun, kapan pun dan melalui siapa pun!